15. Terpergok

48 8 0
                                    

        Aku melambaikan tanganku saat sebuah mobil kuning melesat menuju arahku. Mobil itu berhenti, kaca supir terbuka. "Berapa tuk ke perumahan Amelthana04 ?" Aku memiringkan kepalaku.

Tangannya menunjuk 10 dua kali, aku mengangguk dan segera masuk kedalam mobil. mobil pun melesat kearah timur, daerah yang terlihat lebih bersinar dan hidup dibanding disini.

Selang 15 menit, mobil berhenti didepan gerbang bertuliskan Welcome to Amelthana-04. Sangat senyap, aku menatap supir bertanya, "kenapa tidak masuk ?" Dia menatap kearah gerbang, melihat sederet rumah bak istana kecil yang klasik dan mewah. "Tak seorang pun dari luar yang tak punya kepentingan dibolehkan masuk, bukan ?"

Aku menatap heran, mengidikkan bahu. Aku tak pernah mendengar seorang berkata seperti itu, yang kutahu memang perumahan ini sepi saat malam hari. Dan perumahan ini bukan milik bangsawan, tentu saja seorang bisa hanya mampir. Terutama seorang Supir taksi.
Aku memberikan bayaran dan turun. Mengucapkan selamat malam, dan menuju gerbang.

Berhubung rumah ku berada ditanah didaerah ujung, aku harus berjalan berkelak kelok hanya tuk melihat balkon rumahku. Kuulang lagi, kawasan ini selalu sepi saat malam hari. Kuakui penghuninya bukanlah orang bersahabat seperti orang diluar sana.

Kakiku bertapak pada keramik batu didepan rumah. Akhirnya setelah 5 menit berjalan, aku dapat menghirup bau asam bunga berry dari dalam. Sekarang belum melewati pukul 8 malam, gerbang rumah tidak pernah dikunci sebelum itu.
Aku berjalan perlahan, terdengar erangan mesin dari garasi rumah. Aku menghentikan langkahku, melihat mobil sedan hitam keluar dan melesat melewati gerbang ke2 ruamh (gerbang yang dikhususkan untuk mobil).

Dad ? Mau kemana ?

Seorang membuka pintu rumah, James berdiri memegang knok pintu. Piyama sepaket membaluti tubuh kecilnya. "Kau darimana ?" Tanyanya.

"Perbatasan, Boby's Land." Ucapku terus terang. Tak ada gunanya berbohong, dia tetap akan tahu jika aku tak ada tambahan kelas ataupun les hari ini. Alisnya tertaut, matanya membudar tajam.

"Ngapain kesana?" Dia membuka pintu lebar-lebar, berdiri ditengah. Tak membolehkan aku masuk sebelum menggerakan bibirku tuk menjawab. Aku mendengus, membuka mulutku dan berbohong. "Hanya mampir. Dengan Tere."

Aku menggeser James, masuk kedalam meninggalakannya yang masih terdiam. Menaiki tanggal menuju kamarku. Bersiap merebahkan tubuhku pada ranjang. Dan membiarkan mimpi mengambil alih tubuh dan duniaku.

***

        Aku terkesiap mendegar erangan dari kamar sebelah, desahan melambai kupingku tajam. Aku mempertajam pendengaran, memutar record ponselku. Suaranya semakin menggelikan. Aku bangun menempelkan telingaku kedinding penghubung kamar itu. Itu. Suara Elena. Si Jalang biadab.
Aku mengepalkan tanganku, keluar kamar menuju ruang samping. Membanting keras pintu.

Pupilku bundar. Elena disana, tubuhnya tak terbalut oleh sehelai kain pun. Disampingnya, seorang pria berambut sebahu, berkisar umur 30 tahun awal. Mata keduanya membelalak melihat kehadiranku. Mataku memerah, perasaanku mengobar memanas melihat pemandangan mengerikan ini.
"Kau benar-benar seorang Jalang." Aku berlari.

Aku merasakan seorang mendorong tubuhku, membuat keseimbanganku hilang. Tubuhku meratap dan berguling di tangga hingga sampai di lantai dasar. Seluruh tubhku mengerang sakit, semua otot ku serasa terkilir. Aku melawan, berusaha bangkit menopang tubuhku dengan kedua lenganku.

Rambutku ditarik, Elena menjambakku tak kenal iba. Aku menyikut wajahnya, yang spontan melepaskan gengamannya. Tubuhku terjatuh bersamaan dengan itu.

Remang-remang bayangan orang lain terlihat, mendekatiku. terlalu kabur. Mataku bahkan tak dapat melihat jelas. Aku melemaskan tubuhku, sebelum akhirnya yang tersisa hanyalah kegelapan.

PAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang