Episode 4

1.6K 139 0
                                    

"Cepetan, La! Lima menit lagi bel pelajaran pertama!"

Lamgkah kami semakin cepat, terburu-buru karena Miss Anna.

Miss Anna seorang guru biologi, guru pelajaran kesukaanku. Dari sudut pandangku, Miss Anna itu tipe equivalent exchange. Jika kau bersikap baik, dia akan lebih baik. Tapi jika kau bersikap buruk, dia bisa lebih dari itu. Ada saat ketika Miss Anna bergurau, murid-muridnya akan tertawa. Tapi jika waktunya untuk serius, seisi kelas akan hening seperti suasana gurun pasir di Afrika.

Sampai juga! Saat kami akan masuk ke dalam kelas, ada seseorang yang berjalan dari belakang kami dengan dentakan sepatu yang sangat familiar.

"Lani, Afya, kenapa kalian ada di luar kelas saat bel berbunyi?"

Badanku perlahan berbalik, menelan ludah dengan keras. Tamatlah riwayat kami!

"Lho, tapi bel masuk belum berbunyi—"

    TENG! TENG!

Bel berbunyi sebelum Lani belum menyelesaikan kalimatnya. "Miss Anna..."

"Kalian berdua, jangan masuk ke kelas. Tetap berada di luar kelas selama jam pelajaran biologi."

Tetap berada di luar? Ini akan menjadi tiga jam yang panjang. Aku dan Lani mengangguk, pasrah dengan nasib.

    "Siap! Berdiri!" Ketua kelas memberi aba-aba kepada seluruh murid saat Miss Anna memasuki ruang kelas.

    "Beri salam!" Aba-aba kedua dari ketua kelas.

"Selamat pagi, Miss Anna!" Para murid di kelasku berseru serempak. Miss Anna membalas salam itu.

"Baiklah anak-anak, naikkan buku PR kalian. Ibu akan memeriksa." Miss Anna memberi perintah. "Yang tidak mengerjakan PR, berdiri di luar kelas!"

Padahal sudah kukerjakan di hari PR itu diberikan... Usahaku sia-sia saja.

"Syukurlah, aku belum kerja PR nya, bukuku juga ketinggalan di rumah." Lani menghembuskan nafas lega sambil mengelus dada.

Beberapa menit kemudian, keluar dua orang lagi dari kelasku. Zandar melangkah dari kelas bersama Jayden.

Zandar berhenti lalu berdiri di sampingku. Sedangkan si pendiam itu langsung berdiri tepat di samping pintu kelas.

"Kenapa lagi?" tanyaku, menoleh ke Zandar.

Gelak tawa Lani terdengar. Aku menyikutnya, menggeleng pelan.

Aku lupa ada PR jadi belum kukerjakan. Miss Anna langsung menyuruhku keluar bersama Jayden." Zandar menjawab dengan suara serak.

    "Kok bisa?" balasku.

"Ada banyak masalah selama seminggu terakhir, Afya." Zandar pun menjelaskan masalahnya secara panjang lebar.

"Oh, begitu." Aku dan Lani menjawab serempak.

Ada satu hal yang membuatku heran. Si anak pendiam itu masih saja berdiri di dekat pintu kelas selama sepuluh menit tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun.

"Hei, Jayden!" Aku berseru memanggilnya. Jayden menoleh, menatapku beberapa detik.

"Eh, umm... Ke-kenapa hanya berdiri saja di sana?" Aku masih canggung berbicara dengannya. Dia jarang berbicara di kelas. Bahkan, menurut pengakuan sekretaris kelas, Jayden hanya berbicara paling banyak tiga kali dalam sehari. Aku saja tidak pernah mendengar suaranya.

Jayden tidak menjawab. Ia menoleh lagi, kembali ke posisi awal berdiri tegak di samping pintu masuk ke kelas, tidak mengeluh. Kakinya seperti terbuat dari batu saja.

TMA Series 1: TANAH ✔️ [SELESAI, TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang