Episode 10

1.1K 122 1
                                    

Selama waktu jam istirahat kedua, tidak banyak yang kami lakukan. Kami hanya pergi ke kantin, membeli cemilan kecil, dan kemudian kembali ke kelas. Peristiwa di kelas pada saat-saat terakhir ulangan dadakan SBK tadi membuat kami tidak ingin meninggalkan kelas terlalu lama.

    Pada saat jam istirahat kedua, kelas kembali kosong. Menyisakan aku, Lani dan Zandar di dalam.

    Zandar kembali mendekatkan kursinya ke meja kami lagi saat tidak ada murid lain di kelas selain kami.

    "Sekarang aku yang akan memintamu memperlihatkan kekuatan salah satu dari kalian." Aku melipat tanganku, menatap lamat-lamat Lani dan Zandar satu per satu. Mereka hanya terlihat gugup, terutama Lani.

    "Baiklah. Aku yang akan memperlihatkan kekuatanku kali ini." Lani mendekat kepadaku. Zandar langsung menatap Lani dengan mata berbinar-binar, termasuk diriku.

    "Jadi, sesuai penjelasan Elios tadi, aku memang bisa menyembuhkan seseorang. Aku rasa kekuatanku hanya cukup untuk satu orang saja saat ini. Tetapi, Elios melupakan satu hal kecil—lebih tepatnya, dia belum tahu kekuatan penyembuhku bisa sampai menyembuhkan apa," Lani tertawa kecil.

    Aku menoleh melihat Zandar. Zandar mengangkat alis mata kanannya. Apa maksud Lani dengan 'hal kecil' yang dia katakan? Demikian maksud ekspresi Zandar.

    "Aku tidak hanya bisa menyembuhkan manusia, tetapi aku bisa menyembuhkan tumbuhan." Lani berseru riang. Aku hanya menganga melihat Lani. Dia bisa menyembuhkan tumbuhan? Bukankah tumbuhan tidak pernah sakit seperti makhluk hidup yang lain?

    "Maksudmu kamu bisa menghidupkan tumbuhan yang sudah mati?" Aku bertanya, memastikan.

    "Tidak, aku tidak salah kata. Aku memang bisa menyembuhkan tumbuhan, Afya."

    Zandar menggaruk rambutnya yang tidak gatal—kebingungan dengan perkataan Lani. Apa maksud perkataan Lani? Bukan-   kah tumbuhan tidak pernah sakit?

    Untuk menjawab kebingungan kami berdua, Lani beranjak berdiri, mengunci pintu kelas sekali lagi,  lalu berjalan mendekati salah satu tumbuhan di kelas kami yang sudah "sekarat" karena tidak pernah terkena sinar matahari semenjak berada di pojok kelas yang gelap.

    Aku masih bingung melihat Lani berjalan menuju tanaman "sekarat" itu. Zandar menoleh dan mengangkat tangannya dan mendekatkannya ke wajahku. Dia mengangkat daguku. Aku menoleh kepadanya.

    "Nanti ada lalat yang masuk, baru tahu rasa." Zandar tertawa. Aku melotot. Itu tidak lucu! Aku berseru dalam hati.

    Melupakan Zandar, aku kembali menatap Lani yang sudah berdiri tanpa suara di samping tanaman sekarat itu. Lani pun berlutut di samping tanaman itu dan kemudian menyentuh salah satu daunnya. Lani menutup matanya, berkonsetrasi. Satu detik, dua detik, belum ada yang terjadi. Tiga detik, lima detik, Lani masih saja memejamkan matanya. Enam detik, sembilan de-     tik, tangan Lani mulai bercahaya di pojok kelas yang cukup gelap itu. Sepuluh detik, tanaman "sekarat" itu mulai bercahaya. Cahaya yang berasal dari tangan Lani itu merambat dengan cepat ke seluruh tubuh tumbuhan itu, membungkusnya dengan cahaya. Seperti selimut.

    Tanaman itu bersinar selama lima detik. Cahaya yang ada pada tumbuhan itu mulai memudar dari ujung atas tumbuhan itu.

    Aku dan Zandar terkesiap!

***

Lihatlah, tumbuhan itu kembali seperti sedia kala! Daun-nya kembali menjadi warna hijau terang, tanah yang ada di dalam pot itu kembali berhumus dan berwarna coklat tua dengan sedikit hijau. Ini sangatlah menakjubkan. Cahaya yang ada di tangan Lani perlahan menghilang. Lani membuka matanya kemudian menoleh ke arah kami, lalu tertawa riang. Aku kembali menganga.

TMA Series 1: TANAH ✔️ [SELESAI, TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang