☔ Bab 3 - Keluar dari Poster ☔

30 9 6
                                    

📖 Happy Reading 📖

            Alarm memanggil amat keras diabaikan oleh gadis yang masih membungkus tubuhnya dengan selimut. Rain merasa sedikit tenang karena hari ini ia tidak memiliki jadwal kampus setelah kemarin ada kelas tambahan.
 

           Ia hanya perlu menelanjangi matanya siang hari. Kemudian Rain menggeliat malas lalu menarik napas dengan lega. Matanya tertuju pada poster yang menempel sempurna di dinding kamar dan berhadapan langsung dengan dirinya. Gadis itu tampak malu-malu meskipun itu hanya sebatas poster biasa.
          Kini tubuhnya sudah bersih dan wangi karena telah dibasahi oleh air hangat. Hanya pakaian santai yang dikenakan pada tubuhnya. Kemudian ia menyisir rambut yang masih basah sembari menghadap ke cermin tata rias.
             “Ah ... poni rambutku mulai memanjang. Aku harus memotongnya lagi,” gumamnya seraya merapikan rambut di bagian dahi.
          “Jangan memotongnya kembali. Kau sudah terlihat cantik seperti itu,” ucap seseorang entah siapa.
          “Benarkah aku akan terlihat cantik seperti ini?” timpal Rain kemudian.
          “Benar,” jawab mantap masih dengan suara yang sama.
          Rain kembali menyisir rambutnya hingga rapi. Sejenak aktivitasnya berhenti seperti mengingat sesuatu yang aneh. Pikirannya diaduk-aduk mencari kebenaran.
            “Tadi ada yang berbicara denganku? Siapa dia? Dan suaranya terdengar sangat dekat.” Otaknya sudah dibuat linglung dan berpikir keras.
          Dia menatap cermin di hadapannya dengan perasaan tak enak hati. Seketika matanya terbuka lebar karena melihat sesuatu mengejutkan yang terpantul jelas di cermin.
            Rain berbalik ke belakang dan mendapati penampakan yang luar biasa tampan lalu berteriak keras, “Aaaaaaaaaa!!!” Raut wajahnya tak bisa dijabarkan lagi. Ini benar-benar tak keruan.
          Secara tidak langsung lawan tatapannya berteriak tak kalah keras, “Aaaaaaaaaa!!!” Membuat seisi rumah ramai tak terkendali.
           Lalu Rain melemparkan benda mati yang berada di sekitarnya. Mulai dari sisir, botol parfum, bantal, ikat rambut, dan apa pun itu. Orang itu menjadi sasaran empuk sembari menutupi wajah dengan kedua tangan untuk terhindar dari benda-benda yang terbang menghampiri dirinya.
             Manusia yang memakai busana serba hitam sedikit memundurkan langkahnya karena serangan bertubi-tubi. “Berhentilah! Ini sangat menyakitkan,” pekik lelaki yang menjauh dari posisi Rain.
          “Siapa kau? Berani-beraninya datang ke rumah tanpa mengetuk pintu dan langsung masuk ke dalam kamarku! Dasar pria mesum! Pergi sana!” umpat Rain dengan amarah tepat di puncaknya.
          Pria itu memainkan napasnya untuk sejenak menghirup oksigen yang mulai menipis. “Tenanglah! Aku tidak melakukan hal-hal aneh yang ada dalam pikiranmu. Dasar wanita kasar!” tukas pria yang masih diam di tempatnya.
          Rain menstabilkan emosinya agar tak meledak. Deru napas keduanya terdengar kasar. Mereka saling beradu tatapan mengerikan ditambah dengan tatapan canggung.
             “Kau? Pria yang ... .” Rain menggantungkan kalimatnya sembari melirik ke dinding yang tertempel poster dan berkata, “Siapa kau?” Ia meminta penjelasan.
          “Yang ada dalam pikiranmu itu benar,” jawab enteng pria itu lalu menyilangkan kedua tangan di depan dada.
          “Kau keluar dari poster? Mana mungkin, ini mustahil!” Rain tak percaya begitu saja.
              Pria itu berjalan santai menghampiri posisi Rain yang berdiri tanpa gerakan sedikit pun. “Aku memang keluar dari poster yang kau tempel di dinding,” ungkap pria itu sambil mendekatkan wajahnya pada wajah Rain secara sengaja.
            Lalu Rain sedikit melangkah ke belakang. “Yak! Menjauhlah dariku,” pekiknya sangat nyaring dan berhasil membuat pria itu menghindar serta menutup lubang telinga.
          Rain menepuk-nepuk kedua pipi yang memerah dan sedikit pukulan kecil di kepalanya sendiri. “Aw! Ini sakit,” rintihnya kemudian.
           Pria itu memasang ekspresi aneh kemudian berucap, “Kau sudah gila menyakiti wajahmu seperti itu!”
            Rain menelan air liurnya susah payah. “Itu berarti aku tidak bermimpi,” ucapnya pelan, tapi terdengar jelas.
          Tiba-tiba Kuchi datang dari arah Selatan. “Meow ... meow ... .” Kuchi mendekati tuannya, tapi sesekali lirikannya terarah pada pria misterius itu.
          “Kuchi, kemarilah. Jangan sampai kau dimakan olehnya!” Rain menggendong kucing peliharaanya.
           Mendadak pria itu bersin-bersin sembari menutupi hidung dengan lengan baju yang dipakainya. “Jauhkan kucing itu dariku!” perintahnya dengan nada jengkel.
            Namun, Rain memeluk Kuchi dengan erat. “Seharusnya kau yang menjauh, bukan Kuchi kesayanganku.”
          “Cepat jauhkan kucing itu atau aku akan membunuhnya!” Pria di hadapannya semakin mengancam tanpa ampun.
            Rain berjalan keluar kamar untuk memenuhi perintah dari manusia sialan itu. “Kejam sekali dirimu.”
☔☔☔
          Kini Rain sedang berada di dapur membuat dua cangkir cokelat panas untuk tamu yang masih dipertanyakan kedatangannya. Di sela-sela kakinya ada Kuchi yang menemani sembari mengeong tak jelas.
             Selesai membuat jamuan ia meletakkannya di meja ruang makan. Langkahnya tertuju pada kamar untuk berhadapan kembali dengan pria misterius.
          Kedua matanya jelalatan ke sana dan ke sini, tetapi tak menemukan sosok yang dicari. Lantas menoleh ke arah poster dan melihat pria yang sama beberapa menit yang lalu.
            “Mungkin aku berhalusinasi saja. Setelah kelelahan kemarin.” Begitu pikirnya.
             Rain melewati ambang pintu kamar kemudian buru-buru melangkah mundur lagi. Namun, nyatanya tidak ada siapa-siapa. Dia memandang poster yang menampilkan pria dengan tampang rupawannya.
          Rain melampirkan senyum simpul sebentar. “Ini memang mustahil. Jika poster ini akan berubah menjadi nyata.” Dia menganggukkan kepala dan angkat kaki.
          Ia berjalan ke dapur sembari memanggil-manggil kucingnya. “Kuchi! Kau di mana? Kuchi, kemarilah! Aku akan memberimu makan.” Kuchi pun datang sesudah mendengar panggilan dari tuannya.
          “Aaaaaaaaaa!!!” Lagi-lagi Rain berteriak mengalahkan toa masjid.
           Dia mendapati sosok yang berasal dari poster tengah duduk sembari menumpang kaki ke kaki satunya lagi. Lalu menyeruput secangkir cokelat panas yang sudah disajikan tadi. “Yak! Sedang apa kau di sini? Dan kau mencuri segelas cokelat panasku!”
          “Bukankah kau membuatnya untukku? Tadi kau mencariku di kamar ‘kan?” Pria itu menyimpan gelas yang sempat digenggamnya ke atas meja.
            Gadis itu mencoba memberanikan diri untuk mendekat lalu bertanya, “Siapa kau sebenarnya? Datang tak diundang dan pulang tak diantar. Jangan-jangan kau jailangkung yang berubah wujud menjadi manusia!” Tatapan yang diberikan oleh Rain begitu tajam lalu bergidik ngeri.
          Sebentar suasana menjadi hening tanpa seorang pun berniat membuka mulutnya. Rain yang sedari tadi mengoceh menuduh pria misterius itu kini membisu, sedangkan pria yang berasal dari poster masih menikmati setiap tegukan cokelat panas bahkan segelas cokelat panas lainnya sedang diincar.
          “Duduklah! Aku akan menjelaskan perihal kedatanganku yang amat mengejutkanmu,” tutur pria itu dengan lembut.
           Namun, Rain masih berdiri tak bergerak sejengkal pun. Mungkin sedang berpikir, Apakah dia berbahaya untukku?
          “Aku tidak berbahaya untukmu. Jangan khawatir!” ujar pria itu seperti mampu mendengar apa yang dipikirkan oleh lawan bicaranya.
            Seketika Rain menyatukan kedua alis dan menciptakan kerutan di kening pertanda ada sesuatu yang mengherankan menurutnya.
          “Sudah kubilang aku tidak berbahaya. Aku makhluk baik-baik yang turun dari langit ke tujuh,” katanya lalu menaruh kedua tangan di atas meja.
☔☔☔

My RainyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang