21. Sepertinya, Kita (Tidak) Perlu Menatap ke Belakang
Berhasil menyetir sebuah mobil yang berharga setidaknya dua kali lipat rumah keluarganya hingga selamat tanpa cacat sampai di tempat tujuan merupakan suatu pencapaian tersendiri bagi Naya.
Dia bisa membayangkan bagaimana wajah ketakutan Kak Rendra jika kakak laki-lakinya itu melihatnya di belakang kemudi mobil yang menurut plat nya dibeli pada awal tahun itu.
Entah mengapa Kak Rendra tetap saja menganggapnya kurang becus untuk urusan setir-menyetir padahal Naya sendiri tidak pernah mengalami kecelakaan lalu lintas semenjak dirinya mulai membawa mobil di umur tujuh belas dahulu.
Deru lembut mesin Mercedes Benz AMG GT tipe S yang Naya kendarai perlahan menghilang bersamaan dengan ditekannya ignition button dari mobil itu, dan picuan adrenalin yang sejak perjalanan dari daerah Selatan menuju ke kediamannya di kompleks perumahan area Barat ibukota akhirnya turut lenyap.
Naya menengok penumpang di sebelah kirinya yang sudah terlelap sejak setengah perjalanan yang lalu. Jas yang tidak lagi dikenakan dengan sempurna, baju putih berlengan panjang yang kedua kancing atasnya tidak lagi terkait, dan wajah yang dihiasi oleh guratan lelah di sekitar mata yang terpejam, Aksa terlihat begitu menikmati tidurnya.
Tanpa sadar Naya menghela nafas panjang. Bahkan dalam posisi hilang dalam alam mimpi pun, pria itu terlihat lebih tertata daripada orang pada umumnya. Dengan posisi kepala yang sedikit miring, dan kedua tangannya yang terlipat, Aksa tetap tampak menguasai dirinya.
Terbesit simpati di benak Naya untuk Aksa kala dia menatap wajah lelah pria itu dari dekat. Jika dalam keadaan tidur pun pria itu begitu berhati-hati, agaknya hidup seorang Adhyaksa Prasaja Hagam tidak seleluasa yang dirinya dan segenap orang lainnya kira.
"Selamat pagi mas Aksa, enak ya tidurnya?" Salamnya ketika pria itu membuka kedua matanya. "Itu tangan saya udah kan pake nya?" Lanjut Naya menggoda karena Aksa tanpa sadar menindih tangan kanannya ketika dia berusaha melepaskan sabuk pengaman pria itu tadi.
"Sorry," gumam Aksa kikuk begitu menyadari ketidaksengajaannya. Pria itu lantas mengusap matanya yang memerah dengan punggung tangan. "Kita udah sampai ya? Di mana ini..." Aksa sepertinya tidak familiar dengan daerah perumahannya, dan dia tidak heran dengan hal itu karena tidak mungkin juga orang sekelas Aksa berpetualang hingga ke lingkungannya.
"Iya, ini rumah saya," jawabnya menunjuk rumah berpagar hitam bertingkat dua bergaya minimalis di samping mereka.
"Maaf saya ketiduran, nggak tau kenapa tadi kok bisa tiba-tiba ngantuk..."
"Nyaman kalik di samping saya," Balasnya dengan senyum lebar. Naya tidak kunjung turun dari mobil karena dia menunggu hingga kesadaran pria itu sepenuhnya terkumpul. "Saya anter kamu pulang aja gimana? Ngantuk banget gitu keliatannya, yakin mau bawa mobil?" Tuturnya ikut membantu Aksa merapikan rambutnya yang jadi tidak rapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepertinya, Cinta (UPDATE SUNDAYS)
Literatura FemininaAdhyaksa Prasaja Hagam - 30, ISTJ.Ivy Leaguers, Pewaris takhta Hagam Group, Bachelor of The Year Cosmo Indonesia, and Tatler Magazine's Asia's Most Influential. Runaya Khandra Wimala - 25, former ENFP turn ISFP.Generasi Muda Berprestasi Yayasan Luhu...