Episode 1

6.7K 320 13
                                    

Angin berdesir kencang. Iblis raksasa itu meraung marah, membuat tanah bergetar.

    "Sembunyi di belakang rumah itu!" Aku menarik lengan kedua sahabatku sepersekian detik sebelum semburan api iblis itu mengenai kami.

    Lingkaran api mengelilingi kami kurang dari satu menit.

    "Apa yang harus kita lakukan, Afya?" Zandar yanv ada di sampingku berseru dengan napas tersengal.

    "Kita harus melawan!" balasku, berusaha mengalahkan raungan sang iblis. "Kau ingat pesan Renesmee tiga tahun lalu, kan?"

    Zandar mengangguk.
  
    "Kita harus memenangkan perang ini! Jika tidak, keenam dunia akan kiamat sebelum waktunya!"

***

Waktu aku berumur empat tahun, aku sering berkunjung ke museum bersama orangtuaku. Sampai-sampai, aku selalu merengek hanya dibawa ke museum, bukan tempat lain. Hampir semua museum di kota sudah kukunjungi. Suatu hari, aku meminta kepada orangtuaku untuk dibawa ke museum tertua di kota. Gambar-gambar di museum itu yang tercantum di buku sejarah yang kubaca membuatku tertarik.
  
    Saat mobil sudah terparkir rapi, aku langsung turun dan berlari menuju pintu masuk. Orangtuaku panik mengejar di belakang. Aku sangat bersemangat waktu itu. Kami segera masuk setelah membayar tiket masuk. Masih teringat di benakku betapa megahnya museum tersebut.

    Di sana, banyak sekali barang antik yang terbuat dari emas dan perak. Topeng, patung, sampai pedang dipajangkan di dalam museum itu. Bahkan replika kapal perang dari zaman dahulu ada di sana.

    Saat sedang menyusuri bagian pedang, ada sebuah lorong dengan cahaya remang di sisi lain ruangan. Karena penasaran, aku pun pergi ke sana.

    Di ujung lorong itu ada ruangan yang menyimpan perhiasan dan permata berharga dari kerajaan zaman dahulu. Aku yang terpesona dengan keindahan tempat itu memutuskan untuk berlama-lama di sana.

    Tiba-tiba, terdengar suara lembut di telingaku. "Pewaris Kerajaan Zoltria telah tiba! Kami telah menunggu selama ribuan tahun, Tuan Putri." Suara itu menyapa. "Terimalah kalung yang diwariskan kepadamu, wahai Tuan Putri."

    Dari dalam kaca berpinggiran emas di depanku, keluar sebuah kalung. Kalung itu terbang ke arahku berselimutkan cahaya keemasan. Saat aku akan meraihnya, kalung itu terikat sendiri di leher mungilku.

    "Kalung apa ini?" tanyaku pada suara itu.

    "Kalung ini menyimpan kekuatan matahari dan cahaya murni. Tuan Putri akan mengetahui kekuatan sebenarnya dari kalung ini saat mencapai usia yang cukup dewasa."

    Suara itu lalu menjelaskan tentang kalung itu secara singkat. Kalung ini memiliki liontin berupa permata merah, berpadu dengan tali dan pinggiran emas yang membuatnya terlihat cantik.

    "Astaga, ternyata kamu di sini, sayang! Mama sama Papa sudah mencarimu ke mana-mana!" Mama muncul di bingkai pintu ruang perhiasan itu, dan langsung memelukku dengan rasa khawatir.

Sejak saat itu, Mama dan Papa jadi lebih protektif terhadapku. Mereka yang memilih tempat wisata yang akan dikunjungi. Dan anehnya, aku tidak pernah merengek lagi untuk pergi ke museum sejak kunjungan itu.

***

Saat aku kelas tiga, Mama dan Papa berencana untuk menghabiskan liburan akhir tahun di luar kota. Kali ini, mereka membiarkanku memilih destinasinya.

"Ada tempat yang mau kamu kunjungi, sayang? Mungkin festival di pinggir kota? Atau kebun binatang baru itu? Mama dengar, ada banyak satwa langka di sana."

"Tidak ada, kok, Ma." jawabku pendek.

"Ya udah." Papa bersuara setelah beberapa saat. "Kalau begitu, bagaimana kalau liburan ke pantai di kota sebelah? Papa dengar pantainya indah, dan ada villa di sana. Kita bisa menyewanya untuk beberapa hari."

"Boleh juga, Pa." Aku menjawab dengan senyuman tipis.

"Mama nggak keberatan." Senyuman menghias wajah Mama.

    Akhirnya, keluargaku pergi liburan ke pantai di kota sebelah selama dua minggu. Di sanalah kali pertama kekuatan itu muncul. Hari itu kami bermain di pantai, tidak menghiraukan matahari yang terik di atas kepala.
 
    "Ma, aku mau ke toilet dulu!" Aku memberi tahu.

   "Iya, jangan lama-lama di sana. Liburan ini masih panjang!"

    Aku mengangguk, mengambil topi lebar dari sandaran kursi rotan, lalu berjalan menuju villa dengan sendal jepit berpasir.

    "Sekalian basuh kaki, deh. Pasirnya mulai bikin gatal..," Saat hampir sampai, tiba-tiba kalungku bersinar.

    Kenapa kalungku bersinar? Aku bertanya dalam hati.

    Saat perhatianku ada di kalung, ada sea snake yang datang mendekat. Aku nyaris berteriak, tapi mulutku langsung bungkam.

    Ular itu semakin dekat, sekitar dua meter lagi dariku. Refleks, aku menutup mataku dengan tangan kiri dan tangan kananku terbuka, mengarah ke ular itu. Tiba-tiba, ada bola cahaya seperti matahari yang keluar dari tanganku, telak menghantam ular itu.

    Ular itu mental tiga meter dari tempatnya.

    "A-Apa yang sudah kulakukan?" Aku menatap bingung kedua tanganku yang bersinar redup.

Itulah kali pertama kekuatan itu muncul. Kekuatan yang tidak pernah berhasil aku mengerti hingga hari ini, kekuatan yang kurahasiakan dari siapa pun hingga usiaku dua belas. Aku tinggal mengangkat tangan dan terbentuklah bola cahaya di atas tanganku.

    Langkah awal yang membawaku menuju petualangan yang tidak bisa ditebak.

    Di dunia paralel.

***

Cerita ini sedang dalam tahap revisi untuk memperbaiki typo, kalimat-kalimat tidak efektif, dan kesalahan pengetikan lainnya.

Terima kasih sudah menekan tombol vote yang terus memberiku semangat untuk menulis serial ini.

Untuk pembaca baru, selamat datang. Cerita ini masih memiliki banyak kekurangan, karena aku masih dalam tahap belajar.

Please support me by vote and comment! {^~^}

TMA Series 1: TANAH ✔️ [SELESAI, TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang