Episode 46

560 66 0
                                    

Pertarungan yang kesekian kalinya meletus di lahan tandus.

"Lani! Zandar! Naik ke naga kalian!" teriakku, yang bisa didengar oleh kedua sahabatku itu. Mereka berdua mengangguk, segera berlari dan menaiki naga masing-masing, dan mereka diteleportasikan oleh Zandar keluar dari dalam kubah tameng transparan.

Naga mereka terbang mengambang di sisi kanan dan kiriku. Naga-naga kami serempak meraung kencang, mengeluarkan api panas dari mulut mereka.

Tapi serangan itu tidak mempan juga pada Pasukan Pohampto.

Api naga justru seperti bertemu dengan batu, muncrat kemana-mana. Membuat daerah sekeliling hangus.

Miss Anna, Elios, dan Panglima Keenam sejak tadi hanya menatap anggota tim mereka bertarung dari tempat masing-masing.

Tanpa berkedip.

"Kenapa kita sejak tadi berdiri di sini, ya?" batin ketiga orang yang sedikit polos ini.

Panglima Keenam menggaruk kepalanya yang tidak gatal, menatap heran pada dirinya sendiri. Menanyakan pada dirinya sendiri mengapa dia tidak melakukan hal lain setelah serangan pamungkasnya yang gagal.

***

"Jadi... Apa yang kita lakukan sekarang, kak?" sahut Elios, bertanya.

"Biarkan ketiga anak itu melakukan sisanya,"

Itu bukan jawaban Miss Anna. Dia dan Elios menoleh ke kiri dan kanan, melihat sang penjawab pertanyaan Elios.

"Se-sejak kapan kakek di sini?" tanya Miss Anna dengan wajah setengah terkejut dan bingung. Benar, sejak kapan Lucius berada di antara dirinya dan Elios?

"Sejak tadi." jawabnya singkat, tersenyum ramah. "Ini adalah satu dari sekian banyaknya 'karantina' untuk mereka agar dapat menghadapi perang sesungguhnya di masa yang akan datang."

"Ta-tapi," Elios memotong Lucius, dan segera dimengerti oleh Lucius.

"Aku tahu apa yang kau pikirkan, Elios. Mengapa kita tidak membantu mereka? Mengapa aku tidak membantu mereka lagi? Itu karena terkadang seseorang harus belajar dari pengalamannya tanpa adanya bantuan dari orang lain untuk berkembang. Menjadi lebih kuat, lebih baik dari sebelumnya."

Miss Anna dan Elios menatap Lucius tanpa berkedip—sedangkan Lucius sendiri menatap pertarungan yang terjadi di atas lahan tandus Lembah Kematian.

Suara berdentum terdengar begitu keras, diiringi percikan api di luar kubah tameng transparan yang terdapat tiga manusia dan dua naga di dalamnya.

Suatu kesatuan yang aneh terdengar di telinga orang normal, dan terdengar sangat biasa di telinga orang lain.

Di tempatku.

"Lani, sulur di arah jam lima!" sahut Zandar, menunjuk salah satu kelompok Pasukan Pohampto yang siap menembakkan petir biru dari tombak perak.

"Baik!" Lani membalas, mengangkat kedua lengannya. Kedua tangannya bercahaya ungu lembut dalam sekejap, dan sekejap berikutnya, sulur muncul dari dasar tanah kering. Tanah seolah meledak, dan melemparkan tanah-tanah yang membatu karena kering di udara.

Sulur-sulur itu mengambil beberapa personil Pasukan Pohampto, membuat mereka kewalahan. Tombak-tombak perak berjatuhan di atas tanah tandus.

"Aku tidak bisa menahan mereka terlalu lama!" Lani berseru, terlihat sedikit meringis sambil mengangkat kedua telapak tangannya yang bercahaya.

"Tidak apa-apa, tahan saja sebisamu, La!" sahutku sembari mengirimkan serangan bola cahaya dan api pada rombongan kecil Pasukan Pohampto di sisi lainnya. "Kita tidak bisa melawan mereka kali ini, fokus saja untuk kabur!"

TMA Series 1: TANAH ✔️ [SELESAI, TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang