JŪ KYŪ

4.1K 636 106
                                    

                Embun merasakan dingin didahinya saat ia terbangun dari tidur lelap. Kepalanya sedikit pusing dan matanya juga agak perih, mungkin karena efek terlalu lama tertidur?

Embun mengucek matanya perlahan, mencoba memperjelas pandangannya. Ternyata dihadapannya ada seseorang yang sedang sibuk memeras handuk dalam mangkok. Bunda. Tegun Embun dalam hati. Ia tidak menyangka di depannya malah ada Bunda Nataya yang sibuk memeras bekas kompresannya. Seingat Embun, tadi yang datang ke rumahnya bukanlah Bunda melainkan anaknya. Kenapa tiba-tiba berubah?

"Eh udah bangun" ujar Bunda sambil mendekat ke Embun dan mengecek suhu tubuh gadis itu.

"Udah jauh mendingan banget. Embun mual gak?" tanya Bunda lembut.

"Engg.. engga kok Bun" jawab Embun pelan. Ia masih bingung kenapa Bunda bisa ada disini.

"Udah jam 5 nih, sayangnya Bunda masih pusing gak?" tanya Bunda seterusnya sambil memeluk pelan tubuh Embun yang sudah terduduk.

Bunda selalu senang dengan anak perempuan. Anak perempuannya tinggal di Jepang dan rasanya mengenal Embun membuat wanita paruh baya ini bisa menyalurkan perasaannya. Ia bahagia bisa menjaga dan mengenal Embun.

Embun hanya terdiam mendapatkan perlakuan dari Bunda. Sosok ibu yang biasa memeluknya hanyalah ibunya Bagas, kadang ibunya Irish tapi mereka jarang sekali bertemu. Kembali mendapatkan pelukan seperti ini membuat hati Embun membuncah bahagia. Pelukan Bunda sangat hangat dan melindungi. Wanita paruh baya itu memeluknya seperti ia tidak boleh disentuh terlalu kuat, seperti Embun harus dijaga sebaik mungkin. Seperti ia adalah segala hal berharga yang bisa ia bayangkan.

Perlahan Embun membalas pelukan Bunda. Merebahkan kepalanya di pundak wanita itu. Embun senang, dan kali ini ia ingin egois, ia ingin membalas pelukan wanita ini. Ia ingin bermimpi sebentar.

"Masih pusing ya? Aduh kasian banget.. Nata sih bilangnya telat jadi Bunda juga kesininya telat" lanjut Bunda sambil menggerutu di dekat telinga Embun. Embun hanya tersenyum tipis dibuatnya.

"Enggak kok Bun.. Cuma Embun suka aja dipeluk Bunda hehe" jawab Embun pelan

"Yaudah sini mau terus peluk Bunda juga boleh, kan Embun anak Bunda. Siapa tuh Nataya? Enggak kenal deh Bunda" balas wanita itu lagi sambil mengelus-elus punggung Embun, yang hanya dibalas dengan tawa pelan dari Embun.

"Nata nya pulang Bun?"

"Enggak. Lagi di kamar mandi tuh"

Bunda melepaskan pelukan itu perlahan, berniat mengecek kondisi Embun sekali lagi, "Bunda sebenernya gak bisa lama.. sebentar lagi harus langsung ke Jakarta" wanita itu menghembuskan napas kesal.

"Enggak apa-apa kok Bun.. Embun bisa sendiri" balas Embun tidak enak

"Enggak. Enggak. Bunda gak tenang. Jadi Bunda mau liat Embun makan dulu baru berangkat ya?"

Embun mengangguk, "yaudah Bun, Embun makan sekarang aja" lanjutnya kembali. Embun yakin, semakin lama ia memulai makan maka Bunda juga akan semakin telat berangkat ke Jakarta.

****

Disinilah Embun, tiduran di sofa ruang TV setelah selesai makan dan mengantar Bunda pergi. Cuma sampai pintu depan sih, tapi yang penting kan mengantar.

"Ini masa nontonnya ini Bun?"

"Ih protes mulu!"

"Uuuuh udah sehat yah? Nih udah bisa kesel-kesel lagi" jawab Nataya yang sedari tadi duduk berselonjor di karpet, sambil menyenderkan punggungnya ke sofa yang ditiduri Embun.

Space in AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang