NI JŪ YON

3.8K 629 128
                                    

                Saat pagutan itu terlepas, keduanya berlomba-lomba mengisi paru-paru mereka dengan oksigen yang tidak seberapa. Wajah itu masih sedekat sebelumnya, kedua pasang mata itu masih terpejam hanyut dalam perasaan, yang berbeda hanyalah kedua bibir itu sekarang berjarak senti, tidak lagi berpagut tanpa malu seperti beberapa menit sebelumnya.

Nataya perlahan membuka matanya hanya untuk melihat wajah Embun yang merona merah didekatnya. Napas mereka masih saling bersahutan, saling membentur satu sama lain karena tidak ada dari keduanya yang mampu melepaskan diri. Tangan Embun masih melingkar manis dileher Nataya, dan tangan Nataya pun masih menempel di pinggang dan rahang Embun.

Nataya kembali menyambar bibir Embun yang sedikit terbuka karena mencari oksigen. This is his first kiss but he's doing it skillfully, targeting her lower lips. Bibir bawah Embun yang memang lebih tebal dari bagian atas. Dan Embun hanya bisa pasrah sambil mengeratkan rangkulannya pada leher Nataya. Keduanya seakan lupa siapa mereka dan ada dimana mereka sekarang.

Even after he releases their second kiss, he just can't help to peck her lips for more. Nataya never imagined how the girl in front of him could be this intoxicating in so many ways. And her lips will definitely become one of his favorite.

"Nat.. kita ngapain..." lirih Embun setelah napas keduanya sama-sama stabil.

Nataya tersenyum kecil sambil mengelus pipi Embun yang masih merona merah. "Did I hurt you?", tanya nya khawatir.

Embun hanya menggeleng sebagai jawaban. Perempuan itu masih terlalu malu untuk menatap langsung mata Nataya.

"Do you hate it? We.. kiss?" tanya Nataya pelan. Ia bersumpah akan meminta maaf kalau sampai Embun merasa tidak nyaman karenanya.

Embun terdiam tidak langsung menjawab sampai akhirnya dengan gerakan pelan perempuan itu menggeleng. Tidak, Embun sama sekali tidak keberatan apalagi tidak suka. Ia hanya kaget dan bingung dengan semua ini. Embun tidak pernah sedekat ini dengan mahkluk berjenis pria.

"Jadi.. kalau.. aku.. minta izin.. ya.. lain kali. Boleh?" kembali Nataya bertanya ragu.

Dan jawaban Embun membuat Nataya mencium pipi tembam yang semakin memerah itu. Embun mengangguk memperbolehkannya. Berarti Nataya masih bisa merasakan hal tadi tanpa harus bermimpi sendirian.

"Liat sini dong Bun.." perlahan jemari Nataya menarik dagu Embun agar perempuan itu menatapnya.

"Gak mau. Malu" jawab Embun singkat.

Walaupun wajahnya sudah berhadapan lurus dengan Nataya, tapi Embun malah memejamkan matanya erat.

"Kok merem sih? Hahaha" Nataya dengan gemas langsung tertawa dan menjawil pelan kedua pipi Embun.

"Kamu mau merem terus?" tanya Nata sambil menahan tawa.

"Hmm!" jawab Embun mengangguk mengiyakan.

"Yah masa tiap ketemu aku mau merem? Mau dicium lagi?" tanya Nataya jahil sambil kembali melingkarkan tangannya pada pinggang Embun.

Plak.

"Aww!"

"Rasain! Ngelunjak sih!" jawab Embun sebal sambil memutar tubuhnya menghadap ke depan.

"Kepala aku bocor nih kamu pukul" ucap Nataya sambil menyodorkan puncak kepalanya persis ke wajah Embun.

"Ih mana ada! Emangnya tangan aku batu apa"

Space in AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang