Senandung - Secangkir Teh
***
Hari ini Mami ulang tahun Kak. Kakak gak mau pulang?
Pesan lagi. Batin Ambar.
Dia muak dengan keluarganya. Manusia-manusia yang di penuhi topeng.
Maminya yang bodoh tetap setia meskipun bajingan yang mengaku suami dan Papinya itu berkhianat berkali-kali.
Kakaknya yang mati bunuh diri.
Dan kedua adiknya yang tetap disamping Sang Mami agar mendapat tunjangan hidup.
Bodoh. Benar-benar manusia bodoh.
Bahkan kedua orang tuanya tidak ada yang perduli dengan kehidupan Ambar pasca ia memutuskan pergi dari rumah.
Benar ya. Manusia itu terlalu dipenuhi dengan seks. Kenapa dirinya harus lahir jika Papinya malah berkhianat?
Apa yang Papinya pikirkan saat mereka membuat Ambar dan ketiga saudaranya? Kenapa dia malah berkhianat? Bodoh. Tidak ada yang lebih bodoh dari seorang yang berkhianat, benar-benar seperti binatang.
Ambar menelungkupkan kepalanya diantara kedua kakinya yang ia tekuk. Lagi-lagi ia menangis. Kenapa dirinya harus selemah ini?
Di danau pinggir kota, Ambar sendirian dengan keheningan.
Wulan? Dia sedang sibuk di Malang. Nyusul? Duh, Wulan bakal sibuk banget di sana.
Luna? Dia sedang di Brunei, terus Ambar harus nyusul ke Brunei gitu? Gak deh, terima kasih.
Ayu? Dia memang masih di Jakarta, tapi sibuknya dia ngalahin Presiden.
TUK..
Ia merasakan sesuatu menimpuk kepalanya. "Ah anjir, siapa sih iseng banget," saat Ambar menoleh ke belakang ia tidak menemukan siapa-siapa.
Yang ia lihat hanyalah sebuah kotak. Seperti biasa, tiap harinya ia mendapatkan kotak dengan isi berbeda. Kali ini ia membuka kotak itu dan terlihat isinya sebuah boneka Barbie.
"Fix. Ini yang ngasih gue hadiah, positif orang gila," gumamnya.
"Ada suratnya," Ambar mengambil surat itu dan membacanya.
Hapus air matamu, Ambarwati. Percayalah sebentar lagi. Ku mohon bersabarlah, 20 hari lagi, kita akan bersama, selamanya
Siapapun kamu, terima kasih. Batin Ambar.
***
Ayu merenggangkan otot-ototnya yang kaku. Orang-orang sekarang memang sudah tidak ada yang waras. Bagaimana ada seseorang memakai uang kantor dengan jumlah yang yang sangat besar tanpa tanggung jawab?
Gara-gara orang itu, Ayu harus berkali- kali mengecek laporan keuangan dari setahun belakangan. Benar-benar melelahkan, yang ia lihat seharian ini hanyalah angka yang membuat kepalanya mumet.
Belum lagi penyelidikan yang akan ia jalani sebentar lagi, bahkan ia berani bersumpah bahwa tidak memakai uang itu sama sekali. Kecuali jika para penyidik melihat isi apartemennya yang penuh dengan barang berkelas, apa yang harus ia ucapkan? Jujur dengan mengatakan bahwa barang-barang itu dari Bosnya yang tak berperasaan tapi sering membelikannya barang mewah? Mau taruh di mana wajahnya nanti?
Bahkan, barang-barang itu tidak pernah ia sentuh, karena takut yang ngasih akan besar kepala nantinya.
Hah, hidup ini terlalu rumit.
Ketukan di pintu membuat ia membuka matanya. "Bisa bicara berdua, Ay?"
Ya. Disinilah ia sekarang. Makan siang dengan Bos besar perusahaan meskipun enggan pasti akan dipaksa juga ujungnya.
"Kamu lelah?" Tanya lelaki itu.
"Menurut Anda?" Balas Ayu sinis.
Bagas tersenyum, "setelah ini, pulanglah. Aku janji tidak akan menganggumu malam ini," tawarnya.
"Tidak terima kasih. Pekerjaanku masih sangat banyak, belum lagi kasus korupsi itu, aku juga pasti akan disidik oleh polisi," jelas Ayu.
"Tenanglah, aku yakin kamu tidak terlibat," ungkap Bagas mencoba memberi semangat.
"Tenang katamu?! Aku bahkan tidak sudi ikut terlibat dalam masalah itu, tapi dia salah satu anak buahku, mau tidak mau aku harus terlibat, dan jika citra divisi keuangan memburuk gara-gara kasus ini maka aku akan dicap jelek oleh karyawan."
Bagas terkekeh. "Segitunya ya? Kamu hanya akan menghadapi beberapa pertanyaan dari pihak polisi dan jika mereka yakin dengan jawabanmu, maka kamu tidak perlu disidak lebih lanjut lagi."
"Ayu, tenanglah. Aku yang punya perusahaan biasa aja masa kamu yang pusing?"
"Iya sekarang biasa aja, tadi pagi siapa yang bentak-bentak gak jelas seakan-akan gue akar masalahnya?" Gumam Ayu yang masih terdengar oleh Bagas.
Bagas terkekeh lagi, "aku emosi sekali tadi pagi. Maaf untuk itu," Ayu hanya memutar bola matanya jengah.
Tiba-tiba Ayu teringat sesuatu. "Bagas, kita itu apa sih?"
Bagas terdiam sejenak, "kamu mau kita apa?"
"Orang-orang kantor banyak membicarakan kita. Kamu yang terlalu sering datang ke ruanganku, kamu yang terlalu sering ngajak aku jalan, kamu yang terlalu sering memberi aku hadiah mewah, dan masih banyak lagi tingkah kamu yang membuat aku jadi bahan gossip di kantor," jelas Ayu.
"Dan kamu peduli dengan omongan mereka?" Tanya Bagas.
"Jelas. Aku punye telinga dan aku punya hati. Apa kamu tau sakitnya aku dibilang penggoda atasan?"
"Ayu, tangan kamu itu cuman dua. Kalo kamu berusaha menutup mulut mereka satu-satu dengan tanganmu itu, percuma tidak akan bisa. Kamu cuma bisa tutup kedua telinga kamu dengan tanganmu itu, apa itu sulit?"
Ayu menghela napasnya lelah. "Aku harus apa biar kita bisa seperti layaknya atasan dan bawahan yang biasa? Apa aku harus resign?"
"Hm, oke kamu resign. Dengan syarat kamu terima lamaranku," kata-kata konyol itu keluar begitu saja sukses membuat Ayu melotot kaget.
"Apa salahnya sih membuka hati buat orang lain? Gak bikin mati juga kan?" lanjutnya.
"Tapi Gas—
"Gak ada tapi-tapian, Ayu. Aku cukup terima atas keputusanmu untuk menolakku, tapi tidak dengan menjauhimu, tidak akan. Kamu sudah membuatku merasakan hal yang baru, dan kamu harus tanggung jawab untuk merasakan hal itu bersama denganku, selamanya."
Kata-kata klise tapi sukses membuat Ayu berpikir dua kali tentang atasannya itu.
"Mungkin kemarin kamu menolakku, tapi selama belum ada laki-laki yang bersumpah atas nama Tuhan di depan Ayahmu, aku janji akan buat kamu jatuh cinta kepadaku dan menerima aku sebagai pendampingmu, selamanya."
Ayu tetap diam mendengar semua kata-kata yang keluar dari mulut tampan atasannya, dia tidak tahu harus membalas apa. Bibirnya kelu saat mendengat kata demi kata yang keluar.
"Oh ya, aku berencana untuk mengganti posisimu menjadi sekretarisku, bagaimana? Mungkin misi aku membuat kamu jatuh cinta akan lebih muda," tawar Bagas.
Ayu melotot saat mendengar hal itu. "Gila! Gak mau! Ini aja udah gila gimana jadi sekretaris? Apa kata orang kantor nanti?"
"Ck! Masih dipikirin aja sih omongan mereka. Entar juga diem pas liat undangan pernikahan kita."
Reflek Ayu memukul lengan kiri Bagas hinga lelaki itu mengaduh sakit. "Ngarep banget sih!"
"Semua itu berawal dari mimpi, Ayu. Dan dalam mimpiku, aku berharap ada kamu disana."
***
8 - Kita itu Apa?
14 September 2018
hai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel's
ЧиклитSa.ha.bat N Kawan; teman; handai; Bertemu dan langsung menjadi akrab itu sulit. Mengumpulkan beberapa orang dengan sikap dan sifat yang berbeda pun juga sulit. Tapi ini kisah mereka, dengan garis hidupnya masing-masing. Percaya bahwa semua yang terj...