12. Taruhan

49 9 0
                                    

"Kaela dan Raeva."

Aku menautkan alisku, bersiap membuka mulut. "Siapa mereka?" Tanya Tere mendahuluiku. Aku mengangguk menyetujui.

"Teman kami, anak kelas X IPA." Jawab gadis berkuncir kuda, tangannya mengusap pelipisnya menahan kesabaran. Suasana tetap sama, kembali gundrah dan Panik.

"Ada apa dengan mereka ?" Aku membuka tanya, membuat ke-tiga nya menoleh, mereka mendekatiku segera.

"Senior kak.." ucap gadis berponi "..Senior menangkap mereka."
Mata Tere membesar, pupilnya membundar seira dengan kacamata-nya. "Akh? Siapa !? Katakan."

"Jonathan dan kelompoknya."

Gadis berambut sangat pendek itu, menatap Tere serius. Lemak dipipinya membuat bibirnya mengecil. Tere balas menatap, mengigit bibirnya kaku.

"Athan.." desis Tere, ia menggertakan giginya kasar. Menatapku, berkode 'Ikuti aku oke?'. Aku menganguk, lalu menatap ke-tiga adik tingkat yang dihiasi rasa ketakutan.

"Kami akan Bantu," Tere bangkit. "Asal kalian berjanji, tidak ikut campur dan cari masalah dengan Dia."

Mereka terdiam sesaat, saling menatap penuh keheranan. Sekian detik, menganguk penuh kepasraan.
Aku dan Tere segera menyuruh mereka pergi ke perpustakaan, lalu kami berlalu menuju XI IPS 1. Mencari keberadaan Athan, sang pembajak Jalanan Sekolah tersadis.

----------

"Kau pikir kita akan dapat berapa bagian?"

"kuharap lebih banyak dari bulan lalu."

"Apa yang kalian harapkan ? Athan tidak sedermawan itu. Kh sialan."

Pembicaraan itu, tidak lain pasti ada hubugannya dengan Athan, dan jika ada imbalan pasti ada Korban. Kurasa, Kaela dan Raeva lah Korbannya. Kami memperlebar pendengaran kami, menguping tepat dibalik pintu kelas mereka.

"2 gadis gendut, kita bisa dapat apa? Lemak?"  Tawa lepas terdengar dari dalam. Aku menaikan tubuhku, mengintip dari cendela kecil dipintu. Christ, Mallon dan satu lelaki dengan rambut potongan mangkuk, anggota baru kurasa. Mulut mereka kembali beekomat-kamit.

"Aku akan Masuk," Tere bangun, memegang gangang pintu dan menggesernya cepat. Pintu terbuka dan keheningan tercipta.

Sebelum sempat aku mengikuti Tere, telingaku bereaksi. Remang-remang terdengar suara, ocehan, tangisan dan teriakan. Kakiku bergerak kekiri, mengikuti arah datangnya suara.
"Sttt, Diamm!!"
Suara itu semakin dekat, tepat diatasku. Di Atap Sekolah.

"Mereka pintar meninggalkan jejak."

Aku berlari cepat, sebelum aku sadar seseorang mengikutiku. Menarik tubuhku, mendekapnya kuat dan menutup mulutku dengan kain, membuatku benar-benar tidak bisa melawan.

"Ahmm! Akh! Lep.."

Napasku semakin surut, aliran darahku berhenti, mataku meredup, tubuhku melemas. Aku terlambat melawan, dan tubuhku sudah menyerah lebih dulu. Sialan. Aku akan pingsan.

***

Cahaya minus merambat melewati mataku, mataku menelusuri tiap inci ruangan berpagar besi tinggi ini, seorang disana. Dua--ah, empat dengan tawanannya dibelakang. Sialan bukan, dua pria Monster menatapku tanpa dosa. Tidak heran, selama ini mereka mengawasiku.

"Kau teman si Osis Menyebalkan itu ya?" Dia mendekatiku, menundukkan tubuhnya. Cengirannya membuatku ingin muntah darah.

"Perempuan cupu nan Kotor." Tangan panjangnya menyentuh rambutku, membuatku tersigap. Tanpa aba-aba aku menendang tepat kearah Burung-nya, membuatnya terjatuh dan reflek memegang Masa depannya yang telah kuhancurkan.

"Rambutmu Bau, kapan terakhir kali kau Keramas?" Aku menatapnya jijik, yang dibalas tatapan setajam iris olehnya. Dia kembali bangkit, benar-benar hampir memukulku dengan gempalan tangannya.

"Hey! Dia belum jadi milikmu!" Teriak pria busung didepanku, maskernya selalu bertengeng setia didagunya.

"Hah? Kau Bodoh? Perempuan seperti dia lebih baik di tong sampah." Dia mendorong kepalaku, lalu kembali menyengir.

"kalau begitu kau menyerah?"

Kedua pria itu, saling menatap. Seperti anak kecil yang berebutan kelereng ditaman bermain, keduanya sama-sama pengecut. Erick dan Athan, dua-berandal yang benar-benae perlu musnah dari dunia ini.

"Tidak semudah itu."

"Then, Kau terima Taruhan-nya?"

Taruhan ? Taruhan apa ? Tunggu--tung-- siapa sebenarnya Korban disini ?! Mereka berjabat tangan, arti dari persetujuan. Sialan.
Athan berlalu pergi, dia sempat tersenyum kejam padaku. Yang benar-benar melontarkan ejekan.

Aku mengumpat. Menggepalkan tanganku yang masih terikat menjadi satu. Sialan! Aku dijadikan taruhan oleh dua manusia Bejat.

"Kemari." Erick mendekat, meminta tanganku untuk dibuka ikatannya.

"You are Bastard!" Kakiku telah tepat didepan wajahnya, namun dengan sigap Erick menangkapnya. Dia menurunkannya pelan, terasa dia meraba lembut betisku.

"Aku lakukan ini demi kebaikan--"

"Kebaikan apa menjadikan seseorang yang tidak tahu apa-apa Taruhan ?!" Teriakku, ".. dan mengorbankan adik tingkat. Sialan kau!"

Napasku terdesak, deruhannya begitu cepat. Mataku memerah, benar-benar diujung kaca. Tubuhku bahkan bergetar hebat. Dengan cepat aku menunduk, tidak sekalipun ingin menatap wajah datar bejat milik Erick.

"Lepaskan Mereka.." seruku. "..jangan jadikan Kaela dan Raeva korban."

Aku mendengar Kaela dan Raeva terisak, menangis menyebut namaku. Menyedihkan mendengarnya, hatiku panas. Mereka hanya gadis yang mengharapkan indahnya masa SMA, tapi manusia Bejat tanpa dosa menghancurkannya.

"Begini, An.." Erick merendahkan suaranya, membuatku menaikan kepalaku, menatapnya penuh arti. "..Aku harus mengorbankan antar kau atau mereka ber-dua."

Pupilku membudar, namun tetap redup. Aku menghela kecil, mengigit bibirku sangat keras. "Lalu Korbankan aku saja."

"Kebejatan kalian sudah diambang batas! Aku tidak tahu tujuan taruhan ini apa. Tapi kumohon jangan bawa nyawa Adik tingkat kita." Jelasku.

Erick tidak membalas, dengan senyap dia membuka ikatan tanganku. Mengadu kecanggungan dan ketakutan yang bersamaan.

"Aku bisa saja melakukannya," Erick bangkit, berjalan kearah Kaela dan Raeva. Membukan ikatan tangan mereka.

"Aku hanya tidak ingin mengorbankan-Mu."

Mata kami bertemu, tatapannya penuh arti, tanpa sedikit pun tersirat hitamnya kejahatan dalam pupil cokelat indahnya. Bibirnya tidak sedikitpun mengukir senyum, namun napasnya terdengar senada dengan arti senyum.

"Kaela dan Raeva tidak akan dapat masalah, sekalipun mereka dikorbankan. Karena mereka bukan incaran dan tujuan semua ini.." Seru Erick.

"..Tapi Kau."

•••









Oii~ Haeeeee!

How you guys doin' ? I hope is well, and good Enough to make you Smile.

I need You guys Vote :)) so if you like or just feel chill read this Story, give a Star, leave Comment and Kritik+Saran.

Thank you sm!

- Love,
   Ted.

PAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang