Sheet 40: Don't Be Like That Child

1.2K 243 20
                                    



Welcome to The A Class © Fukuyama12

Genre : Coming of Age
.
.
.

Sheet 40 Don't be Like That Child

.
.
.

Pemuda berkacamata itu berada di depan kelas dengan proyeksi miniatur rumah iglonya. Hanya ada seorang murid saja yang membantunya mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka, sementara kelompok lainnya mempersembahkan presentasi mereka dengan tiga orang.Hari ini hari kedua mereka setelah libur tahun baru. Kelompok Hijau dengan anggota Kniga dan Blue akan menjadi kelompok terakhir yang akan mendiskusikan hasil kerja mereka. Tidak ada gadis berambut hitam selembut sutra cina yang berdiri di sana. Entah bagaimana kabarnya, tidak ada seorang pun yang tahu. Tentu saja kecuali Mr. Oliver yang jelas-jelas menyembunyikan sesuatu dari mereka. Namun, kelas tetap berjalan seperti biasa, seolah-olah ada tiga belas orang di dalamnya.Entah karena bulan ini sedang musim dingin atau apa, Mr. Oliver memberikan materi diskusi tentang Benua Antartika. Seperti tentang hewan-hewan yang hidup di sana yang dipresentasikan oleh kelompok Sive dan tentang sejarah sekelompok manusia yang hidup di dekat sana yang diterangkan oleh Sage dan kelompoknya."Sekian dari kami. Terima kasih atas perhatian dan pertanyaan super-duper kalian!" tutup Blue mengakhiri presentasi di hari itu. Blue dan Kniga menghela napas lega. Menjawab pertanyaan dari teman-teman mereka adalah sesi yang paling berat, membuat mereka harus membaca banyak jurnal dan ensiklopedia, juga menonton film-film dokumenter. Beruntungnya, usaha keras mereka berhasil dengan baik.Suara tepuk tangan terdengar sebagai bentuk apresiasi kepada keduanya. Menghormati orang lain termasuk cara untuk membuat diri mereka dihargai juga, setidaknya itulah yang dikatakan oleh Mr. Oliver."Presentasi yang bagus untuk kalian berdua. Tidak ada salahnya aku menaruh nama kelompok kalian di daftar terakhir. Aku suka bagaimana kalian memanfaatkan teknologi untuk membuat iglo tiga dimensi. Kerja bagus juga untuk kalian semua!"Kniga dan Blue tersenyum penuh kebanggaan saat mendengarnya."Tugas kalian selanjutnya, coba pikirkan bersama, apa saja perhitungan yang akan kalian lakukan jika kalian akan membuat rumah iglo dengan ukuran sesungguhnya. Anggap saja kalian benar-benar akan membuatnya," tegas Mr. Oliver pada seluruh anak muridnya.Untuk memudahkan mereka berpikir, mereka mengubah posisi bangku mereka menjadi seperti huruf U. Raven juga menarik papan beroda dan meletakkannya di depan, juga miniatur iglo buatan Kniga yang diletakkan di tengah."Mr.Oliver, seberapa besar rumah iglo yang kau inginkan?" tanya Zwart mewakili anggota lainnya.Pria berkacamata itu tampak berpikir, lalu menjawab "Yang cukup untuk menampung tiga belas orang dewasa.""Cukup besar juga, ya?" Aida mulai membayangkan bentu yang sesungguhnya."Memangnya berapa luas yang cukup untuk tiga belas orang dewasa?" tanya Sage. Berdasarkan penjelasan dari presentasi teman-temannya, rumah iglo berukuran besar bisa menampung sampai dua puluh orang. Sedangkan rumah paling besar yang pernah dibuat berdiameter 9 meter.Kniga bangkit dan berjalan mendekati papan. "Akan aku coba hitung dengan skala miniaturku," ujarnya. Raven yang sedari tadi berdiri di samping papan menyerahkan spidol yang ada di tangannya."Mungkin akan lebih baik jika kita mengetahui ukuran aslinya daripada hanya membayangkannya saja," pikir Zelts dengan bertopang dagu.Mr. Oliver menyeringai mendengarnya. "Apa itu benar-benar akan membantu kalian?""Aku pikir itu akan membantu kita. Lebih mudah melihat contohnya langsung, lalu mencobanya, kan? Seperti menjiplak," ungkap Sophia.Raven dengan cepat menjawab, "Itu menyontek."Suasana hening seketika, bahkan Kniga yang sibuk menghitung menghentikan tulisannya saat mendengar ungkapan Sophia. Seluruh pasang mata menoleh ke arahnya dengan cepat seakan itu adalah kata terlarang. Sophia membeku, menyadari perubahan suasana yang terjadi dengan singkat. Seperinya gadis itu hampir saja menginjak ranjau yang berbahaya. Jika kalimat yang Sophia ucapkan tadi dapat ia telan lagi, mungkin ia akan melakukannya sekarang.Di tengah keheningan, Mr. Oliver bergerak menuju papan yang menggantung menyaksikan mereka. Ia menulis dengan cepat seakan berharap agar tulisannya dapat selesai sebelum keheningan itu mencair. Ia mendorong papan tulis beroda dan memudahkan mereka agar dapat melihatnya."Princess Sophia," panggil Mr. Oliver di tengah keheningan yang mencekam. Sophia menjawab panggilan itu dengan gugup meskipun gurunya memanggilnya dengan panggilan favorit pria itu—apanggilan yang menurutnya sedikit tidak nyaman karena terdengar kekanakan. Ia melihat sebuah spidol yang mengarah kepadanya. "Jawab pertanyaan ini dengan cepat!"Sophia sedikit terkejut, tetapi ia tetap berjalan dam mengerjakan soal matematika dengan cepat. Tidak sampai dua menit, ia sudah menyelesaikannMr. Oliver melanjutkan pertanyaannya, "Apa kau tahu siapa itu Raja Louis XVII?"Sophia semakin keheranan, ia mengangguk pelan dan menjawab, "Dia memerintah selama tiga tahun. Rumor mengatakan jika pamannya, yang mengangkatnya Raja Louis XVII itu, memanfaatkannya karena umur Raja yang masih sangat muda. Ia meninggal pada umur sepuluh tahun dan sesuai tradisi, jantungnya diawetkan dengan alkohol.""Sejumlah 23 g gas dengan kepadatan ρ 2,05 g dm-3 pada temperatur dan tekanan standar, ketika dibakar, memberikan 44 g dari karbon dioksida dan 27 g air. Apa formula struktural dari gas atau senyawa tersebut?" Rentetan soal ternyata masih berlanjut."Formula empiris senyawanya adalah C2H6O. Dengan kata lain, gas x ini adalah dimetil eter." Kali ini Sophia menjawab dengan cepat. Ia segera menuliskan jawabannya pada papan tulis. Lalu, Ia tersenyum dan bercerita, "Kau memberikan soal yang sama dengan yang ada dalam buku super tebal yang kau berikan, Mr. Oliver."Mr. Oliver mengangguk senang seakan memberikan petunjuk bahwa seluruh jawaban yang diberikan oleh Sophia dapat diterima. Keheningan tiba-tiba berubah dan kegiatan kembali berjalan normal seakan tidak ada perbincangan seperti itu sebelumnya, bahka Iris kembali mengajak Sophia berbincang.Meski tidak mengerti tetapi Sophia tetap mengunci mulutnya dan tidak bertanya apa yang sedang terjadi. Begitu pula dengan Mr. Oliver yang sebenarnya juga tidak tahu.Jika saja pria itu tidak segera menyadari hawa yang ada tercipta di dalam ruangan, mungkin saja Sophia akan merasakan penderitaan selama berada dalam kelas itu. Baik dirinya maupun Sophia, mereka sama sekali tidak mengerti apa yang terjadi sebelumnya."Menyontek itu jika kalian melihat secara langsung jawabannya, bukan?" tanya Mr. Oliver. Tidak ada yang menjawabnya, tetapi mereka setuju dengan pernyataan itu. "Akan aku berikan cara lain untuk memudahkan kalian melakukan tugas ini. Yang mengusulkan ide ini, Zelts, dan juga satu orang yang aku tunjuk, Sive. Ayo, keluar sebentar! Untuk sisanya, lanjutkan saja diskusi kalian."Terlihat mencurigakan, tetapi siswa yang tersisa tetap melanjutkan kegiatannya. Mereka semua tahu jika apa yang dilakukan Mr. Oliver selalu saja aneh dalam artian positif, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.Mereka juga tidak perlu was-was, karena Mr. Oliver tidak mungkin 'menyontek'.Dan jika memang begitu, siap-siap saja untuk tidak menjadi bagian dari kelas A, seperti anak 'itu'.

Welcome to Class ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang