14. Egao

1K 79 6
                                    

Chenle x Renjun
_
_
_
_
_
bit confused about their position, is renjun bottom?

Dalam diri lelaki manis itu tertanam benih kegelisahan sejak meninggalkan kamar kostnya yang lama. Ia pindah, karena kampus tempat belajarnya pun pindah lumayan jauh. Tidak di gedung yang biasa. Karena tidak mau mengambil resiko telat datang ke kelas, ia memutuskan mencari tempat baru. Jaraknya tidak lebih dari 20km tapi seseorang yang menjadi roommatenya selama ini dibuat galau akibat keputusan Renjun, lelaki manis yang masih terjaga melamun memandangi langit berhias bintang di angkasa. Ia kepikiran adik tingkatnya, Chenle.

Mereka sudah bersama satu tahun belakangan. Menempati kamar yang sama selama itu dan tiba-tiba Renjun harus pindah. Jelas kesedihan menyelimuti mereka berdua yang enggan berpisah. Renjun sudah menjadi sosok Kakak yang baik bagi Chenle. Lebih dari itu Renjun sudah sangat menyayangi lelaki bersuara tinggi itu.

Seeds of anxiety that keep following since yesterday,
frightened by my leaping weakness
in the midnight

Gentle ray that shines through the window would shine on the unseen future of me

Why have you become my precious?
I've decided to say goodbye,
but that doesn't mean
we'd never meet again

Renjun mengingat jelas bagaimana Chenle memasang wajah kesalnya. Chenle marah saat Renjun pergi bersama koper dan backpacknya kemarin. Chenle sempat memakinya mengatakan Renjun mengkhianati dirinya, dan itu melukai perasaan Renjun. Renjun merasa tidak enak.

Ia teringat Chenle lagi, bocah itu selalu malas memakai selimut saat tidur. Jadi Renjunlah yang akan bangun tengah malam dan memasangkan selimut ke tubuh Chenle. Memandangi wajah tenang anak yang hyper itu saat terpejam, manis. Renjun juga akan mengelus surai terang Chenle lalu baru kembali ke ranjangnya melanjutkan tidur. Kalau jauh begini, dia khawatir Chenle akan kedinginan karena tidak memakai selimut.

Renjun terkejut ketika ponselnya berbunyi dan nama Chenle tertera di layar sebagai pemanggil. Ia menggeser layarnya cepat, menerima panggilan bocah yang ia rindukan.

Tidak ada suara, Chenle diam saja dan Renjun sendiri menantikan suara Chenle yang ia rindukan seminggu belakangan ini.

"Le," Renjun menjadi yang mengalah lagi sekarang. Bocah di ujung telpon masih labil, jadi Renjun merasa dia yang harus mengambil tindakan lebih dulu.

Karena masih tidak ada juga jawaban, "Zhong Chenle aku akan menutup telpon kalau kau tidak bicara!" Ancam Renjun yang kontan membuat lawan bicaranya itu mau tak mau berucap.

"Hyung..."

"Kau ini, kalau telpon tidak ingin bicara mau apa? Dan juga tidak membalas pesanku, huh! Aku hampir menghapus kontakmu dari ponselku, tuan muda!" Cerca Renjun panjang lebar, membuat Chenle terkekeh di ujung sana yang otomatis pun membuat Renjun tersenyum. Ia senang kalau Chenle masih bisa tertawa.

Renjun ingat awal mereka bertemu setahun yang lalu, lelaki itu seperti zombie hidup. Dia jarang tersenyum. Renjun takut. Dan saat Renjun mendapatkan fakta tentang Chenle, lelaki itu ditinggal mati sahabatnya. Renjun merasa harus mengusir duka yang mengikuti Chenle. Ia mengakrabi Chenle selama tiga bulan penuh dan pada bulan-bulan berikutnya ia berhasil membuat Chenle kembali tersenyum dan mulai bangkit dari kenangan pahit kehilangan orang yang disayangnya. Mungkin Chenle menganggap Renjun adalah pengganti sahabatnya yang dipanggil Tuhan. Chenle bersyukur memiliki Renjun di dekatnya, dan pukulan kasar ia dapatkan saat Renjun memutsukan pergi dari kamar mereka. Tentu Chenle melayangkan aksi ngambek, tapi Renjun tidak lantas membatalkan niatnya yang tersusun bulat. Chenle mencoba menerimanya. Toh, mereka masih bisa bertemu saat libur.

Keep smile
Keep smile
Keep smile
Today, tomorrow, always

Keep smile
Keep smile
Keep smile
Please smile

"Le, di sini dingin. Di situ juga kan? Jangan lupa pakai selimut..."

Hanya gumaman yang diterima Renjun sebagai jawaban. Anak itu dasar...

"Aku serius, Le."

"Iya hyung!"

Renjun tersenyum puas. Rasa khawatirnya sedikit menguap.

"Kau sedang apa?"

"Ya menelponmulah!"

Oh ya, ok.

____

Strings of anxiety that yearn only memories
Alone, I followed it to a frozen town

I remember it all,
The flow of your warmth when you hold out your gentle right hand

Why do you so lonely?
Do you wish for someone warmth?
I can't understand,
if you feel so lonely and uneasy

Bibirnya melengkung, menguntai senyum. Ia rindu Kakaknya itu. Ingin lelaki yang lebih tua itu ada di sini. Mengulurkan tangannya, menarik dirinya bersama di atas ranjang menyaksikan film horror di bawah selimut yang mengerudungi tubuh mereka. Mendadak hatinya nyeri. Hal tersebut menjadi kenangan.

"Hyung, kau benci padaku ya?" Tanyanya spontan.

Tidak lantas mendapat jawaban dari ujung telpon. Ia siap akan diceramahi Renjun. Satu... dua... tiー

"Dasar bocah gila! Aku sudah memberitahumu berulang kali kan... aku pergi karena kampusku yang semester ini pindah. Dan kelas pagiku diisi dosen killer. Kau mau tanggung jawab kalau nilaiku hancur, Zhong Chenle!"

Kan, Chenle memanyunkan bibirnya. Ia mengangguk juga.

"Kupikir kau membenciku," lirihnya. Dan sayangnya Renjun bisa mendengar jelas.

Lelaki di ujung telpon itu melengus. "Kita masih satu kota. Kau bisa datang dan menginap di sini kalau libur." 

Mata Chenle berbinar. "Ide bagus hyung! Tiap malam minggu aku bisa ke sana."

"Datanglah... bawakan aku makanan yang banyak."

Chenle mengangguk antusias dengan senyuman polos di wajahnya. Renjun akan turut tersenyum kalau melihat cengiran itu di wajah Chenle.

"Egao..."

Chenle menyipitkan matanya. Memasang telinganya benar-benar.

"Apa hyung?"

"Kau harus selalu tersenyum, berjanji padaku!" Ucap Renjun nyaring dari ujung telpon.

Chenle sadar kalau hyungnya itu selalu mengkhawatirkannya. Ia mengangguk yang sama sekali tidak bisa dilihat Renjun dari tempatnya.

I wonder what are the wishes you've chased until you've made it here?
I wonder if the "present me", will be able to smile properly?

"Kau tahu kan kau memiliki aku di dunia ini..."

Chenle tersenyum dan mengangguk sekali lagi.

"Aku menyayangimu, hyung." Ucapnya kemudian menurunkan ponsel dari telinganya.

Ia berjalan menuju ranjangnya. Mengingat apa yang Renjun titah padanya via telpon. Memakai selimut. Ia pun mengenakannya dengan benar ke sekujur tubuh. Memandang ranjang yang kosong, "Selamat malam, hyung!"

Senyum bocah itu lalu memejamkan matanya.

Ada sticky note tertempel di kepala ranjang Chenle yang berisi tulisan tangan Renjun.

Keep smile
Keep smile
Keep smile
Today, tomorrow, in memories too

chenle's hrj

___kkeut___

my cuties chinese boys, their interaction just precious guys~ i love to see them blabbering with their mandarin xDDDD

■200627■

[bl] hrj.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang