☔ Bab 20 - Pernikahan Terlarang ☔

6 3 0
                                    

📖 Happy Reading 📖

Welkin terus saja pulang-pergi antara bumi dan langit ke tujuh. Karena kesalahannya belum benar-benar terbayar dan setiap kali hujan datang, maka ia harus melapor apa saja yang dilakukan saat berada di bumi.

Minggu-minggu ini terus saja dilanda hujan, maka Welkin harus pergi menuju langit ke tujuh. Rain tak merasa bingung dan kehilangan lagi ketika Welkin pergi. Ia sudah memaklumi makhluk yang satu ini.

“Kau akan pergi?” tanya Rain saat melihat Welkin menuju keluar.

Pria itu berbalik badan dan berkata singkat, “Iya.”

Kemudian Rain berjalan mendekatinya. “Boleh aku ikut?” pintanya dengan wajah memelas meminta dikasihani.

“Sekali ini saja,” ucapnya sembari mengangkat jari telunjuknya. “Aku ingin makan roti awan lagi.” Sekarang makanan kesukaannya berubah menjadi roti awan.

“Setelah aku pulang dari sana, aku akan membawakannya untukmu,” ujar Welkin sembari mengusap lembut helaian rambut Rain.

Rain cemberut dan semangatnya benar-benar turun dari sebelumnya. Lalu ia berbalik badan menjauhi posisi berdiri Welkin. Ia berniat akan menuju kamarnya kalau tak diizinkan pergi menuju langit me tujuh.

“Baiklah,” tutur Welkin dapat menghentikan langkah kaki Rain. “Hanya kali ini saja,” imbuhnya dan Rain pun balik badan lagi dengan mimik wajah sumringah.

“Ayo, aku akan memelukmu!” ajak Rain seraya menyeret tangan Welkin menuju keluar untuk melakukan transformasi hujan lagi.

Rain tak segan-segan lagi untuk memeluk pria di depannya. Karena ini demi roti awan yang sudah diidam-idamkannya serta terus saja menggoda pikirannya yang masih polos.

Tak butuh waktu lama kini mereka sudah berada di langit ke tujuh. Rain berlarian ke sana ke sini untuk menikmati suasana langit. Kadang kala ia pernah berpikir untuk terbang seumpama burung dengan sayap lebarnya.

“Ayah! Ibu!” teriak Rain pada orang tua Welkin.

Mereka saling mendekat untuk bercakap-cakap lebih intim lagi. Ketika itu juga Rain menyadari akan ucapannya barusan karena telah memanggil orang tua Welkin dengan sebutan ayah-ibu.

“Ah! Maaf, maksudku Paman, Bibi.” Terlihat ekspresi malu-malu pada wajah Rain.

“Tidak apa-apa. Kau boleh memanggil kami seperti itu,” kata Ibu Welkin mencoba akrab.

“Iya. Kami senang mendengarnya,” tambah orang yang ada di sampingnya.

Welkin hanya menjadi penonton setia, tapi lama-kelamaan ia merasa kesal juga karena telah diabaikan. “Ayah, Ibu, aku ingin berbicara penting. Bisa kita pergi ke sana sebentar?” tutur Welkin dan tangannya menunjuk ke arah kiri.

“Kau masuk saja ke dalam di sana ada roti awan dibuat khusus untukmu.” Welkin mengusir dengan cara yang halus.

Rain mengangguk senang dan segera berlari menuju ke dalam. Alangkah bahagianya dia ketika menemukan sepiring roti awan yang siap disantap.

Sementara yang lain pergi menuju tempat yang telah ditentukan. Mereka duduk berhadapan agar perbincangan lebih nyaman. Tiba-tiba saja keadaan menjadi sunyi.

My RainyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang