Aku tengah duduk dikursi yang pernah kau singgahi, bersua dengan rasa pahit yang menguap dari kopi yang disuguhi. Menatap tembok bergambar sepasang kekasih yang berbahagia tepat dimana letak meja yang dulu kita singgahi ini bersandar. Aku kembali mengingatmu dengan kesengajaan yang ada, kita pernah merasa lebih bahagia dari sekedar gambar yang ku iba-kan sekarang. Kau, sempatkah untuk kembali bertukar cerita ? kau ceritakan kebahagiaan yang kau punya, aku menceritakan segala luka dari ceritamu yang bahagia.
Disini, kau pernah menitihkan airmata, melepas emosi dengan menjadikan bahuku satu satunya sandaran yang mungkin tak kau ragukan lagi, menangis deras, sampai hisakmu berderu keras dijantungku. Entah apa yang membuatmu menangis histeris, yang perlu kau tau, saat itu hatiku juga merasa teriris.
Dimeja ini, kau kembali ku tulis sebagai tangis yang pernah terlukis. Ku nikmati sebelum kopi yang kini yang disuguhkan itu habis. Aku rindu tangisanmu yang pernah menghiasi bahuku. Karena setidaknya, aku pernah menjadi tempatmu mengadu, sebelum hadirnya kebahagiaan dikisah cintamu yang baru. Masih adakah arah hatimu yang melibatkan aku sebagai tempat cerita sedihmu ?.
Karena setidaknya, aku pernah menjadi tempatmu mengadu, sebelum kau memulai bahagiamu dengan cinta yang baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gubahan Rasa
PoésieTentang rasa yang pernah menguat lalu melemah, sangat kuat lalu hancur dengan sesaat.