Sheet 13: Gaining More Information

2.2K 439 18
                                    

Mr. Oliver menepuk tangannya untuk yang kedua kalinya. Namun kali ini pertanda berakhirnya sesi menulis. Cukup lama ia membiarkan mereka untuk menulis sebuah biodata.

"Sekarang tukar kertas kalian dengan anggota kelompok kalian. Biarkan mereka membacanya sampai habis, setelah itu tukar lagi sampai semua anggota kelompok membaca biodata anggotanya yang lain," jelas Mr. Oliver.

Pertukaran dimulai. Saat ini Sophia memegang milik Raven, Zelts memegang milik Sophia, dan Raven memegang milik Zelts. Tanpa disuruh untuk kedua kalinya, mereka mulai membaca kertas yang mereka pegang.

"Ah, kau ternyata anak pertama ya, Raven?" kata Sophia. Pemuda itu mengangguk sekali tanpa mengeluarkan ekspresi apapun.

"Wow, benarkah? Kalau begitu apa kau seorang kakak yang baik? Bagaimana menurutmu, Sophia?" tanya Zelts.

Sophia meletakkan jarinya pada dagunya, "Sepertinya, iya. Raven terlihat seperti akan melindungi adiknya apapun yang terjadi."

Raven membuang mukanya ke arah lain. Ia tak terbiasa dikatakan seperti itu. Apalagi saat ia teringat sebuah kenyataan yang mungkin malah terbalik. Ia tak sebaik yang terlihat.

'Kau itu bukan kakak yang patut untuk ditiru!'

'Kau bukan contoh yang baik!'

"Raven?" interupsi Sophia saat melihat Raven dengan tatapan kosong. Pemuda itu menoleh ke arahnya sekilas lalu kembali melihat kertas milik Zelts yang ada dalam genggamannya.

"Di sini tertulis jika Sophia anak bungsu," baca Zelts, "Dan juga impianmu melihat kakakmu hidup.... bebas? Memangnya apa yang terjadi?"

Tatapan Sophia berubah sendu, ia menghela napas seperti ada beban berat dalam pundaknya. Sophia menjawab, "Dia sakit parah dan harus berobat ke luar negeri. Orangtuaku melarangku untuk ikut, aku tinggal dengan bibiku, itulah sebabnya aku aku ada di sini sekarang."

"Kau terlihat menyayangi kakakmu," komentar Raven dengan wajah datarnya, tentu saja.

Sophia mengangguk penuh semangat, "Tidak ada yang dapat menggantikannya. Dia satu-satunya laki-laki yang dapat kusentuh. Di saat yang lain terlihat menakutkan, dia datang dengan memberi pelukan hangat. He's my hero and I miss him so much."

"Enaknya, aku anak tunggal, jadi tidak tahu rasanya. Terkadang aku berpikir, seandainya aku seorang kakak, apa aku akan jadi kakak yang baik? Seandainya aku seorang adik, apa aku akan jadi adik yang penurut?" angan Zelts.

"Tidak semua yang kau lihat selalu baik. Coba saja lihat Argia dan Zwart," sahut Raven.

Zelts mengangguk setuju, "Rasanya jika sehari tidak ada pertengkaran di antara mereka rasanya seperti masakan yang tidak ada penyedapnya. Hambar."

"Kapan mereka akan akur, ya? Tidak mungkin mereka akan seperti itu sampai mereka dewasa," kata Sophia. Ia menatap si kembar dengan tatapan iba.

Tepukan tangan dari Mr. Oliver kembali menginterupsi perhatian satu kelas. Pria itu memerintahkan semua kertas untuk dikumpulkan kembali. Setelah itu ia memberi tugas lain.

"Ini tugas per kelompok. Silakan cari hal-hal yang kalian sukai bersama. Buat esai tentang itu dan alasan kenapa menyukainya. Selain itu, kalian bebas mengisi apapun dalam esai itu. Tulis sebanyak-banyaknya, namun jangan sampai berbelit-belit. Kelompok yang mendapatkan poin tertinggi akan diberi reward," jelas Mr. Oliver.

Raven mengacungkan tangannya dan Mr. Oliver memberinya kesempatan untuk berbicara, "Apa untungnya kami melakukan ini?"

"Nice question, boy," puji Mr. Oliver, "Tugas ini akan memberikan kedekatan antaranggota kelompok, juga untuk mencari alasan agar konflik dalam kelompok kalian dapat berkurang. Semakin banyak interaksi dan komunikasi dalam kelompok dapat menghasilkan hubungan yang lebih erat. Ini penting untuk kekompakan kalian."

Welcome to Class ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang