☔ Bab 2 - Haruskah Membuka Kotak Ini? ☔

44 11 6
                                    

📖 Happy Reading 📖

Seusai dari kampus Rain langsung menuju kafe. Ia tidak pulang ke rumah terlebih dahulu karena akan memakan banyak waktu. Bisa-bisa ia terkena semburan naga yang marah.

Rain berjalan untuk sampai ke kafe tersebut karena cuaca yang sangat mendukung. “Syukurlah hari ini tidak hujan,” lirih Rain sembari melayangkan tangan di udara untuk meresapi angin yang melintas.

Di dalam kafe tidak terlalu ramai seperti biasa. Mungkin sebentar lagi saat menjelang sore. Rain langsung memasuki ruangan berganti pakaian. Ia menggantinya dengan baju khusus waiters.

Baru saja Rain keluar sudah ada yang menyuruhnya melayani pelanggan. “Rain, tolong antarkan kopi ini ke meja nomor 9,” titah seorang wanita dengan tinggi semampai. “Baiklah.” Rain mengambil alih nampan di atasnya tertera segelas kopi yang masih mengepul.

Rain berjalan hati-hati agar pesanan pelanggan sampai dengan aman. Pelanggan ini selalu datang di jam yang sama setiap harinya dan memesan meja di pojok kanan berdampingan dengan dinding kaca sekaligus menyuguhkan pejalan kaki yang berlalu-lalang.

Rain menaruh segelas kopi tersebut di atas meja tepatnya di hadapan pria yang memakai hoodie berwarna hitam. “Ini kopi pesanan Anda. Selamat menikmati.” Rain undur diri setelah menyimpan kopi tersebut.

Jam yang bertengkar di pergelangan tangannya menunjukkan pada angka 10 dan kini saatnya ia harus pulang. Meja dan kursi telah dibereskan, lantai serta dinding sudah dibersihkan, apa lagi yang kurang? Tentu saja sudah selesai semuanya.

Sedari tadi Rain khawatir dengan Kuchi yang berada di rumah sendirian dan dipastikan sedang kelaparan sekarang karena ia lupa menaruh makanan.

Saat dalam perjalanan ke rumah Rain menyempatkan diri pergi ke toko makanan khusus hewan karena ia sudah berjanji akan membelikan makanan yang lezat saat pulang bekerja untuk Kuchi.

Ketika Rain berjalan menuju halte bus ada seseorang yang menabraknya dari arah depan. Murni, ini bukan kesalahan orang di hadapannya. Karena saat berjalan sambil mengotak-atik benda pipih berbasis android.

“Maafkan aku. Aku tidak sengaja,” tutur Rain merasa menyesal seraya membantu mengambil barang-barang yang berjatuhan milik orang itu.

“Tidak apa-apa. Lain kali kau harus berhati-hati lagi.” Terdengar jelas suara bariton dari sosok di hadapannya.

Keduanya berdiri tegak dan saling bertukar tatapan canggung. “Sekali lagi maafkan aku.” Rain mengulas senyum sebagai permohonan maaf.

“Iya. Aku permisi dulu.” Lelaki yang memakai jaket ber-hoodie itu membungkuk dan berlalu pergi meninggalkan gadis lugu yang masih mematung di trotoar jalanan.

“Eoh ... bukankah ini milik pria tinggi tadi.” Rain memungut secarik kertas kecil dari bawah. Ia membolak-balikkan kertas berwarna putih tersebut lalu sedikit membacanya.

“Ternyata ini kartu nama milik pria baik hati itu. ‘Kanopy’, nama yang sangat unik. Whoa! Dia juga seorang dokter hewan.” Rain memasukkan kertas tersebut ke dalam saku jaketnya.

☔☔☔

Cklek!

Rain baru saja membuka pintu rumah. Keadaan di dalam sangat gelap gulita ditambah karena hari sudah malam. Kemudian ia meraba-raba saklar lampu. Tak butuh waktu lama untuk menerangi seluruh ruangan di rumah ini. Penerangan yang cukup sempurna.

Tiba-tiba Kuchi berlari dari arah dapur dan memasang ekspresi menggemaskan layaknya manusia yang merindukan orang kesayangannya.

“Aku punya sesuatu untukmu. Taraaa!!” Rain mengangkat satu kantong makanan yang dibelinya tadi. Kuchi langsung berputar-putar sepertinya ia sangat senang dengan hadiah yang dibawa oleh tuannya.

Gadis itu melangkah menuju dapur untuk memberikan makan Kuchi. “Sekarang kau makanlah! Aku akan mandi dulu,” ujar Rain meninggalkan hewan peliharaannya.

Dia membuka pintu dengan malas-malasan. Sekilas matanya langsung tertuju pada kotak misterius yang didapatinya pagi tadi. Lalu Rain mengambil handuk dan berjalan menuju kamar mandi tanpa berniat membuka kotak yang entah apa isinya.

Kini Rain sudah segar, tapi tatapannya kembali lesu setelah mengingat ada tugas kuliah yang belum sempat dikerjakan. Lantas ia membuka buku yang dipelajari tadi siang.

Selanjutnya ia membuka laptop dan jari-jarinya bermain gencar di atas keyboard dan menghasilkan huruf-huruf yang merangkai sebuah kata, kemudian kalimat, dan paragraf.

Sebentar Rain merenggangkan jari-jari tangannya dan otot leher yang sudah tegang serta pinggang yang nyeri. Ekor matanya menangkap keberadaan kotak yang bertengker di atas nakas sedari tadi mampu mencuri perhatian dari gadis yang memiliki manik berwarna hitam.

Pijakan kakinya menuju tempat kotak tersebut. Rain mengambilnya dengan perasaan waswas lalu duduk di pinggir kasur. Tangannya mulai bergerak akan membuka penutup kotak itu. Sejenak niatnya urung dilakukan.

Kedua tangannya menjauh dari kotak tersebut. Bisikan-bisikan yang menyuruhnya membuka kotak tersebut terdengar samar di lubang telinga.

“Haruskah aku membuka kotak ini?” Rain bertanya pada dirinya sendiri.

Tangannya kembali menyentuh penutup kotak dan ia juga sudah mengumpulkan energi keberanian. Namun, jantungnya berpacu lebih cepat dari yang dikira.

Rain menggelengkan kepalanya dan menyimpan kembali kotak tersebut ke atas nakas. Mentalnya tak cukup untuk sekadar membuka kotak aneh tersebut. Ia sangatlah berhati-hati dalam melakukan segala hal.

Gadis itu lebih memilih berbincang-bincang hangat dengan tugasnya yang belum kelar jua. Ketika ia menengok di pojok kanan bawah laptopnya terlihat angka 11.30.

Ini sudah hampir larut malam, tapi dirinya belum juga mengatupkan mata. Rain menggeliat malas setelah membereskan alat-alat belajar dan menghamburkan badan di atas kasur yang sedari tadi melambai-lambai meminta ditiduri.

Sekejap matanya kembali tersibak lalu menoleh ke samping kanan. Kotak tersebut masih setia ditempatnya. Rain kira kotak itu akan berubah wujud menjadi pengeran tampan yang ia lihat di dalam drama-drama favoritnya.

“Waktunya tidur. Jangan memikirkan hal-hal aneh. Mana mungkin dari dalam kotak keluar pangeran tampan,” gumamnya lalu menutupi seluruh tubuh dengan selimut bermotif bunga.

Sekali lagi Rain menyingkirkan selimut yang sempat menghangatkan tubuhnya. Lalu ia bangkit dari posisi berbaring dan memandang kotak yang menggoda pikirannya beberapa kali terakhir. Sungguh menyebalkan pikirnya.

“Sebenarnya apa isi kotak ini?” Mana mungkin Rain menemukan jawaban atas pertanyaannya itu. Jika ia terus saja menggagalkan niatnya untuk membuka kotak misterius itu.

Rain merampas kotak tersebut dengan gerakan kasar. Ia merasa kesal sendiri dibuatnya. “Dasar kotak sialan membuatku penasaran saja,” cibir Rain mengumpat benda mati dipangkuannya. Tanpa menunggu lama lagi dengan gerakan cepat ia membuka kotak tersebut.

Kini ia dibuat terperangah dengan isi kotak itu. Matanya terbelalak seperti akan keluar lalu mulut sedikit terbuka, dan pikiran-pikiran tak jelas bersemayam di dalam nalarnya.

“Jadi dari tadi yang membuat penasaran di dalam kotak ini hanya sebuah poster,” gumam Rain seraya membentangkan poster yang baru saja diambil.

“Sungguh aneh sekali isinya.” Rain terkekeh setelah melihatnya dan kembali berujar, “Andai saja sosok di poster ini menjadi nyata.” Ia mulai memenuhi otaknya dengan segudang khayalan.

Di dalam poster itu terlukis perawakan gagah dengan wajah tampan rupawan dan mata tajam, hidung bangir, serta bibir menggoda. Tak lupa pakaiannya yang serba hitam menambahkan kesan misterius, tapi tetap memikat hati.

Kemudian Rain memajangkan poster tersebut di dinding kamarnya. Ia sedikit menjauh dari poster dan memandang lekat-lekat wajah memukaunya. Ia menampar pipinya sendiri untuk tersadar dari dunia fantasi.

Rain menutup kembali kotaknya lalu menyimpan di pojok dekat almari. Ia harus menuntaskan acara tidurnya yang sempat tertunda karena gangguan dari kotak itu.

Sekarang kotak itu takkan membuat pikirannya penasaran lagi. Beberapa menit kemudian Rain sukses pergi ke alam bawah sadar.

☔☔☔

Cianjur, 12 September 2018

My RainyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang