06. Bukit, langit dan Kita

65 18 3
                                    

Jum'at, 4 Oktober

        Hari itu, adalah hari libur keluarga, kami menghabiskan hari kami jauh dari kata Kota, Publik bahkan keramaian. Desa Lost Greek, adalah desa dimana Mom tinggal, lahir dan tumbuh besar disana. Ya, terlihat dari bagaimana perawatan lingkungan, lebih nampak seperti kota di Inggris. Indah, Vinttage bahkan sangan Asri. Tidak heran, Dad dapat dengan mudah tersipu akan rayuan Mom, semua kenangan itu mereka habiskan disini. Dan aku rindu, segala masa pada hari ini.

10 Oktober

        Tirai menutupi celah sinar surya, menyelusup menembus kaca sepanjang kepala ranjang hingga ujung kaki ranjang rumah sakit tersebut. Membuat suasana lebih mencengkam, menyedihkan dan memilukan. Pasti.

   Namun, semua itu kalah oleh satu keadaan dengan name tag pasien tersebut. Seorang yang tidak akan pernah kami duga harus menanggung penyakit mengerikan, bernama Cancer.

kami duduk disampingnya, menggengam erat tanganya. Kami takut kehilangan atau kami takut tersingkirkan ?

19 Oktober

        Semua berjalan, beriringin sambil tertunduk. Baju hitam mereka memberi aura kesedihan yang sangat mendalam. Berapa orang bilang, pria kecil menangis didekapan Dad nya. Meratapi takdir yang nampak sangat kejam.

***

        Aku menatap langit-langit berwarna cream, dengan ujung-ujungnya yang mulai retak. Menyipitkan mataku saat sinar mentari mulai masuk menarik ku untuk bangun dari ranjang. Aku mengusap wajahku, mencoba mengigat hal apa yang terjadi beberapa jam sebelum aku terlelap dan kembali dihantui mimpi yang muncul 5 kali dalam tiap bulan.

Aku melihat lenganku, kurasa mustahil jika lenganku yang tidak rata ini dapat dilihat oleh bibi, aku sengaja memakai handsock. Aku segera melepasnya, dan teringat

"Semalam aku menangis. Memalukan." Aku menangis, menangis dan tertidur. Kurasa itu penyebab kepulasan dalam tidurku, aku kelelahan.

Aku bangkit, berjalan menghampiri cendela disamping ranjang. Angin sejuk mendekap hangat saat aku membukanya. Pemandangan langsung tertuju pada bukit, pepohonan dan beberapa anak berlarian.

"Aku ingat suka menghabiskan waktu untuk bermain jungkat-jungkit dibawah bukit.." aku menurunkan tatapan ku, menatap kearah kebun buah yang dulunya adalah tempat jungkat-jungkit.

"..aku rasa itu sebabnya orang disini sekarang lebih sehat." Aku terkekeh mengingat semua kenangan itu. Teekadang rasanya ingin kembali, namun...

"Ana?"

Seorang pria menatapku bundar didepan pintu kamar, berewok nya bergerak sembari mulutnya menyebut nama ku. Aku terbelalak dan segera berlari menghampiri pria itu. Memeluknya erat-erat.

"Uncle Je!" Ya, uncle Jean. Lama sekali aku tidak bertemu dengannya, rasanya tidak ingin melepas pelukan hangat dari bapak berewok ini. Aku tertawa beberapa saat ketika dia mulai menyebut kata Moumou.

"Moumou, kau membuat uncle tidak ingin menyukur berewok uncle."

"Kau ingin menyukur berewok mu?"

Aku tercengang, lalu tertawa melihatnya berkedip dengan bodoh seolah berkata aku bisa jika aku mau. Dia dengan lugu membentuk pistol jari di dagunya dan mengarahkan-nya ke dahi ku. Aku terjatuh, berlagak peluru telah menembus dahiku lalu mati. Uncle dengan cepat menahan tubuhku, dan menjatuhkan ku begitu saja.

"Auchh. Sakit."Aku mengusap kepalaku yang mendapat benturan keras tiba-tiba. Uncle terbatuk, dan mengusap tangan-nya.

"i'm sorry Mou, you gain weight haha." Uncle tertawa, tertawa melihat ku kesakitan sehabis terbentur. Membuatku ingin menyumpal mulutnya yang terus mengeluarkan kristal dan tertawa meledek.

Tidak lama kemudian, sesosok kecil menyembul dari balik pintu Membuatku hampir meloncat ketakutan. sosok dengan baju Ham pink hati, celana pendek coklat, Jaket 2 lapis berwarna Hazel tua, dan jangan lupakan sandal rumah spidernya.

"Hei, Koyu."

Hening.

Tatapan tertuju pada Uncle sepenuhnya, membuatnya mengucurkan keringat atas tatapan dari kami. Sedangakan aku, dihantui pertanyaan atas nama yang baru Uncle sebut.

"Koyu?"

"Ya, lihat wajahnya yang Dingin itu, dia terlihat seperti koyu cat."

Sungguh, aku tidak tau maksudnya. Dengan tawa aku mengangguk dan segera mengalihkan topik yang akan membuat si Koyu menahan amarahnya.

"Aku ingin keluar, ada yang mau ikut?" Si koyu, maksudku James menarik rasleting jaketnya dan mengancingnya dibagian paling atas lalu berlalu pergi begitu saja.

"Ku anggap itu Iya." Aku mengambil jaketku dan membuntutinya menuruni tangga. Uncle Jean mengikuti, dengan kamera yang mengalungi lehernya. James berhenti mendadak, membuatku hampir terjatuh karna menubruk tubuhnya. Dia menoleh menatap Uncle Jean.

"Kau mau kemana? Pergi, jangan mengikutiku."

Ceekrekk

Uncle baru saja mengambil gambar, memotret wajah amarah James yang sekarang lebih memanas karena hasil jepretan foto tadi menunjukkan aib nya. "Aku ini ikut Kakakmu, bukan kau. Kau bahkan tidak berkata ingin pergi dengan nya," Uncle menjulurkan lidahnya meledek, mendahului James dan menyuruhku untuk terus berjalan.

"Ughhh!" James teriak, "Dia tidak bilang akan mengundangmu."

Tangannya menggengamku, meremas dan menariknya. James berjalan cepat melewati Uncle Jean dan terus menarikku untuk mengikutinya. Reflek, dengan kaku aku mengikutinya. Kami pergi, meninggalkan Uncle Jean sendiri dengan kamera yang masih tergantung mengalungi lehernya.

Senyum tergores diwajahnya. "Such a Sweet Sibling."

***

        Kami disini, di bukit. Aku masih berdiri menatap James, wajahnya dia tutupi dengan tangannya. Malu sepertinya.

"Reflek."

Aku mengangguk ria, dan menganggap itu juga ketidaksengajaan. James mendekati semak-semak, mengambil semua daun dan beberapa berry darah. Dia melumurkan-nya ke wajahku dan beberapa bagian leher.

"Aku ingin menaruhnya ditanganmu, tapi kau dengan bodoh menutupinya."

Aku mengusap wajahku, menaikan alis bingung. "Tanganku ?"

"Iya. Sayatan ditanganmu."

Aku membungkam, terdiam melihat James pergi kearah berlawanan membawa berry-berry ditangannya. Aku pun tersadar, melihat kepergiannya membuatku ragu untuk membuntutinya.

"Ayo!"

"Siapa yang akan jadi kelinci percobaan-ku jika bukan kau."

Aku tertegun, tersenyum. berjalan menghampirinya dan kembali tersenyum. "Yeah, Little Man."

•••

Hmmm
Udah ber-bulan bulan.
Ada yang nunggu ?
//ditampol bakso karena ngarep.
Okay siip gaada :v
tapi, thank you bagi yang masih mau baca.
Thank you 'kamu'.

lagi, thank you so much and Byee
Xoxo.

PAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang