📖 Happy Reading 📖
Kemarin sore hingga malam hujan melanda bumi. Maka saat itu pula Welkin pergi menuju langit ke tujuh. Namun, ketika berada di sana ia merasakan nyeri lagi di bagian dadanya. Entah apa yang akan terjadi.
Selesai dari urusannya di sana Welkin langsung bertransformasi lagi melalui hujan. Sesampainya di rumah keadaaan begitu sepi seperti tidak ada penghuninya. Lantas ia berjalan menuju dapur.
Welkin mendapati Kuchi yang sedang menjilat-jilati wadah makanannya yang habis. “Kau masih lapar, Kuchi?” tanyanya mengakbrabi keberadaan kucing tersebut.
Ia pun memberikan makanan pada Kuchi dengan senang hati karena sudah tidak alergi bulunya lagi. “Ke mana tuanmu?” Matanya diedarkan ke seluruh sudut ruangan.
“Meow ... meow .... “ Seperti biasa Kuchi hanya mengeluarkan suara itu.
Kakinya kembali melangkah menuju kamar Rain. Tak ada tanda-tanda keberadaannya. “Ke mana dia? Apakah sudah berangkat ke kampus atau ke cafe?” Welkin mendekati jendela kamarnya.
“Aw!” rintihnya langsung meraba bagian dada. “Ada apa ini?” Ia mencoba duduk di kursi dengan tubuh terhuyung.
“Pasti terjadi sesuatu yang buruk pada Rain,” ucap Welkin seraya mengatur napasnya yang sesak.
Ketika matanya terpejam ia memperoleh kepingan memori yang menyakitkan. Lalu memegangi kepalanya supaya rasa sakit itu sedikit berkurang. Welkin beranjak dari duduknya lalu berdiri meskipun tidak tegak dan berjalan keluar kamar.
“Aku harus segera menemukan dan menolongnya dari bahaya yang mengancam,” gumam Welkin dengan perasaan takut.
☔☔☔
Sang mentari muncul tampak malu-malu di balik bongkahan mega putih. Kicau burung yang riang dapat membangunkan Rain dari tidur nyenyaknya. Ia membelalakkan mata lalu melihat ke sekitar.
“Ah! Aku berada di rumah Kanopy lebih tepatnya di kamar miliknya,” ujar Rain lalu menyibakkan selimut dan duduk di pinggir kasur.
Kedua manik matanya berjalan-jalan memerhatikan setiap inchi yang ada di kamar lelaki yang sudah menolongnya dari guyuran hujan lebat.
Lantas kedua bola matanya berhenti dan terpaku pada sebuah foto dengan bingkai kayu yang unik. Benda tersebut tertera di atas nakas serta menampilkan dua sosok anak laki-laki yang sedang merangkul.
Tiba-tiba handel pintu itu bergerak dan terbuka lalu datanglah seorang pria yang sudah segar. Mungkin sudah mandi. Kanopy mengekspos senyum manis menambah semangat di pagi hari.
“Kau sudah bangun? Bagaimana tidurmu nyenyak?” tanya Kanopy dan mendekatinya.
Rain membalas senyumannya. “Iya. Aku tidur nyenyak. Bagaimana denganmu?” Ia balik bertanya juga.
Kanopy duduk berdampingan di kasur yang sama. “Aku juga,” katanya lalu menoleh. Rain seperti melihat ada pangeran yang siap melamarnya.
Buru-buru ia menggelengkan kepala untuk terhindar dari bisikan-bisikan angannya yang menggebu-gebu. “Kau kenapa?” tutur Kanopy merasa aneh dengan kelakuan Rain barusan.
“Ah! Tidak apa-apa. Terima kasih sudah meminjamkan kamarmu padaku.” Rain sedikit mengalihkan pembicaraannya.
Pikiran Rain teringat pada foto yang dilihatnya tadi. Karena penasaran ia pun bertanya, “Apakah itu foto masa kecilmu?” Telunjuknya terarah pada benda yang dimaksud.
Mula-mula Kanopy membisu seperti enggan menjawab pertanyaan tersebut. Dilihat dari sorot matanya seperti menyimpan kenangan yang tak bisa dilupakan dan seakan-akan menghantuinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Rainy
FantasiaHighest Rating #254 - Fantasy (2 Oktober 2018) Takut akan rinai-rinai hujan serta takut air dalam jumlah banyak adalah phobia yang dialami oleh seorang gadis bersurai pendek sebahu dengan warna hitam legam. Namun, perlahan ketakutan itu mulai pupus...