📖 Happy Reading 📖
Setelah melewati beberapa tikungan serta jalan lurus akhirnya Rain serta Kuchi sampai di tempat yang dituju. Meskipun awalnya Rain sempat ragu-ragu akan alamat yang akan dikunjunginya.
Rain memasuki pintu besar yang terbuat dari kaca tebal dan transparan sehingga ia dapat melihat kegiatan yang terjadi di dalam sana. Ia langsung datang ke meja perfeksionis untuk mendata. Tiba-tiba saja ada yang menepuk pundak sebelah kirinya dan secara langsung ia berbalik untuk melihat siapa yang menyentuhnya.
“Raindia?” pria berkacamata minus itu agak ragu saat mengucapkan sebuah nama.
“Maksudnku Rain. Namamu Rain ‘kan? Orang bekerja paruh waktu di cafe waktu itu?” Kini ia dapat mengenali siapa sebenarnya orang yang ada dihadapnnya.
Mulanya Rain sempat tertegun atas kehadiran pria dengan tubuh menjulang tinggi layaknya tiang listrik, “Kanopy? Benarkah itu kau?” Rain sempat menunjuk pada lelaki di depan matanya itu.
“Iya. Ada apa ke sini?” tanya Kanopy lalu menyunggingkan senyum andalannya. Rain menunduk melihat Kuchi yang sudah lemas, “Kucing peliharaanku sakit. Kau bisa mengobatinya?” Ia mengusap-usap bulu Kuchi sekadar memberi semangat untuk bertahan.
Selanjutnya Kanopy mengambil alih Kuchi dari gendongan tuannya dengan sangat hati-hati pula agar kucing tersebut tak merasa tersiksa karena disentuh. Lelaki yang memakai pakaian khas dokter itu membawa Kuchi ke sebuah ruangan pemeriksaan. Rain juga ikut membuntuti ke mana arah pijakannya.
Kuchi dibaringkan di sebuah bangsal lalu Kanopy segera memeriksa apa yang diderita oleh kucing betina itu. Lalu ia memasukkan cairan ke dalam suntikan dengan jarum yang meruncing tajam dan menyuntikkannya pada tubuh Kuchi.
Beberapa menit kemudian, Kuchi mulai menyibakkan matanya perlahan dengan tubuh yang masih lunglai ia berdiri lalu mengeong dengan suara parau seperti menahan kesakitan yang dialaminya, “Meow ... meow ....” Kuchi menjilat-jilati punggung tangan Kanopy seperti memberi ucapan kata ‘terima kasih’.
“Kau sudah merasa baikan, Kuchi?” Terlihat ekspresi rasa khawatir di wajah Rain mulai luntur lalu segera memangku kucing peliharaanya itu.
“Meow ... meow .... “ Kuchi sedang bermanja-manja dengan tuannya.
“Mari duduk dulu di sana!” Kanopy mempersilakan duduk pada Rain dengan ramah.
Rain menurutinya sembari menggendong Kuchi ibarat menggendong anaknya saja. Kanopy juga duduk dihadapan mereka yang dipisahkan oleh meja berbentuk persegi panjang berukuran sedang. Lelaki dengan tahi lalat di ujung hidungnya menambah kesan imut itu menyabet ballpoint serta secarik kertas kecil berwarna putih lalu menulis sesuatu dan menyodorkanya pada Rain.
“Ini catatan untuk obat serta makanan bergizi yang harus dimakan oleh Kuchi. Dia sekarang baik-baik saja setelah disuntikan cairan penambah stamina. Dia hanya kekurangan porsi makan dan mengalami kondisi yang lemas secara drastis,” ungkap Kanopy dan terlihat jelas aura berwibawa pada wajahnya itu sebagai dokter hewan.
“Terima kasih,” ucap Rain seraya mengambil kertas itu dan sedikit membacanya walaupun agak tidak dimengerti olehnya.
“Dari mana kau tahu klinik hewan ini? Selama aku bekerja di sini belum pernah melihatmu,” ujar Kanopy sambil menutup ballpoint-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Rainy
FantasyHighest Rating #254 - Fantasy (2 Oktober 2018) Takut akan rinai-rinai hujan serta takut air dalam jumlah banyak adalah phobia yang dialami oleh seorang gadis bersurai pendek sebahu dengan warna hitam legam. Namun, perlahan ketakutan itu mulai pupus...