Chapter 18

790 75 16
                                    

Art akhirnya boleh pulang. Setelah 2minggu lebih dirumah sakit. Tak ada yang perlu di khawatirkan. Kondisi art sudah mulai membaik. Namun ia belum boleh berjalan. Tulang kakinya masih proses penyembuhan. Hanya saja, mereka melupakan satu hal. Art sudah tak sempurna.

Memikirkan ia hanya mempunyai satu tangan. Membuat mentalnya down kembali. Ia tak ingin memikirkannya. Tapi tetap saja tak bisa. Saat masih bertubuh lengkap saja, ia merasa tak pantas untuk mew. Apa lagi sekarang.

.

"Memikirkan apa hayooo ?" may mengejutkan art. Membuat lamunan art membuyar.

"Eh.."
"Mengejutkan saja" art mengelus dadanya pelan
"Ada apa may ?"

"Oh itu.. bibi memanggil p'. Ayo masuk" art mengangguk dan memaksa senyumnya.

Ah, 1 lagi yang menjadi beban pikirannya. Mew memaksa art untuk pulang ke rumahnya. Memperkenalkan art pada orangtuanya.
Percayalah, mereka begitu baik pada art. Hingga art ingin menangis haru. Tapi ia tak bisa melihat mereka menerima art sepenuhnya hanya dari sorot matanya. Mereka hanya kasihan. Bukan menerima art sebagai orang yang amat dicintai putranya.

Dan hanya art yang bisa melihat itu. Sebab mew terlalu senang karena art diperlakukan baik di rumahnya.

.

"Mengganggu waktu santaimu yah ?" Tanya mam dengan lembut ketika may membawa art dengan kursi rodanya mendekat.

"Tidak mam, tadi hanya menikmati udara sore" jawab art sambil tersenyum.

Ngomong-ngomong, orang tua mew memaksa art memanggil mereka seperti mew memanggil mereka. Bahkan hari pertama mereka bertemu.

"Ah begitu"
"Sudah makan siang dan minum obatmu kan ?"

"Sudah mam. Tadi may yang menemaniku"

"Maafkan mam, tadi mam harus ke convertion" mam menekuk wajahnya merasa bersalah.

"Mmm..tidak mam. Aku tak apa" art menggeleng cepat.
"May membantuku banyak. Jadi aku tak apa"

Di tengah obrolan, teriakan seseorang setelah membuka pintu utama sedikit keras terdengar hingga ruang tengah.

"MEW PULANGGGG"

Sang ibu hanya menggeleng dengan senyuman.

"Dasar tarzan" cibir may ketika mew sudah sampai ke ruang tengah.

"Hey anak kecil..!!"
"Kenapa kau disini.?"
"Dan apa kau bilang tarzan.?" Mew melotot menatap tajam may.

"Sudah, sudah..mandi sana mew"

"Dia duluan mam" adu mew.

"Sudah mew, may. Kalian seperti anak kecil saja"

Setelahnya mew sadar bahwa ada art di samping ibunya "Eh ada art"

Memang ribut dengan may tak akan ada faedahnya. Ia jadi tak melihat ada artnya disitu.

Begitu mendekati art wajahnya langsung berubah senang. Tak ada raut kesal seperti saat menatap may tadi.

"Mandi dulu sana" titah art dengan suara kecil. Jujur saja ia masih malu dengan kelakuan mew. Apalagi ketika di depan orang tuanya.

"Aku bawa art ke atas dulu yah. Dahhhh" lalu mew segera mendorong kursi roda art sedikit cepat menuju tangga.

"P'.. bantu aku naik saja. Jangan di gendong" art segera protes begitu mew akan menggendong ala bride style dirinya.

"Kau belum sembuh art" mew memperingati

Art menggeleng. Sambil cemberut.

"Yasudah, gendong belakang saja bagaimana.?" Memikirkan sebentar tawaran mew lalu ia mengangguk.

Mew tersenyum sambil membalikkan badannya. Berjongkok membelakangi kursi roda art.

"Ayo kapten kita meluncur...!!" Ucap mew sedikit keras ketika ia sudah berdiri sambil menggendong art. Jelas saja art langsung melayangkan pukulan pada lengan mew.

"Awww..sakit art" rengek mew.

"Lagian..p' mau apa berteriak begitu.?"

"Aku hanya senang saja" mew cengengesan.

"Malu dengan mam dan may" art merengut di bahu mew.

"Tak apa..biar mereka tau aku sangat senang di dekatmu" art merona. Untung mew tak melihat. Bisa di ledek ia kalau mew melihat.

"Sampaiiii" ucap mew ketika mereka melewati tangga terakhir.

"Aku berat yah.?"
"Sampai berkeringat begini.?" Art menghapus keringat pada pelipis mew.

Mew membalasnya dengan senyum. Lalu seketika wajahnya berubah seolah menahan berat.

"Uuuuuhhhh berat sekali kau" ucapnya seolah itu nyata.

Art malah panik. Ia menganggap serius ucapan mew.

"Apa begitu.?"
"Yasudah aku turun saja" art meronta ringan memaksa turun.

Lalu setelah mew tertawa kecil saat sudah sampai di depan kamar, art tau ia di kerjai.

Memukul ringan bahu mew, lalu mendadak mengambek.

Mew merendahkan tubuhnya, tangannya sedang berusaha membuka pintu.

"Aku bercanda art.. kau bahkan seringan kapas"
"Makan lah yang banyak" mew mendudukan art di ujung kasur.

Art masih merengut.

"Mulutmu seperti itu ingin aku cium, euh.?" Goda mew.

Art mendadak melotot. Menatap tajam mew yang sedang tersenyum mengejek.

"Mandi sana"

"Baik tuan putri"

"P'..!!"

Cup

Lalu mew lari menuju kamar mandi.

"P'mew...!!" Art menggeram tapi masih mengontrol suaranya. Tak enak ini bukan rumahnya.

Tawa mew dalam kamar mandi membuatnya sebal. Tapi tak lama ia tersenyum tipis.

"Tuhan..bolehkah aku minta dia saja yang menemaniku sampai akhir.?"

Hipotesis Rasa [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang