Sheet 9: Stranger Entering the Class

2.2K 501 28
                                    


Welcome to The A Class © Fukuyama12
Genre : Teenfiction, Slice of Life
Rate : T+
Summary : Orang bilang Kelas A adalah kelas unggulan yang berisi anak-anak yang cerdas penuh keberuntungan, namun pada kenyataannya, kelas A hanya berisi anak-anak malang yang penuh dengan kesengsaraan, yang membutuhkan perhatian melebihi kelas lainnya.

.
.
.

Sheet 9: Stranger Entering the Class

.
.
.

Zelts memasuki kamarnya dengan wajah memerah senang. Tangannya mengelus bekas sentuhan ibunya di atas kepalanya. Ia rela menunggu ibu dan ayahnya pulang hingga larut malam hanya demi menunjukkan hasil remedinya. Hasil remedi memang, tapi entah kenapa Zelts senang.

Ia duduk pada kursi putar di depan meja belajarnya. Ia mengambil asal buku pelajarannya dan membukanya. Belajar. Mungkin itu kata yang dapat mewakilinya.

Belum lama belajar, Zelts menutup bukunya setelah beberapa menit belajar. Ia bosan. Tentu saja, siapa yang tidak bosan untuk kembali belajar apa yang sudah diketahuinya. Ia berganti mengambil buku latihan soal dan memilih untuk mengerjakannya. Moodnya sedang bagus sekarang.

Ting!

Atensi Zelts teralihkan pada ponselnya. Seorang kenalannya mengajaknya keluar.

'Hey, kenapa kau lama sekali?'

'Apa kau lupa jika ada balapan malan ini?'

Zelts menatap datar layar ponselnya saat membaca pesan itu.

'Aku sedang tidak mood untuk melakukannya.'

---

Brak.

Zwart menutup pintu kamarnya perlahan. Ia merebahkan badannya di atas ranjang empuknya dengan posisi menelungkup. Ia menatap nanar kertas remedinya. Ia berdecak dan memalingkan kepalanya. Tangannya meremas kertas itu.

Ini pertama kalinya ia mendapatkan nilai bagus di tes fisika. Nilainya hampir saja sama dengan Argia. Saat Zwart menunjukkan nilainya, ayah dan ibunya sama sekali tak terlihat senang. Hanya wajah biasa dengan sedikit senyum di bibir ayahnya.

Tak ada yang bagus dari selembar kertas remedi meskipun nilai yang berhasil Zwart dapat cukup memuaskan. Ia berpikir jika kedua orang tuanya sama sekali tak menghargai usahanya. Padahal ia sudah berjuang keras untuk remedi kali ini. Apa mereka tidak tahu?

Zwart semakin menenggelamkan wajahnya pada bantal kesayangannya. Wajah Argia kembali berputar dalam bayangannya. Wajah datar itu. Zwart yakin jika Argia meremehkannya dalam hati.

Tangan Zwart meraba nakas untuk meraih remote kecil berwarna hitam. Ia menekan salah satu tombol dan lampu kamar mati dan digantikan dengan lampu tidur berwarna kuning.

Zwart ingin melupakan kekesalannya malam ini. Rasanya ia ingin pergi ke tempat yang jauh dan menyendiri. Ia tak ingin melihat wajah keluarganya.

Kriet.

Zwart tak menyadari pintu kamarnya yang terbuka. Pemuda itu cepat sekali tertidur nyenyak. Orang yang masuk ke dalam kamar itu berbisik tentang betapa cerobohnya si pemilik kamar karena membiarkan pintunya tak terkunci.

Orang itu mendekati Zwart dan duduk perlahan di sebelah tangan kiri Zwart yang menggantung setelah memastikan pemuda itu tertidur lelap.

Tangan pemuda itu meraih kertas yang telah kusut di atas lantai. Ia membuka kertas itu. Coretan tinta merah sudah tidak sebanyak tes sebelumnya.

Tangan itu ragu-ragu bergerak mengelus kepala yang memiliki warna rambut berbeda jauh dengan miliknya. Perasaan takut tersainginya muncul secara spontan setiap Zwart mendapat nilai bagus, terutama pada pelajaran yang ia kuasai, namun ia tersenyum kecil.

Welcome to Class ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang