☔ Bab 14 - Kebusukan yang Terungkap ☔

8 5 0
                                    

📖 Happy Reading 📖

Mahasiswa serta mahasiswi dari fakultas seni sedang menunggu kedatangan dosen yang akan memberikan materi tambahan. Sesekali mereka berbincang-bincang mulai dari tugas serta candaan yang mengundang gelak tawa dan meriuhkan suasana di dalam kelas.

Namun, Cloudy dan Skiva sedang bercakap-cakap serius di bangku dekat pintu. Beragam mimik wajah pun telah mereka keluarkan. "Kau menginginkan uang yang lebih?" tanya Skiva kemudian.

"Tentu saja aku menginginkannya," jawab Cloudy sangat pasti. Skiva melambai-lambaikan tangannya menyuruh pada Cloudy untuk mendekat. Lalu Cloudy melakukan kontak mata yang begitu dekat.

"Bawa Rain ke tempat yang akan membuatnya menderita," ucap Skiva begitu licik. Cloudy yang menjadi lawan bicaranya langsung menjauh setelah mendengar untaian kalimat pemecah gendang telinganya.

"Apa? Waktu itu 'kan aku sudah pernah membawanya pergi ke pantai dan dia cukup menderita karena itu," jelas Cloudy dengan aksen bicara cukup keras.

Skiva memainkan pena di tangannya lalu berkata, "Aku belum puas melihatnya menderita." Lalu ia semakin mendekatkan wajahnya pada Cloudy untuk menyampaikan sesuatu. "Aku akan membayarmu dua kali lipat dari uang yang kau terima saat di pantai. Setuju?" lanjut Skiva menawarkan hadiah yang amat memprovokasi otak Cloudy.

"Entahlah. Aku merasa bersalah sesudah kejadian itu," lirih Cloudy sedikit menimbang-nimbang atas tawaran tersebut.

Sekali lagi Skiva meyakinkan gadis bermata bulat itu untuk menerima tawarannya. "Ini yang terakhir dan aku tidak akan memintamu lagi untuk mencelakakan Rain." Sebegitu bencinya dia pada Rain padahal mereka sangat berteman baik.

"Bukankah kau membutuhkan uang untuk biaya kuliahmu?" Tawaran-tawaran itu semakin meracuni pikiran Cloudy. Sejenak Cloudy memainkan napasnya. "Aku ...," ujar Cloudy terpotong karena mendengar rangkaian kalimat dengan suara yang ia kenal.

"Ambil saja tawaran itu. Bukankah kau sempat menerimanya? Sekarang kenapa tidak?" Nada yang keluar dari mulut mungil itu begitu menghantam dada Cloudy.

☔☔☔

Beberapa menit lagi kelas akan segera di mulai, tapi Rain masih berlarian di koridor kampus dengan deru napas yang terengah-engah. Orang-orang yang ia lewati melihatnya aneh seperti sedang dikejar hantu gentayangan.

Sekitar sepuluh langkah lagi Rain akan sampai di depan pintu kelasnya. Jadi, sekarang ia berjalan santai karena melihat teman-teman dari satu jurusannya belum masuk. Berarti dosen yang akan mengajar belum datang juga.

"Syukurlah aku belum terlambat," gumam Rain seraya mengelap peluhnya yang menggoda dibagian pelipis.

Kemudian ia merogoh sesuatu dari ranselnya dan mengeluarkan sebotol air minum. "Ah! Ini segar sekali," ujarnya setelah meneguk air putih.

Tiba-tiba saja langkah Rain berhenti di ambang pintu kelasnya karena mendengar dua orang dengan suara tak asing lagi di pendengarannya sedang membicarakan rencana busuk bagi dirinya.

"Bukankah kau membutuhkan uang untuk biaya kuliahmu?" Tawaran-tawaran itu semakin meracuni pikiran Cloudy. Sejenak Cloudy memainkan napasnya. "Aku ...," ujar Cloudy terpotong karena mendengar rangkaian kalimat dengan suara yang ia kenal.

"Ambil saja tawaran itu. Bukankah kau sempat menerimanya waktu itu? Sekarang kenapa tidak?" Nada yang keluar dari mulut mungil itu begitu menghantam dada Cloudy.

Cloudy dan Skiva menonggakkan kepalanya ke arah ambang pintu untuk melihat lebih jelas sosok di depannya. Mereka bertingkah kaku setelah tertangkap basah karena misi yang gagal terencana dengan baik.

My RainyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang