📖 Happy Reading 📖
Ting!
Pintu yang memasuki kedai kopi terbuka lebar lalu seseorang berjalan masuk dan duduk di kursi yang selalu ia pesan dan menjadi langganannya. Kali ini ia membawa kucing peliharaannya lagi. Mungkin sebagai teman mengobrolnya.
Di atas nampan berwarna cokelat sudah tertera segelas kopi rasa cappucinno yang akan diantarkan oleh Rain kepada pelanggan setianya.
“Satu gelas kopi cappucinno. Selamat menikmati,” ucap Rain sebagai waitres yang ramah lalu melampirkan senyum simpul.
“Terima kasih,” sahut Kanopy sembari melepaskan kacamata minus-nya.
Sebentar Rain duduk dulu di kursi yang berhadapan dengan Kanopy karena suasana cafe sedang tidak terlalu ramai. Ia menatap wajah pria yang sudah dimiliki oleh sahabatnya.
“Kau semakin tampan saat tidak mengenakan kacamata,” puji Rain seraya menyematkan rambutnya ke belakang telinga. Mungkin ia sedang menggoda lagi.
Orang yang dipuji hanya mesem-mesem. “Aish! Kau ini, bisa saja. Kau juga semakin lucu,” celotehnya lalu mengacak-acak rambut Rain.
Rain menampilkan ekspresi wajah menggemaskan. “Jangan mengacak-acaknya lagi. Aku baru saja merapikannya biar tambah cantik,” omel Rain tak terima atas perlakuan itu.
Untuk beberapa saat mereka hanya termangu dengan masalahnya masing-masing. Kemudian Rain angkat bicara sebelum waktu santainya dirusak oleh bosnya dan berkata, “Kanopy bisakah kau menungguku sampai selesai bekerja?”
“Hmm.” Kanopy berdeham karena sedang menyesap kopi kesukaannya. “Ada apa?” lanjutnya, namun segelas kopi itu masih digenggam oleh tangannya.
“Hmm ... ada sesuatu ... yang ingin ditanyakan padamu,” ujarnya sempat terputus-putus. “Ini tidak akan lama,” imbuhnya kemudian.
Kanopy menyimpan gelas lalu mengetuk-etukkan jarinya pada meja dan berucap, “Baiklah. Aku akan menunggumu. Kau jangan khawatir!”
Rain beranjak dari duduknya sambil memeluk nampan yang dibawanya tadi. “Baiklah. Terima kasih. Aku permisi dulu,” pamitnya dan pergi.
☔☔☔
Semua pelanggan sudah bubar karena cafe sudah ditutup kecuali pria dengan rambut klimisnya masih terpaku dengan pemandangan kota di malam hari. Kerlap-kerlip lampu di jalan sungguh memesona.
Sekonyong-konyong seorang gadis menghampiri dengan celemek yang masih dipakainya. “Maaf menunggu lama,” tuturnya dapat membuyarkan lamunan lelaki tadi.
Kanopy menoleh. “Tidak apa-apa,” jawabnya lembut.
“Ah! Tunggu sebentar lagi,” timpal Rain dengan cengiran ala kuda. Tanpa menunggu respon dari lawan bicaranya ia langsung melangkahkan kakinya lagi.
Beberapa menit kemudian, Rain kembali lagi tanpa tangan kosong. Kedua tangannya menggenggam dua cangkir, tapi entah apa isinya. Lalu meletakkannya di atas meja. Satu cangkir ia suguhkan kepada Kanopy dan satunya lagi miliknya.
“Ini gratis. Minumlah!” titah Rain karena mendapatkan tatapan bertanya dari orang di depannya.
Sejurus Kanopy mencium aroma dari dalam cangkir itu. “Cokelat panas?” Begitulah dugaannya. Rain hanya mengangguk pasti karena sedang menyeruput cokelat panas miliknya.
Pria bernama Kanopy itu pelan-pelan mulai menikmati minuman gratis dari gadis yang cintanya sudah ditolak. Rain bingung harus memulai dari mana perbincangannya. Kemudian ia berdeham singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Rainy
FantasyHighest Rating #254 - Fantasy (2 Oktober 2018) Takut akan rinai-rinai hujan serta takut air dalam jumlah banyak adalah phobia yang dialami oleh seorang gadis bersurai pendek sebahu dengan warna hitam legam. Namun, perlahan ketakutan itu mulai pupus...