Jihoon terbangun dengan muka memerah. Tubuh polosnya berbalut selimut tebal, juga sentuhan hangat Jinyoung yang masih terlelap dalam tidurnya.Mata Jihoon mengabsen semua sudut wajah kekasihnya sembari mengagumi dalam hati agar tidak mengganggu tidur nyenyak Jinyoung.
Bulu mata Jinyoung bergerak, tidurnya tetap terusik karena terpaan nafas panas Jihoon di wajahnya. Jihoon terkesiap, berkedip beberapa kali menunggu reaksi Jinyoung saat membuka mata.
Pemuda berkepala kecil itu tersenyum, lebar sekali.
"Pagi."
Gumaman dengan suara serak itu membuat Jihoon meremang, seksi sekali-batinnya.
Jinyoung menunggu, kekasihnya masih belum pulih dari kekaguman. Lagi pula siapa yang akan kuat disuguhkan pemandangan indah seperti sekarang? Jinyoung yang bangun tidur dengan rambut yang berantakan, tubuh yang mengkilap bekas keringat mereka semalam, dan pemuda itu dalam mood yang sangat bagus karena tidak bisa menghentikan senyumnya sedari tadi.
"Jangan tersenyum seperti itu," Jihoon memberengut, dengan muka yang sangat manis.
Jinyoung tertawa kecil, tampan sekali. "Apa aku terlihat terlalu tampan? Tapi mau bagaimana lagi aku tidak bisa menghentikannya, Ji. Bagaimana ini?"
Jihoon melotot dan memukul dada kekasihnya kesal. "Kenapa kau jadi tidak sopan? Panggil aku dengan sebutan Hyung lagi," mulutnya mengerucut.
Jangan salahkan Jinyoung yang dengan cepat mengecup bibir merah itu. "Tidak bisa, sejak semalam. Aku tidak bisa memandangmu sama lagi, Ji."
Jihoon mendelik, malu sekaligus kesal karena kekasihnya yang berubah sok dewasa. "Jangan mengungkitnya atau aku akan menjauhimu," Jihoon mengancam, tetapi mukanya memerah malu.
Jinyoung tersenyum miring, menarik tubuh Jihoon lebih dekat ke arahnya. "Tidak bisa, Ji. Aku bahkan tidak yakin mulai sekarang aku bisa jauh-jauh darimu," Jinyoung berucap lembut, tepat di daun telinga Jihoon yang memerah.
Tubuh Jihoon menegang saat bibir Jinyoung mengecup daun telinganya, menggigit kecil. "Berhenti, Baee. Geli."
Seolah tidak peduli, Jinyoung masih bermain dengan daun telinga Jihoon, sesekali menjilat benda lunak itu.
Jihoon pusing, dengan sisa-sisa kekuatan dia mendorong Jinyoung keras. Matanya melotot ke arah Jinyoung kemudian mengambil bantal untuk menutup wajahnya.
"Aku malu, bodoh!"
Teriakannya terhalang bantal, namun Jinyoung tau tubuh Jihoon benar-benar memerah.
Jinyoung tertawa, keras, dan terlihat sangat bahagia, tanpa mendekati Jihoon yang masih mencoba membentengi dirinya dengan bantal.
Beberapa saat, tawa itu tidak berhenti membuat Jihoon menurunkan bantalnya sebatas hidung, menatap Jinyoung yang bertelanjang dada itu masih tertawa bahagia.
"Apa?" tanyanya galak.
Jinyoung mengatur nafas sembari mencoba meredakan tawa bahagianya. "Ji bagaima ini?"
"Kenapa?" wajah Jihoon melunak ketika Jinyoung menatapnya dengan pandangan putus asa. Pemuda itu heran dengan mood kekasihnya yang gampang sekali berubah-ubah.
"Setelah ini aku harus bagaimana? Aku bahkan tidak yakin bisa menjauh darimu sedetikpun."
Jihoon merinding, masalahnya Jinyoung benar-benar serius. Wajahnya tidak bercanda, pemuda itu frustasi seolah hal itu benar-benar menjadi beban yang tidak bisa ia tanggung.
"Jangan berlebihan, Bae. Kita tentu saja tidak bisa," Jihoon menyentuh jemari Jinyoung dan menautkan dengan miliknya.
"Kau jadi begitu indah, Ji. Sangat indah dan semakin indah di mataku, berpuluh kali lipat," jemari tangan Jinyoung yang bebas meraih jemari Jihoon yang bertautan dengan miliknya, mengusapnya penuh sayang.
"Dan saat aku semakin merasakannya, aku semakin takut. Jika kita semakin jauh akan ada yang mampu menggantikan tempatku."
Jihoon tidak suka, sangat tidak suka pemikiran Jinyoung. "Kenapa kau berfikir terlalu jauh?" ucapnya kesal.
"Karena aku ingin memilikimu sejauh mungkin, selama mungkin, seumur hidupku," Jinyoung membalas dengan lebih frustasi.
Cintanya untuk Jihoon tumbuh begitu besar, memberatkan seluruh relung hatinya dan dia ingin semakin kuat untuk mampu membawanya kemanapun dia pergi.
"Maka dari itu jangan pergi. Tetap disini, di tempatmu. Aku sudah memberikan semuanya, dan kau sudah memiliki semua dariku. Aku mempertaruhkan hatiku dan tubuhku agar kau tidak merasa takut, bahwa aku akan pergi. Karena bagaimanapun aku masih di sini. Kita masih di tempat yang sama, Bae. Bersama."
Jinyoung menarik nafas berat kemudian menarik kekasihnya untuk masuk ke dalam pelukan hangat pemuda itu. "Maaf, maaf untuk kembali seperti ini."
Jihoon mengusak rambut Jinyoung pelan. "Tidak apa-apa, kau sudah melakukannya dengan baik."
"Ayo tidur lagi, kita baru tidur beberapa jam. Sebelum yang lain meminta kita untuk kembali ke asrama."
Jinyoung mengangguk menjawab ucapan Jihoon. "Hmm, aku mencintaimu," bibirnya mengecup bibir Jihoon cepat kemudian tersenyum dan menarik tubuh Jihoon untuk ikut terjatuh di ranjang.
"Aku juga mencintaimu, dan selamat pagi," Jihoon terkekeh sebelum membenamkan wajahnya di dada Jinyoung, mencari posisi paling nyaman untuk kembali ke dunia mimpinya.
Aku belum bisa up moment yang baru karena belum tau mereka ke sana mau ngapain dan dari pada ntar ceritanya ngaco, aku up ini aja :* nanti pasti aku bikinin moment mereka yang lain.
selamat bahagia deepwink shipper
KAMU SEDANG MEMBACA
He is My Boyfriend [Complete]
Conto13 Reasons Why (Season1) - Complete ✔ 13 Reasons Why (Seaons2) - No Other - Complete ✔ 13 Reasons Why (Seaons3) - Because He is My Boyfriend - Complete ✔️ Cuma kisah-kisah kecil sepasang kekasih Jinyoung dan Jihoon saat jadi member Wanna One