36

565 103 68
                                    

Nothing’s gonna change my love for you
You oughta know by now
How much i love you
One thing you can be sure of
I’ll never ask for more than your love



---



Aku berlari kecil ketika mendengar suara ketukan pintu dengan salam yang terasa familiar meski baru dengar beberapa menit yang lalu dari sambungan telpon.

Woojin. Dia datang

Ceklek

Badanku ditubruk kencang oleh seseorang yang kini memelukku erat. Pundakku menghangat, aku yakin dia menangis. Tanganku reflek mengelus punggungnya dan membalas pelukannya erat

"jangan menangis Yerim" iya, dia yang menangis dipelukanku adalah Park Yerim

"lo jahat kak, lo gak dateng pas gue ulang tahun. Gue gak butuh kado lo, gue butuh lo dateng. Mana janji lo. Lo ingkarin semuanya termasuk vidcall yang lo bilang terakhir kali. Gue benci lo kak yang lebih benci lagi gue udah anggep lo orang yang berarti daripada si kampret woojin" cerocos Yerim disela isak tangis ringannya

"maafin gue Yerim, gue gak bermaksud. Selamat ulang tahun, dan maaf gue gak bisa nepatin janji" kataku sembari menepuk pelan berirama pada punggung gadis bungsu keluarga park itu

Sementara itu sang tokoh utama sedang berdiri dibelakang Yerim sambil tersenyum manis ketika mendapatiku menatap matanya.

Mata elang itu, senyum itu, pipi itu, wajah itu, dan sosok itu yang selalu aku rindukan, kini berada tepat didepan mataku

"apa kabar?" tanyanya

Yerim yang sadar segera melepas pelukannya, membuatku semakin gugup tak karuan

Aku tersenyum sejenak "lebih baik dari sebelumnya" kataku

"setelah liat gue?" woojin menggoda

"najis lo pede banget" cela Yerim, mengganggu suasana

"itu kenyataan Yerim" aku terkekeh, dan woojin senyum penuh kemenangan.

"masuk dulu yuk, gak enak didepan pintu" aku mempersilahkan mereka masuk dan duduk, sembari menunggu aku membuatkan minum.

Tante Heegi dan Om Daniel sudah pergi kerja, alhasil hanya aku dirumah. Ditambah dua anak turun keluarga Park yang sedang duduk manis diruang tamu

"ada apa?" tanyaku membuka pertanyaan

Yerim senyum malu malu entah karena apa

"boleh pinjem hp lo"

"untuk"

"meminta ijin atas niat dan keberanian yang udah gue kumpulkan"

Aku bingung, tapi tetap aku mengulurkan tangan kananku untuk memberikan benda kotak pemberian woojin

Setelah beberapa saat menekan dan menggeser sesuatu diponsel itu, woojin menempelkan handphoneku ditelinga kanannya

"assalamu'alaikum"

Park Woojin menelpon papa di Indonesia.

Untuk kebenarannya aku bahagia, tapi tertutup oleh kegugupan. Entah aku tidak bisa menggambarkan bagaimana respon papa disana, aku takut.

Setelah beberapa saat mengobrol dengan papa. Woojin menutup sambungannya, disertai salam dan senyum yang tidak bisa papa lihat tapi masih dia lakukan.

"are u really jin?"

"ya jihan. Nothing gonna change my love for u, u oughta know by now. Gue gak becanda"

"aww awww Yerim gak denger Yerim pake kacamataaa" Yerim mengganggu suasana pt. 2





































---

Jihan's Family in Indonesia

"ma, tadi papa dapet telpon dari nomor Korea. Namanya wu- wu lupa papa. Dia bilang Jihan diKorea, dan laki laki itu mau ketemu papa"

"ngapain pa?" bukan mama yang jawab tapi Radhit

"minta ijin menikah"

"wah serius pa?" tanya mama kaget sekaligus antusias

"hebat juga kak Jihan. Setahun disana udah dapet jodoh aja" celetuk Radhit yang memang aktif memantau sosial media milik Jihan

"Radhit tau kak Jihan di Korea?" tanya mama. Pasalnya selama ini keluarga Jihan mendengar rumor dari orang terdekat Jihan bahwa dia bekerja di Australia. Kehilangan ponsel Jihan waktu itu yang menyebabkan kedua orang tuanya tidak bisa menghubungi anak gadisnya. Hingga Jihan mendapatkan kembali kontak kedua orang tuanya dari Heegi dan atas tidak keberaniannya Jihan belum pernah menghubungi keluarga di Indonesia

"taulah"

"kok gak bilang mama papa?"

"lah mama papa gak tanya Radhit"

RADHIT SELALU BENAR :)

Assalamu'alaikum Busan -Park Woojin [End✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang