KL#21: ITS TIME TO SPEAK UP
Kamu hadir tanpa gundah,
Meninggalkan dengan mudah,
Dan aku mulai menafsirkan rasa dengan payah.selamat datang jenuh,
Yang membuatku terus berkeluh,
Pada rasa yang tak kunjung berlabuh.Kini, saat yang tepat untuk saling menjauh.
Mari sama-sama saling mengakhiri,
Rasa yang sebenarnya tak pernah tumbuh lebih jauh,
Mari kita sama-sama sudahi,
Perihal rasa yang berubah menjadi keluh.Kamu harus sudahi,
Sebelum tumbuh semakin jauh.
***Kiranya aku masih tak sanggup untuk mengutarakan kata, ada baiknya kamu ikut bicara perihal kita.
Kini, kita tak lagi dua insan yang saling diam membisu. Bahkan, kamu tak segan berucap ketika ingin ikut aku menuju negeri impian. Aku tak lagi perlu berharap cemas perihal keadaanmu, karena aku bisa leluasa mengirim pesan kapanpun yang aku mau.
Sayangnya, kita beralaskan teman, dan bertopengkan amnesia setiap dihadapkan oleh temu.
Sejak beberapa bagian yang lalu, aku dan kamu sudah tak lagi berada pada penghujung titik x dan y. Kami sudah sama-sama sampai pada titik 0 yang berhasil mempertemukan kami berdua.
Bukan pertemuan pertama yang kumaksud—tapi, saat dimana kamu dan aku memulai percakapan setelah hampir setahun aku memendam rasa.
Sudah kubilang pada beberapa bagian sebelum ini, rasanya sungguh jauh dari kata logis. Aku tak pernah mengira bahwa akhirnya kita dapat memulai percakapan berdua. Setelah sekian lama aku hanya dapat memperhatikanmu melalui gorden lusuh, jendela berdebu dikelas social yang dibubuhi angka tiga itu.
Sayangnya, percakapan itu tak pernah berlangsung lama. Kamu dapat dengan mudah mengakhiri, dan datang kembali padaku ketika kamu merasa butuh untuk dimengerti.
Dunia ini kejam,
Atau rasaku yang memang butuh dirajam?Aku bisa menyebutnya pilu,
Namun kamu bisa mengatakan 'apa perlu?'Jika aku sudah menyadari apa maksudmu diawal, mengapa aku harus melakukan kebodohan yang sama berulangkali?
Mengapa aku harus terus berlapang dada menerima kehadiranmu, kala aku hanya sebuah persinggahan semata?
Aku dibutakan oleh rasa, sedangkan kamu datang tanpa asa. Pagar milikku, akan selalu terbuka untukmu. Tapi ketika pagarku roboh, kamu menutup rapat pagarmu supaya tak terusik oleh suara robohan pagarku.
Perlahan, aku tertawa dengan sendu. Biar kutebak sebuah rasa konyol yang selama ini selalu menjadi semboyan,
Cinta,
Atau,
Bodoh karena rasa?
Berkali-kali aku berkeinginan untuk mengakhiri, namun akhir apa yang selama ini aku idamkan?
Aku terlalu banyak bicara perihal rasa, namun tak kunjung membuatmu menumbuhkan setitik rasa.
Buktinya sampai detik ini, kamu hanya sibuk berlalu-lalang. Singgah, tanpa pernah berkeinginan untuk menetap.
Atau, aku yang memang pantas menjadi tempat persinggahan semata?
Rasa ini, akan selalu kucatat sebagai bagian dari masa-masa gelapku. Sebelum akhirnya rasa ini rapuh dan dihembuskan oleh angin, izinkan aku untuk terus menikmati rasa apapun yang memang dibuat oleh lelaki seperti kamu.
Tanpa peduli bagaimana reaksimu, aku akan terus berbicara perihal rasa, berusaha untuk mempublikasikan luka yang selama ini belum kusampaikan secara lisan.
Inilah bab pertengahan,
Mendekati akhir yang sampai detik ini belum bisa kuprediksi akan berakhir dengan kalimat semacam apa.Terimakasih, atau mungkin saling merajut kasih?
Hari ini, kuberi tahu satu hal yang penting.
Kamu harus bicara, apapun rasa yang sedang kamu dapat. Kamu harus bicara, apapun respon yang mungkin belum pernah di dapat. Kamu harus kuat, sebelum akhirnya akan berakhir dengan penat.
Sampai jumpa, pada bab mendekati akhir selanjutnya!
P (17:01)
-----
Kiasan luka goes to ending. Hahahahaha! enjoy reading! Parah bgt yaah pe update sebulan sekali wkwk maklum sibuk. Enjoy reading genkkkk.
Luvvs,
P.
KAMU SEDANG MEMBACA
KIASAN LUKA [PROSA]
PoesiaIni hanyalah sebuah prosa sederhana yang diangkat dari sebuah drama klasik bertema kebencian, dan dapat tersimpan rapi sebagai tulisan karena satu rasa ajaib bernama; perasaan. [isinya semacam sajak galau yang sedikit di modifikasi] © Copyright 201...