📖 Happy Reading 📖
Sore ini Rain langsung pulang ke rumah karena tidak ada jadwal kampus yang penting dan bekerja paruh waktu pun sedang libur. Ia pun memasuki dapur untuk mengecek keadaan Kuchi.
Rain dibuat tercengang karena melihat Kuchi yang tertidur lemah di kandang. Ia berlari mendekati sambil berteriak, “Kuchi!”
Tubuh Kuchi kembali lemas seperti beberapa hari yang lalu karena pasokan makan yang kurang. Mungkin kali ini juga gejala yang sama. Rain mengambil obat lalu perlahan menyuntikkannya pada tubuh Kuchi.
Kemudian ia mengambil kantong makanan hewan dan segera menaburkannya di wadah yang tersedia. Kuchi pun melahapnya walaupun masih terlihat rasa lemas di tubuhnya.
“Kuchi, kau tunggu di sini!” ucap Rain sembari mengusap bulu kucing peliharaannya.
Kedua kakinya dilangkahkan dengan gesit menuju kamar Welkin yang tertutup rapat. “Kenapa pintunya lagi-lagi tertutup rapat seperti ini?” gumamnya setelah berhenti di depan pintu.
Tangan kanannya diayunkan dan mencapai knop pintu lalu dibuka dengan kekuatan super sehingga menimbulkan bunyi keras karena berbenturan dengan tembok. Kedua matanya hilir-mudik mencari seseorang.
Akan tetapi, ia tidak menemukan apa yang dicarinya. “Ke mana lagi dia?” Batinnya mulai bertanya-tanya dengan perasaan gelisah.
Titik fokus yang diamati oleh bola matanya sekarang adalah dinding yang lagi-lagi kosong. “Ke mana poster dan kotaknya?” Ketika berdiri rasanya tak menapak pada lantai.
Lantas tangannya meraba akan keberadaan liontin yang menggantung di lehernya. Cantelan patung kecil itu masih tetap berada di tempat. Kemudian langkahnya beranjak menuju jendela kamar.
Kedua tangannya menyingkap gorden yang tertutup dan membuka jendela. Kepalanya diangkat ke atas seketika pandangannya silau karena sorotan matahari yang akan pamit pulang.
“Tidak ada hujan pula. Sebenarnya apa yang terjadi?” Sejenak Rain menundukkan kepalanya dan memejamkan mata untuk bercakap-cakap dengan nalarnya.
Rain pergi ke dapur lagi tanpa menutup jendelanya karena perasaannya benar-benar tak keruan. Mulanya ia akan memarahi Welkin karena tidak memberi makan untuk Kuchi padahal sudah memberikan hukuman.
Tapi, niat memarahinya urung dilakukan karena orannya pun tidak ada. “Mungkin kesalahannya sudah terbayar dan dia akan menghilang untuk selamanya.” Begitu pikir Rain tak ingin mengambil pusing permasalahan ini.
“Kuchi, apakah kau tahu Welkin pergi ke mana?” tanya Rain pada Kuchi yang baru saja selesai makan. Sungguh pertanyaan bodoh.
“Meow ... meow .... “ Tentu saja itu yang akan keluar dari mulut kucing. Rain meninggalkan Kuchi yang sedang membersihkan bulunya dengan cara menjilat-jilat. Ia menuju kamar dan akan menenangkan pikiran.
☔☔☔
Malam ini hujan turun begitu deras dan membasahi atap rumah serta sekitarnya. Rain merasa ketakutan dengan suasana seperti ini. Ia pun membalut seluruh tubuhnya dengan selimut tebal. Berharap suara hujan itu akan hilang dari pendengarannya.Kadang kala petir menyambar melalui jendela dan seketika itu jantung Rain seperti akan melompat dari dalam dadanya. Keringat dingin mulai mengucur dari sela-sela rambutnya.
“Kau baik-baik saja?” Seseorang duduk di atas kasur lalu menepuk tubuh Rain.
Gadis yang ketakutan itu jelas menangkap suara dari dekatnya. “Siapa kau?” lirih Rain hampir tak terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Rainy
FantasyHighest Rating #254 - Fantasy (2 Oktober 2018) Takut akan rinai-rinai hujan serta takut air dalam jumlah banyak adalah phobia yang dialami oleh seorang gadis bersurai pendek sebahu dengan warna hitam legam. Namun, perlahan ketakutan itu mulai pupus...