..

55 11 0
                                    

Tepat pukul 10.00 . Bel tanda istirahat berbunyi. Teman-temanku segera pergi berlarian menuju kantin. Maklum lah.. mereka gak mau antri. Tapi aku tak sedikitpun ingin bangkit dari tempat duduk ku. Aku mengeluarkan novel kesukaan ku dari tas dan mulai membacanya. Tampaknya Andra memperhatikan gerak gerik ku dari tadi. Melalui tatapannya aku yakin dia bertanya-tanya tentang sikapku. Tapi masa bodoh aku bahkan tidak peduli jika memang dia banyak menilai tingkahku saat itu.

"Kamu gak keluar?" Tanyanya dengan menatap tajam ke arahku.
"What??. Enggak , aku males" jawabku agak sedikit Judes.
"Oke. Boleh aku pinjam catatan pelajaran tadi?" Katanya lagi.
"Of course. Silakan" . Aku menyodorkan buku catatanku kepadanya dan kembali meneruskan kegiatanku.
"Kamu memang suka menyendiri ya?" Dia mulai bertanya lagi.
"Enggak juga"
"Cuek amat sih" Katanya sedikit kesal. Dalam hati aku tertawa karena aku berhasil membuat dia menyerah dari rasa penasaran dan sok care nya itu.

Pukul 2 siang pelajaran di sekolah usai . Aku segera bergegas untuk pulang. Karena kakak ku gak bisa jemput , aku harus cepat berdiri di halte depan sekolah untuk menunggu angkot. Tanpa ku sadari si Andra juga duduk di halte dan menunggu angkot, sama sepertiku.
"Kamu naik angkot?" Tanyaku heran.
"Ya. Karena motor lagi di servis. Kamu tiap hari juga naik angkot?" Dia malah balik nanya dengan raut muka mengejek.
"Enggak. Hari ini kakak ku gak bisa jemput."
"Tunggu. Ternyata tampang-tampang Judes kaya kamu gini juga punya kakak. Hahahaha...."
"Iyalah."
"Sulit dipercaya.ckckck" katanya dengan ekspresi yang serasa ingin membuat aku memukulnya. Ternyata dia sama seperti kakak ku . Menyebalkan.

Tak lama kemudian angkot jurusan ke rumahku berhenti tepat di depan halte. Aku segera menaikinya. Anehnya, Andra juga menaiki angkot yang sama sepertiku.
"Kamu sengaja ya .. buntutin aku." Kataku dengan nada gak suka.
"Idiiihhhh... pede banget . Siapa juga yang ngikutin. Rumahku di jl. Sudirman kali..." katanya sembari mencibir.
"Uhhh..."
"Kamu gak punya temen deket ya, sahabat gitu?" Tanyanya kemudian.
"Kepo!!!" Jawabku ketus.
"Kan biasanya cewek cenderung punya sahabat. Kalo dia jomblo. Wkwkwkwk"
Aku melotot ke arahnya. Apa wajah-wajah sepertiku ini memang terdeteksi jomblo atau gimana . Entahlah, tapi dia emang bener sih. Aku jomblo dan gak ada keinginan untuk berpacaran dengan siapapun sejak insiden yang menimpaku 1 tahun yang lalu.

Ketika aku duduk di kelas 9 SMP . Aku punya sahabat dekat yang bernama Devina. Kufikir dia adalah satu-satunya sahabat yang paling baik. Dan aku mempunyai seorang kekasih namanya Bagas. Dia cowok keren, atlit basket, dan dia idola para cewek saat itu. Tapi hal yang membuatku bangga. Dari sekian cewek yang menggemarinya dia memilih aku untuk menjadi kekasihnya. Tapi hal baik memang tak selalu berjalan terus, suatu ketika ada masalah begitu serius dalam hubungan kami hingga membuat kami putus. Itu terjadi ketika aku ingin pergi ke toko buku untuk mencari referensi UN.
" Sa, kamu bisa nemenin aku gak? Aku mau ke toko buku nanti. Aku mau cari buku teferensi UN."
"Aduh . Sorry Mel . Aku ada acara." kata Denisa saat itu.
"Acara apaan?"
"Hmmm .. pokoknya ada." Katanya penuh teka-teki.

Akhirnya aku menelfon Bagas untuk kuajak.
"Gas, bisa anterin aku ke toko buku nggak?"
"Gak bisa sayang. Aku mau latihan footsal nanti. Maaf ya." Katanya.
"Okelah.."
Akhirnya aku pergi sendiri ke sana. Dalam perjalanan pulang sengaja aku lewat depan Taman untuk mampir ke rumah Kak Arif, teman kakak ku yang rumahnya dekat dari sana. Tak sengaja aku melihat sepasang kekasih sedang bersenda gurau di bangku Taman itu. Dan setelah agak dekat . Aku menyadari bahwa itu adalah Bagas dan Denisa. Dengan marah aku menghampiri mereka.
"Ohoooo. Jadi ini acara pentingmu itu Sa." Kataku
Mereka terkejut melihatku berdiri disana.
"Amel.." kata Bagas terkejut.
"Mulai sekarang kita putus!!!!" Kataku kepada Bagas.
"Aku bisa jelasin sayang."
"Gak ada lagi yang perlu di jelasin." Kataku . Aku segera berlari meninggalkan mereka tanpa menghiraukan panggilan Denisa . Hancur berkeping-keping, kecewa, dan hilang harapan yang kurasa. Sejak saat itu. Aku membenci Denisa . Aku tak pernah bersahabat dan menemuinya lagi. Aku juga tak pernah percaya kepada orang lain untuk bisa ku jadikan seorang sahabat.

"Hei. Malah bengong." Andra melambai-lambaikan tangannya didepan wajahku membuyarkan semua lamunanku.
"Ehmmm... gapapa." Jawabku mencoba tenang.
"Kau adalah wanita teraneh yang kujumpai di 17 tahun hidupku." Katanya lagi.
"Hei. Kau fikir aku wanita gila." Kataku dengan ekspresi kesal.
"Bercanda kali.. minta no wa mu dong." Katanya.
"Buat apaan."
"Buseett.. pelit amat sih, kalo misal kamu butuh curhatan aku sipa koq dengerin . Anggep aja aku sahabatmu." Katanya yang kali ini mengejutkanku.

Ku raih ponselnya dan ku ketikkan no wa ku di dalamnya. Mungkin dia bisa ku jadikan sahabat. Dan aku mulai berfikir untuk menerima tawarannya kali ini serta mulai mencairkan hatiku yang telah lama membeku.

****

Tentang Aku, Dia, dan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang