Erick menurunkan kami di Bastero cafe, salah satu cafe yang tepat ditengah ramai-nya kota. Aku jujur tidak suka daerah keramaian seperti ini, tapi setidaknya aku tahu dia tak akan macam-macam padaku.
Dia memilih tempat tepat disebrang cendela langsung ke jalan raya, memesankan menu seenak dahinya."Aku tidak suka pork." Desisku.
"Aku tidak pesan pork, itu Nuggetoo chicken." Balasnya menjatuhkan.
Aku memutar mata, berharap yang akan ia ceritakan sepadan dengan apa yang harus aku korbankan disini. "Kau bisa jelaskan sekarang." Ucapku.
Erick berdeham, memainkan kunci mobilnya seperti biasa. "Pertama, ini soal taruhan. Athan menang ronde pertama, seperti kataku, ronde ini akulah yang akan menang-"
Aku berdesis, menahan emosi akan sikap sombong dan percaya dirinya. "Percaya diri sekali," Erick menatapku datar, mendesah. "Kau menyuruhku cerita, dengar dulu."
"..ronde ini adalah Balap Mobil," aku menggidik, membuatnya terlihat ikut kaget. "Jika aku menang, kau akan benar-benar bebas." Sambungnya.
"Jika..kau kalah ?" Tanyaku ragu.
Erick mendesah pelan, seorang pelayan menyela sebelum dia sempat menjawabnya. Nuggeto hanya dapat kami lihat tanpa ingin menyentuhnya, Erick bersiap melanjutkan. "Kau..jadi miliknya dan Bella, tapi aku tak akan biarkan itu terjadi."
"Kenapa...sekali lagi, kenapa kau melakukan ini ? Bukankah Athan childhood-mu ? Dan sekarang kau juga akan menghianati pacarmu sendiri ?" Tanyaku tak penuh ragu, membuatnya terdiam menggigit bibir bawahnya. Terlihat sangat gugup, namun tetap tegas.
"Kau tahu ? ada hal yang tak pernah bisa diperbaiki antara aku dan Athan," Erick mengeluarkan ponselnya dan mulai mengetik, memposisikannya tepat ditelinga kanannya. "Asal kau tahu, dia penguasa daerah Antamona." Aku terperanjat, pantas saja jiwaku tak pernah tenang selama kakiku menatap tiap langkah daerah itu. Ya tuhan, aku benar-benar bisa diperkosa.
"Hei, Bell.." sautnya pada sebrang ponsel. Suara melengking terdengar, bernada merengek seakan gadis kecil meminta chihuahua sebagai hadiah ulang tahun pada orangtua-nya. "Dengar..hei..aku...tidak bu-" dia nampak berusaha keras membalas tanpa si sebrang memotongnya berkali-kali.
"Bell, Listen first! aku tak mau jadi bahan olokan orangtua mu lagi!" Erick setengah berteriak, membuatku yakin sekali ia sedang berbicara pada dewi Sekolah, sang pembully Bella. Aku mejatuhkan tubuhku, seperti biasa tidak peduli. Walau sempat berpikir, apa alasan sang preman seniman ini memacari gadis seperti dia ? Khh, aneh.
"I-akh! You do what you want then!" Erick memukul meja, membuatku terperanjat kesekian kalinya. "Kau akhiri sekarang juga semua itu, atau aku akan benar-benar putus denganmu!" Teriaknya sebelum ponsel dimatikan secara kasar.
Aku masih terbatu, bingung dan takut. Erick masih nampak menyeramkan dalan benakku. "Kau putus ?" Dia mengusap wajahnya, "segera. Karena dia tak mungkin sudi melakukan keinginanku."
"Apa keinginanmu ?" Aku menautkan alisku, Erick sekarang mengambil satu Nuggeto dan mengunyahnya lembut. "Melepaskanmu, Kaela dan Raeva dan membantah untuk taruhan dengan Athan." Jelasnya masih mengunyah.
Aku hany mendesah, tak siap tuk merespon. Entah apakah aku harus percaya padanya atau tidak, dia tak nampak buruk namun tetap saja tak baik. "Dengar, aku mengacungkan jempol atas usahamu untuk ku-ah- Kaela dan Raeva juga--tapi kenapa sebenarnya, alasan kau melakukan ini semua ?" Erick terdiam, benar-benar membeku. Bahkan tak berkedip. Mulutnya siap berbicara.
Bzzzt bzzt bzzzt
Ponselku berdering, mepaparkan nama Lexy dilayarnya. Aku menggesernya kekiri, menolak panggilan sebanyak 3 kali hingga ia berhenti. Dia yang meninggalkanku, sekarang memanggilku ? Kh menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PAIN
Teen Fictionpain /pān/ noun: Physical suffering or discomfort caused by illness or injury. Also an annoying or tedious person or thing. "she's in great pain and (of a part of the body) hurt." • • • • The original edit belong...