Sebuah fakta tentang Embun.
Embun dan Bening bagaikan garis busur derajat yang berlawanan. Sejak kecil kakaknya itu selalu rajin belajar, setiap ada ujian ia bahkan selalu belajar sampai pukul 3 pagi. Dan bahkan dihari-hari biasa kakaknya terbiasa memenangkan perlombaan berbasis mata pelajaran. Masuk universitas pun Bening dengan mudah mendapatkannya dan lulus dengan peringkat cumlaude. Tidak pernah dihidup Bening ia merasakan nilai jelek.
Sedangkan Embun tidak pandai dalam pelajaran. Dari kecil ia tidak suka belajar formal. Dulu saat masih TK ia menangis karena tidak mau sekolah dan alhasil Embun hanya TK setengah tahun, ia hanya masuk TK nol besar. Bahkan sampai kuliah, Embun selalu menerapkan sistem kebut semalam. Ia harus dikejar deadline atau ada yang memicunya baru ia mau belajar.
Embun lebih suka hal-hal berbau non eksak. Saat kecil perempuan itu akan membawa buku tulis dan pensil kemanapun ia pergi. Di dalam buku itu penuh dengan gambar-gambar manusia yang Embun buat imajinasi ceritanya sendiri, kadang Bening ikut menemani.
Ia sempat berpikir untuk mengambil jurusan seni kriya tapi tidak ada satupun orang yang 100% mendukungnya. Semuanya hanya merespon setengah-setengah, karena Embun tidak pernah menunjukkan ketertarikannya dalam bidang seni di hadapan orang lain.
Dulu Embun pikir, menjadi mahasiswa jurusan bahasa akan mudah dan menyenangkan. Ternyata tidak. Semua jurusan punya kesulitan masing-masing, ditambah Embun sama sekali tidak menyukai hal-hal seperti anime dan manga sehingga cukup sedikit faktor eksternal yang mampu membantunya belajar.
Tapi Embun menyukai Jepang dan segala budayanya. Sehingga ia dengan berani memilih jurusan ini untuk di ampu. Walau pada saat kenyataannya ia pernah mengulang mata kuliah dan selalu mengambil jatah bolos yang maksimal diambil tiga kali dalam satu semester itu. Kadang Embun juga memilih tidak masuk kuliah saat ia tidak mengerjakan tugas. Embun cukup terseok. Walaupun ia bukan yang paling bodoh di kelas, tapi ia juga tidak sepandai teman-temannnya itu.
Mungkin ini juga sebabnya ia kemarin tidak lulus ujian sidang. Dan siapapun kalian disana, tolong hanya tiru baiknya Embun. Dia tidak sempurna, jangan ditiru hal buruknya.
Dan hari ini datang. Hari dimana Embun akan kembali melaksanakan ujian. Sepanjang malam ia tidak bisa tidur dan terus menerus mengulang latihan presentasinya. Ia berharap semoga ia mengerti pertanyaan penguji karena ujian sidangnya dilaksanakan dengan Bahasa Jepang. Sepanjang malam perempuan itu berdoa, ia ingin semua ini segera berakhir.
"Jangan tegang" ucap Nata sambil mengelus pelan tangan Embun yang tersimpan diatas paha perempuan itu.
Mereka sudah sampai di kampus dan sebentar lagi Embun akan melaksanakan kembali ujiannya. Ia sudah rapi dengan setelan formalnya. Yang Embun harapkan saat ini tidak ada satupun temannya yang berada di kampus. Ia tidak tau harus ditaruh dimana mukanya.
Embun tersenyum menanggapi ucapan Nataya, "doain ya Nat."
"Selalu" jawabnya sambil mengeratkan pegangan pada tangan ramping itu.
"Kuteknya kuning sekarang? Kemarin masih biru deh"
"Iya hehe biar jadi lucky charm. Pas sidang kemarin aku pakai kutek hitam kayaknya jadi aku gak lulus"
"Hahaha mana ada ah. Semua warna bagus kok"
"Iya sih kemarin akunya aja yang bego, bukan salah kutek" jawab Embun sekenanya.
"Hush. Gak boleh gitu. Nanti kamu malah dikelilingi aura negatif terus. Pokoknya kamu udah usaha keras, I know how hard you try to fix this. Ini tinggal usaha terakhir kamu. Positive thinking ya? Kamu bisa, dan aku akan terus berdoa biar kamu bisa"
KAMU SEDANG MEMBACA
Space in Alaska
Fanfic(Series #1 - TAMAT) Di indahnya Alaska, di tulusnya Antariksa, dan di antara tabrakan bintang-bintang di dunia, kita bertemu. [Cerita belum direvisi sejak 2018]