Chapter 8

896 97 8
                                    

Mew pulang larut. Ia benar-benar berdebat dalam rapat tender tadi. Dan ia harus kalah karena perusahaan sebelah mengkopi beberapa berkasnya. Entah siapa yang sudah berani menghianatinya.

Ia masuk ke apartemennya. Melihat lampu ruang tengah masih padam membuat ia tiba-tiba panik.

"Art.." panggil mew dengan suara panik

Mew masuk ke kamar art dan melihat art sedang tidur meringkuk.

Bernafas lega. Mew mulai bisa bernafas setelah menahan nafasnya karna panik.

Berjalan mendekat, lalu duduk di pinggir ranjang art.

Sedikit menyibak selimut yang terlalu tinggi menutupi art. Takut art sesak nafas.

"Kau pasti sangat lelah. Maaf tak bersamamu sejak pagi" mew membenarkan rambut art dan mengelusnya.

"Selamat malam" mew mengecup kening art dan pergi berlalu.

Tanpa mew sadari, art malah membuka matanya kala ia keluar.

"Iya p'.. hari ini aku sangat lelah" lalu art beranjak.

.

Pagi harinya mew di buat frustasi. Art tak ada di kamarnya. Pergi. Hanya pergi saja mew bisa sepanik itu.

"Aaarrrrrgggghhh" teriak frustasi mew.

Mengambil kasar benda persegi panjang di samping tempat ia duduk, mew segera menelfon seseorang.

"Cari art" tintahnya begitu sambungan itu terhubung. Lalu mematikan sambungan telfon itu sepihak.

Aku pergi. Surat pengunduran diriku akan aku kirim besok. Terimakasih untuk kebaikanmu p'. Jangan mencariku. Ingat itu. Jangan pernah mencariku. Aku akan kembali saat semua sudah selesai.

Begitulah surat yang art tinggalkan di kasurnya.

Mew bersandar di sofa dan mengadahkan kepalanya.

"Apa lagi yang kau cari.?"
"Tak cukupkah hanya bertahan bersamaku.?" Gumam mew lirih dengan mata terpejam.

Aku..tak apa hatimu bukan untukku. Tapi bisakah jangan membuatku panik.? Aku takut kau terluka lagi. Kembalilah art batin mew

.

Seorang lelaki dengan senyum cerah itu kini sedang duduk di bawah pohon. Memandang kosong sungai yang airnya sudah mulai menyusut. Musim kemarau.

"Sudah puas menghilang selama 5hari ini.?"
Tanya seseorang dari sampingnya dengan suara berat yang khas.

Reflek art menoleh. Matanya membulat kala tau orang  yang di samping, bossnya. Iya pak direktur anak pemilik perusahaan.

"Ayo pulang" ajaknya sedikit menyeret art.

"P'.." tolak art.

"Apa.?!!" Mew tak sengaja membentak.

Art jelas terkejut. Mew tak pernah semarah ini.
Melihat mata art yang menyendu, mew segera menarik art dalam pelukannya.

"Tak bisakah tetap bersamaku.?"
"Aku hampir mati tanpamu"
"Mencintaimu sesulit ini yah" kalimat terakhir mew begitu lirih. Meski terdengar di telinfa art. Tapi art tak yakin.

"Apa p'.?" Art menjauh dan mencoba bertanya.

"Apa.?" Mew balik bertanya.

"Kalimat terakhirmu.."

"Aku...mencintaimu, art" ucap mew ragu

Art rasa, mungkin ia menang harus pergi.

"Jangan lagi" ucap lirih art.

Art melangkah pergi. Mew mencoba mengejar. Tak kala mew mencoba meraih tangan art, art menepisnya. Mew memeluk art. Art malah memberontak begitu brutal.

Art tak pernah begini.

Meski mew terus mengucapkan kalimat penenang, namun art tak kunjung tenang.

Dan sebait kalimat lelah mew membuat art terdiam.

Kau..egois. Kau selalu merasa kau yang paling tersakiti. Kau tak pernah melihat lukaku.

Begitu berkata seperti itu mew melepaskan art yang memang sedang lemas. Art masih bisa menopang badannya sendiri. Tapi kalimat berikutnya yang keluar dari mulut mew, membuat art jatuh terduduk.

Kau mungkin terluka. Tapi tak lihatkah aku lebih hancur melihatmu begini.
Aku akan pergi bila itu maumu. Jadi jagalah dirimu.

Hipotesis Rasa [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang