Ketukan terdengar mengema beberapa saat, digantungkan dalam keheningan. Aku kembali mengetuk. Tiga kali terakhir, sebelum melesat pergi jika masih tak ada respon.
Lexy berbalik, bersiap menyalakan mobil. Pintu ternyata terbuka, tepat sesaat bibirku menyimpul senyum."Mrs. Flow," aku menutupi bibirku, ia menautkan alisnya. Nampak asing. "Ana. Janneta Luciana Willson." Aku mengulurkan tanganku. Ia tak kunjung menyaut, membiarkan tanganku tergantung disapu angin.
"How can I know ? You're Janne daughter ?" Dada-nya terbusung, Ia menyilangkan tangannya sambil pupilnya menatapku tajam mengintimidasi.
Aku mengunci tanganku. Bergidik kaku dan bingung. "well..that's a random questions," aku menatapanya. "My mom...your best-childhood passed away two years ago. Mom melakukan meditasi kepadamu, empat tahun yang lalu."
Mrs. Flow semakin memperkuat mimiknya, menggigit bibirnya menahan sesuatu yang akan keluar. Ia mengembulkan uap perlahan. "Apa urasanmu gadis muda ?"
Aku menghela lega, memainkan outerku menahan gugup. "Aku...ingin lihat berkas-berkas penduduk yang pernah bapak Wali kota pegang," sebelum sempat menjawab, Lexy menyahut dari belakang. "An mencoba mencari tahu siapa Selingkuhan Ibu tirinya."
Semua terdiam kaku, kecuali sang pemilik suara. Aku menginjak perlahan namun keras telapak kaki Lexy, membuatnya reflek mundur dan mendecik. "Auch. Sakit."
"Tommy...menikah lagi ?" Suara rendah itu terdengar tak percaya. Aku mengangguk pelan, menggigit jari-jemariku menahan gugup sambil lengan lain menggengam memainkan outer. "Tak dapat dipercaya."
Aku kembali mengangguk, namun sangat pelan yang mungkin tak dapat disadari keduanya. Mrs. Flow membukakan jalan masuk, mendahului menuju tangga spiral. Kami mengekori hingga didepan pintu cokelat jati, bername Library.
Huh, Library ? Ia menyimpannya disana ?
Beribu--ah--juta buku tertumpuk dalam lemari setinggi cendela itu sendiri, tertempel rapi pada dinding membentuk persegi, dan ditengahnya diisi meja dan kursi jati ditemani sofa hijau tua melingkarinya.
Lexy tertegun, menampung air liur dalam mulutnya. Aku menerhatikan satu-persatu buku, ditata sesuai apakah buku-buku ini, Judul ? Tema ? Pengarang ? Atau bahkan warna sampul ?Mrs. Flow mengambil tangga, menyenderkannya dan mulai memanjat. "Ceritakan, ciri-ciri orang itu," aku membuka mulutku, tetap terdiam memilih kata dan kalimat yang tepat. "Rambutnya hitam sebahu, kulitnya sawo matang, kumis dan berewok tipis--ah mengendarai Folkswagen Beetle." Jelasku.
Mrs. Flow terus memanjat, berhenti didepan tumpukan berwarna hijau. Kurasa itu seluruh berkasnya. "Setidaknya namanya ?" Tanyanya.
"Kau pikir kita kesini untuk apa ? Mencaritahu nama dan alamatnya, tentu saja." Lexy menyembul, berkacak pinggang. Mata mereka bertemu, menyalurkan aliran listrik setajam pemes.
"Jaga ucapanmu pada orang yang lebih tua. Bagaimana beribu penduduk, dapat ditemukan tanpa tahu nama-nya ?" Mrs. Flow memijit pelipsnya. Lexy nampak tak peduli.Aku berusaha mencairkan atmosfer, menjelaskan lebih detail tentang pria itu. "Bagaimana jika kita cari sesuai daerah-nya ? Dia meninggalkan rumahku dan pergi kearah timur dengan Ibu tiriku." Jelasku tepat sasaran, Mrs. Flow menggeser tangganya seolah itu tak serapuh Jelly Bear dalam kemasan favorit anak-anak. Berayun--tidak seperti Tarzan, namun lebih elegan. Seperti melihat sosok Marry Poppins.
Aku menutup telingaku, gesekan kertas menusuk semakin tajam. Dengan cepatnya gerakan bolak balik berulang tubrukan antar mikro sangat kecil, dari serpihan kayu.
"dapat."
Kalian lihat, semudah itukan ? Aku mendekat antusias. Namun wajahnya tak nampak bercahay sedikit pun. Lexy menggigit bibirnya, melontarkan pertanyaan khas. "Kita tak bisa baca pikiran, jelaskan ada apa ?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PAIN
Teen Fictionpain /pān/ noun: Physical suffering or discomfort caused by illness or injury. Also an annoying or tedious person or thing. "she's in great pain and (of a part of the body) hurt." • • • • The original edit belong...