Aku membayangkan, bagaimana kalau kita adalah dua pemuda biasa yang bertemu di sebuah kafe karena takdir. Apakah kau juga akan tetap jatuh cinta kepadaku?"Lelah?"
Aku kabur ke kamar Jinyoung setelah bosan bermain game bersama Daniel Hyung dan Woojin. Kalau aku tau Daehwi tidak di dorm dari tadi mungkin aku akan memilih bersama Jinyoung dari pada berada di kamar.
Jinyoung mengalihkan pandanganya dari ponsel. "Kenapa Hyung kemari?" Jinyoung menepuk-nepuk kasurnya, mengisyaratkan agar aku ikut duduk bersamanya.
"Aku merindukanmu, apa kau tidak lelah? Apa kau mengantuk?" tanyaku sembari bersandar di bahunya.
Aku mendengar tawa kecil Jinyoung, dekat sekali di telingaku. "Tidak biasanya, kenapa?"
"Apa aku tidak boleh mengkhawatirkan pacarku sendiri?" aku merengut.
Jinyoung mencubit hidungku pelan, malah terasa sangat lembut karena kulitnya yang hangat, "Habisnya, Hyung hari ini bekerja dengan sangat keras. Harusnya aku yang mengkhawatirkanmu," Jinyoung menarik tubuhku mendekat dan memelukku dengan erat, saat-saat paling aku suka ketika kami berada di dorm.
"Kau juga terlihat sangat tampan hari ini. Dengan tampilan formal, kau membuatku tertawa awalnya, tetapi aku tidak menyangka kau akan menjadi sangat tampan lebih dari biasanya," aku merasakan kecupan di puncak kepalaku.
Jinyoung tertawa, renyah seperti biasanya. "Hyung, sepertinya kau benar-benar sudah jatuh terlalu dalam oleh pesonaku."
Aku mendelik, membiarkan dia menyombongkan dirinya karena memang itu kenyataannya. "Ah padahal aku tadi sedang men-charge energiku," aku menatapnya tidak mengerti.
"Aku sedang menonton video kita tadi, Hyung tampan sekali. Seperti barista sungguhan," Jinyoung menyalakan ponselnya, memperlihatkan beberapa video di layar ponselnya kepadaku.
"Aku memang pernah mencoba menjadi seorang barista," ucapku membanggakan diri.
Jinyoung melonggarkan pelukannya, menatapku dari samping. "Benarkah?" aku mengangguk bersemangat menjawab pertanyaannya.
"Kenapa kau tiba-tiba tersenyum seperti itu?" tanyaku ketika dia menatapku lekat dengan senyum miringnya.
"Aku hanya membayangkan kalau Hyung benar-benar seorang barista," Jinyoung kembali menatap ponselnya membuatku ikut melirik layar yang sedang menampilkan video kami berdua itu.
"Kalau saja kita tidak bertemu di acara itu. Kalau saja kita bertemu di cafe tempat Hyung bekerja, apa kau juga akan jatuh cinta padaku seperti sebelumnya?"
Pertanyaan Jinyoung membuatku ikut membayangkan hal itu. Aku ingat dulu pernah membantu temanku di cafenya, mengamati orang-orang yang datang, berbeda-beda setiap saatnya. Apa aku juga akan jatuh cinta jika itu Jinyoung? Apa aku juga akan terpana jika wajah yang aku lihat tengah memasuki cafe tempatku bekerja adalah wajah tampan Jinyoung?
"Aku mungkin juga akan jatuh cinta, seperti aku jatuh cinta padamu ketika pertama kali melihatmu," tanpa sadar aku mengucapkannya, karena aku tetaplah aku yang tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Jinyoung sejak pertama kali aku melihatnya. Dan Jinyoung tetaplah Jinyoung dengan ketampanan yang tidak bisa aku hindari.
"Haaah."
Aku menoleh ketika merasakan hembusan nafas panjang Jinyoung. "Kenapa?" tanyaku heran.
"Aku ingin menerkammu, Hyung."
Aku melotot kaget, tidak percaya dengan ucapan yang dilontarkan mulut Jinyoung. "Jangan mengada-ngada," aku menudingnya dengan tatapan kesalku.
"Tapi Hyung selalu membuatku gemas," Jinyoung memelukku erat, mengubur wajahnya di leherku.
"Jinyoung! Ingat terkhir kali kau melakukan hal yang tidak-tidak dan apa yang terjadi, ingatlah besok kita punya jadwal dan aku tidak mau ada tanda aneh-aneh di tubuhku seperti waktu dibandara kemarin lagi," aku mencoba mendorong tubuhnya tapi kekuatanku tidak cukup untuk menandinginya.
Tubuhku meremang ketika dia mengecup leherku kemudian melepaskan pelukannya, "Aku tau, tidak perlu diingatkan lagi," dia menatapku dengan pandangannya cemberut.
"Maafkan karena kita tidak bisa melakukan seperti apa yang pasangan lain lakukan," aku menyentuh pipinya yang semakin tirus.
Jinyoung tersenyum, membuatku ikut tersenyum. "Ah andai kita cuma pasangan biasa. Andai Hyung hanya barista biasa dan aku akan menjadi pelanggan setia yang akan menungguimu selama kau bekerja, kemudian kita akan menghabiskan malam bersama."
Aku terkekeh, mendengar pemikiran aneh Jinyoung. "Lalu kau? Tidak bekerja sama sekali?" aku menyentil hidungnya yang berkerut.
"Ah benar juga, aku juga harus menafkahimu nanti ketika kita sudah tinggal bersama," dia melihatku dengan wajah yang terlihat tengah memikirkan bahwa apa yang dia bayangkan adalah masalah yang serius.
"Sudahlah, aku tetap suka kita yang seperti ini. Aku suka kita berada di group yang sama, aku tetap suka karena bisa menghabiskan waktu seperti ini bersamamu kapanpun aku mau," dia tersenyum di sela-sela ucapannya.
"Astaga, aku semakin mencintaimu," aku memeluknya erat
"Tidur denganku malam ini ya Hyung," Jinyoung ikut membalas pelukankanku.
"Lalu Daehwi?"
"Aku akan memintanya tidur di kamarmu."
"Hmm baiklah, aku juga merindukanmu."
PS : aku keknya kena author block :( jadi maap kedepannya aku beneran ga nongol di wp
![](https://img.wattpad.com/cover/145218555-288-k181331.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
He is My Boyfriend [Complete]
Nouvelles13 Reasons Why (Season1) - Complete ✔ 13 Reasons Why (Seaons2) - No Other - Complete ✔ 13 Reasons Why (Seaons3) - Because He is My Boyfriend - Complete ✔️ Cuma kisah-kisah kecil sepasang kekasih Jinyoung dan Jihoon saat jadi member Wanna One