PROLOG; FIRST IMPRESSIONIn the first time i met u, i know we can talk each other. Aku bahkan bisa meramalkan sosokmu, saat pertama kali kita berjumpa. We doesn't met before—we don't know each other, but in the first time i met u, i just know if i know u better than u know 'bout yourself. Aku masih ingat ketika kamu tertawa sembari menyodorkan selembar kertas absensi yang berujung pada sebuah perkenalan konyol tak terduga. Saat itu, belum ada luka. Bahkan mungkin; aku masih menganggapmu sebagai sosok yang datang sembari menggenggam bintang berkilauan yang dapat menyilaukan kedua indera penglihatku.
Aku tertawa, ketika matamu mulai tenggelam saat tertawa. Menarik, satu kata yang dapat mendeskripsikan tawa yang merekah di bibirmu. Aku kembali ikut tertawa, ketika eyes smile mu dapat memberikan warna yang sama sekali belum kulihat sebelumnya. Kamu, jauh lebih menyilaukan dibanding bintang yang selama ini digenggam. Sayangnya, kamu juga datang dengan segala keraguan.
Ada sebuah kalimat rancu yang keluar dari mulutmu tanpa pernah kuduga. Kamu berbicara tanpa kira, dan pergi dengan leluasa. Aku hanya diam, dan berkomat-kamit dalam hati—mengumpat, dengan segala sumpah serapah untuk terus mengatai kamu yang baru saja berbicara denganku.
Tanpa disadari, semuanya baru saja dimulai.
Bodohnya aku yang baru tersadar ketika sebuah kupu-kupu hitam membawa sebuah metafora tak terduga, dan kamu yang tampaknya masih bertopengkan amnesia.
Ini hanyalah sebuah prosa sederhana yang diangkat dari sebuah drama klasik bertema kebencian, dan dapat tersimpan rapi sebagai tulisan karena satu rasa ajaib bernama; perasaan.
Saya, yang sampai detik ini belum bermetamorfosa.
P, (09;26 a.m).
KAMU SEDANG MEMBACA
KIASAN LUKA [PROSA]
PuisiIni hanyalah sebuah prosa sederhana yang diangkat dari sebuah drama klasik bertema kebencian, dan dapat tersimpan rapi sebagai tulisan karena satu rasa ajaib bernama; perasaan. [isinya semacam sajak galau yang sedikit di modifikasi] © Copyright 201...