📖 Happy Reading 📖
Pelanggan di cafe tempat Rain bekerja cukup ramai apalagi sekarang malam minggu. Berjibun orang menghabiskan waktu di luar rumah. Untuk sekadar bercengkerama dengan sahabat, kekasih, atau pun keluarga.
Maka Rain juga ikut sibuk karena harus mengantarkan puluhan gelas yang berisi cairan berperisa pahit-manis ke beberapa meja. Namun, orang-orang begitu menyukainya.
“Rain!” panggil seseorang yang berada di pojok kanan dekat dinding kaca besar.
Gadis berkaki pendek itu berjalan cepat menghampiri orang yang memanggil namanya. “Kau ingin memesan kopi lagi?” tanya Rain sembari memberikan buku menu.
Pria itu menggeleng lalu tersenyum manis dan berkata, “Aku memanggilmu sebagai Rain bukan sebagai waitres.”
Mulutnya sedikit terbuka dengan alis terangkat dan dapat disimpulkan bahwa gadis lugu itu sedang kebingungan. “Apa maksudmu?” ujarnya dan menghela napas lembut.
“Aku akan pulang. Kau mau pulang sekarang?” tawar Kanopy sambil menutup kepalanya dengan hoodie berwarna hitam.
“Ah! Malam ini sedikit ramai dari malam kemarin. Sepertinya aku akan pulang terlambat,” sahut Rain, tapi merasa tak enak hati karena sudah menolak niat baiknya.
Kanopy meninggalkan kursi yang baru saja diduduki lalu bertutur, “Baiklah. Aku akan pulang dulu. Jika kau butuh bantuan telepon saja aku.”
Rain melambaikan tangannya dengan kedua mata masih menatap Kanopy yang melenggang pergi. Hatinya tak perlu berharap lagi. Dia pria yang baik, maka Rain menyadari bahwa dirinya bukan wanita yang cocok untuknya.
Ia pun kembali melayani pelanggan yang memesan. Kakinya sudah lelah berjalan ke sana kemari, tangannya sudah pegal karena mengantarkan kopi, dan ototnya benar-benar kaku serta nyeri.
Beruntung karena sudah hampir larut malam orang-orang sudah pergi meninggalkan cafe tersebut. Jadi, Rain sedikit beristirahat sambil menselonjorkan kedua kakinya dengan punggung menyandar pada dinding dan tangan memijat lehernya.
Duarrrrr!
Suara itu menyerang jantung yang sedang tenang. Namun, kala suara itu berkunjung jantungnya langsung berdebar dua kali lebih cepat. Lalu Rain memeluk tubuhnya sendiri.
Hujan, lirihnya di dalam kalbu yang ketakutan.
Seraya menunggu hujan reda Rain memilih untuk beres-beres cafe yang berantakan. Namun, setelah beberapa menit cafe itu sudah bersih dan hujan masih bersenandung sendu di luar sana.
“Bagaimana aku bisa pulang kalau hujan terus menerus seperti ini,” keluh Rain yang bersiap untuk pulang.
Sejenak ia duduk dulu di kursi yang berada di dekatnya. Kemudian memainkan kakinya karena merasa bosan. “Apakah aku harus tidur di sini?” tanyanya pada diri sendiri.
Rain menggelengkan kepala untuk melenyapkan pikiran-pikiran negatif yang bernaung di dalam otaknya. “Aku harus pulang,” ucapnya sambil berdiri dengan keberanian yang sudah dikumpulkan.
Kaki mungilnya menapaki ubin dingin untuk sampai ke depan pintu lalu bersiap-siap memutar handelnya. Sebentar ia mengobrak-abrik tas lalu semangatnya kembali menurun.
“Ah! Aku lupa membawa payung. Hari ini memang sial bagiku,” gerutunya kemudian melewati perbatasan pintu.
Tasnya diletakkan di atas kepala lalu bersiap-siap akan berlari menuju halte bus. Kakinya tak dapat berlari secepat kilat, jadi tubuhnya sudah tertimpa butiran-butiran air hujan yang dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Rainy
FantasyHighest Rating #254 - Fantasy (2 Oktober 2018) Takut akan rinai-rinai hujan serta takut air dalam jumlah banyak adalah phobia yang dialami oleh seorang gadis bersurai pendek sebahu dengan warna hitam legam. Namun, perlahan ketakutan itu mulai pupus...