Episode 47

546 67 0
                                    

Pertarungan di padang pasir semakin panas. Dua pemimpin pasukan sudah berhadap-hadapan, mulai mengeluarkan serangan. Apakah kali ini kami akan kalah sekali lagi?

"Tenang, kawan. Jangan menyemburnya dengan api," bisikku di telinga nagaku, diam-diam mengirimkan energiku padanya. "Orang jahat ini tidak bisa hangus—untuk sekarang."

"Semua sudah tahu kan apa yang harus dilakukan?" Lucius maju ke depan, kekuatannya sudah pulih. Tubuhnya kembali bercahaya, bajunya berkibar-kibar.

"Ya!" Teriak kami serempak.

"Buat dia lengah, jangan biarkan dia menyadari rencana ini! SERANG!!" Lucius segera menghilang dari pandangan kami, berteleportasi ke pasukan Pohampto untuk membeli sedikit waktu.

Naga-naga segera terbang dengan cepat, melesat di udara seperti misil menuju Panglima Keenam yang telah memasuki tingkat kekuatan keduanya.

"Hah, satu lawan lima? Sangat lemah." Panglima Keenam mengangkat tangannya ke depan, membuat tembok energi setinggi tiga puluh meter di depannya, memastikan agar tidak ada yang bisa menerobos.

Tapi dia telah tertipu. Tepat lima belas meter dari temboknya, kami semua menghilang dari pandangannya. Dia sedikit kaget, tapi tetap cepat tanggap. Splash! Kami muncul dari atas dan bawah dalam dua regu, siap meremukkannya dari dua arah. Secepat kilat, ia segera membuat tiga tembok lagi mengelilingi dirinya, memasukkan diri dalam kubus energi yang kokoh.

***

"Ya, dia masih bisa remuk di dalam,"

Aku melirik Elios di samping kanan. Sepertinya otak hebat kedua di pasukan kami memiliki rencana B. "Apa rencanamu kali ini, Elios?"

Semua menunggu beberapa saat, hingga akhirnya telepati tersambung kembali. "Kita harus mencari tahu kelemahan jubahnya itu, agar bisa mengalahkannya dengan telak."

Apa? Kelemahan jubah si Panglima? Bukankah baju yang tahan api itu sudah pasti tahan dengan apapun?

"Hei, aku baru ingat sekarang!" sahut Lani tiba-tiba dengan suara girang. "Air! Jubahnya tidak bisa terkena air!"

"Saat berjalan dalam kegelapan di ruangan inti kapal kubus, aku mendengar dua orang yang membicarakan setiap teknologi pakaian yang mereka miliki. Mereka menyebutkan bahwa teknologi itu memungkinkan pemakainya terlindungi dari elemen-elemen yang ada di Bumi, tapi sayangnya teknologi kain mereka belum bisa menangkal air dengan baik, sehingga bisa terjadi kerusakan."

Kami semua berseru senang dalam hati. "Bagus, La! Berkat kamu, kita tahu apa kelemahan si Panglima!"

***

"Hei, bapak tudung!" sahut Lani dari atas.

Panglima Keenam tersentak kaget, menoleh ke atas. Matanya melotot melihat naga yang sudah terbang di atasnya.

"Ba-bagaimana kau bisa melewati tembok energiku??!" teriaknya marah, mengepalkan tangannya.

"Mudah sekali," Zandar tersenyum riang, "Aku melihat ada burung yang melewati dinding energi itu, dan burung itu tidak terbentur ataupun pernah mengetahui ada tembok di situ.

"Aku mengambil kesimpulan bahwa semua yang sekarang di sini hanyalah sistem 'film kartun'. Jika tidak ada yang melihatnya, maka film itu tidak akan berjalan. Bahkan tidak perlu mempercayai keberadaannya."

"Intinya, kekuatanmu itu dasarnya adalah ilusi dan bayangan, bukan?" Aku berseru dari belakang si Tudung Hitam, membuatnya mematung.

Heh, kau terpojok.

"Dan sekarang karena kami mempercayai adanya tembokmu, kau tidak bisa mengendalikan semuanya! Kami juga bisa mengendalikannya!"

Panglima Keenam yang sudah merasa sangat bodoh berteriak marah, mengangkat kedua tangannya yang sudah diselubungi kabut yang seperti sarung tangan.

Dalam sekejap, muncul puluhan bola cahaya dengan energi kelam.

"KALIAN PIKIR BISA MEMOJOKKANKU?!" Bola-bola itu membentuk lingkaran di sekeliling Panglima Keenam, saling terhubung satu sama lain. "JUSTRU KALIAN LAH YANG TERPOJOK!"

Saat Panglima Keenam melebarkan tangannya ke samping, bola-bola itu terhubung dalam satu garis, mengeluarkan petir dan kilat yang menyambar ke sembarang arah.

Naga-naga kami dengan gesit terbang menghindar, naik, turun, hingga petir itu hilang. Tapi sayangnya, sayap naga Lani terkena sambaran petir, yang membuat lubang gosong di tengahnya. Lani dan naganya terombang-ambing, dan jatuh di atas lantai energi. Aku segera berteleportasi bersama Zandar ke tempat Lani.

"La, kamu tidak terluka?" Tanyaku khawatir, memegang kedua pundaknya. Lani tanpa menghiraukanku segera turun dari punggung naganya dan berjalan menuju sayap kanan naganya.

"Oh, kawan, bertahanlah sedikit lagi. Aku akan menyembuhkanmu." Lani nyaris menangis, sembari mulai menyembuhkan sayap naganya dengan sangat cepat. Kemampuannya sudah meningkat pesat.

"Tenanglah, Lani. Dengan bantuanmu, regenerasi sayapnya akan lebih cepat, tapi akan butuh waktu untuk sayapnya agar pulih," Elios berkata pelan, berusaha menenangkan. "Sementara kamu memulihkannya, kami akan mengurus biang kerok itu."

"Kau tahu? Bahkan kakekmu sudah memulainya," Zandar bergumam, tertawa menunjuk ke bawah.

Di bawah sana, ratusan meter Lucius sudah selesai "membantai" sisa Pasukan Pohampto, masuk ke dalam tanah.

Eh? Kenapa masuk ke dalam tanah? Sebelum aku sempat bertanya pada yang lain, kakekku itu menunjukkan satu lagi kekuatan lainnya, dan mungkin trik favoritku.

Golem.

"Golem Api!" teriakku penuh takjub. Kakek bisa membuat golem dari elemen? Keren!

Golem itu menghilang dari bawah sana, dan muncul tepat di depan kami. Golem setinggi sepuluh meter, dengan badan yang terbuat dari batu dan lahar api yang tampak di cela-celanya. Menakjubkan.

"Golem, serang!" Perintah Lucius di dalam golem itu, dan dengan cepat melesat ke arah Panglima Keenam.

BAAM!
***

Please support by vote and follow! {^~^}

TMA Series 1: TANAH ✔️ [SELESAI, TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang