Tak terasa sudah 3 bulan aku menjalani hubunganku dengan Fero. 3 bulan ini pun berjalan dengan baik ya meski mungkin ada beberapa pertengkaran kecil yang seringkali muncul diantara kami. Tapi kuyakin itu wajar dalam suatu hubungan. Namun persahabatanku dengan Andra tampak dingin dan tak seperti dulu lagi. Aku jadi jarang bersama dengan Andra. Mungkin hanya sewaktu di kelas dan saat Andra latihan basket. Aku masih sesekali menemaninya. Bagaimana lagi, Fero merasa tidak nyaman kalau aku terus dekat dengan Andra. Aku terkadang merasa sebal dengan Fero atas sikapnya ini dan merasa tidak adil dengan Andra. Karena menurutku Andra lebih sering berkorban untukku ketimbang Fero. Andra juga Slalu ada entah saat aku membutuhkannya atau pun saat aku memang tidak ingin diganggu siapapun. Aneh sekali aku jadi membandingkan Andra dengan Fero. Aku memang mencintai Fero sepenuh hatiku Namun aku juga sangat menyayangi Andra. Terkadang aku merasa sayangku ke Andra lebih besar dari pada sayangku ke Fero. Tapi itu hanya karena dia adalah sahabatku.
Di minggu pagi yang sedikit mendung, aku siap mengawali hariku untuk latihan konser di studio sekolah. Sesuai janji, Fero akan menemaniku selama aku menjalani latihan. Sudah 15 menit aku menunggu Fero. Aku berjalan mondar mandir berharap Fero segera ke rumah. Tapi entah mengapa tak muncul-muncul juga dari tadi.
"Kamu nungguin siapa sih Mel?" Tanya ibu. Mungkin beliau memperhatikanku yang gelisah dari tadi.
"Nungguin Fero bu. Koq gak dateng-dateng sih. Nanti telat akunya."
"Suruh nganter Andra aja. Jangan-jangan dia lupa kalo mau nganter kamu."
"Enggak mungkin lah bu kalau lupa. Aku tungguin bentar lagi . Pasti dateng Koq."Aku pun mengambil ponselku dan berusaha menelfon Fero, tapi panggilanku tak terjawab. Hal itu membuatku semakin gelisah. Sedangkan jam terus berputar. Sudah setengah jam aku menunggu Fero. Aku mulai khawatir dan berfikiran yang tidak-tidak. Sudah sepuluh kali ku coba menghubungi Fero tapi tetap saja gak aktif. Tak ada satu pun pesan spamku yang di balas atau di baca olehnya. Akhirnya ibu pun menelfon Andra dan memintanya untuk mengantarku ke studio. Awalnya aku menolak, tapi ibu memaksa. Dan setelah ku fikir, dari pada aku telat dan membuat teman-temanku menunggu. Tak ada pilihan lain.
Hanya selang 5 menit, Andra sudah tiba di rumahku. Aku bergegas berangkat dan mencium tangan ibu. Setelah itu aku naik ke motor Andra. Sepertinya Andra tau kalau aku sudah terburu-buru jadi dia agak mempercepat laju motornya. Hingga waktu yang ditempuh ke sekolah sampai lebih awal dari biasanya.
Sesampainya di sekolah aku segera menuju ke studio atau ruang musik. Seperti yang sudah kuduga teman-temanku sudah menungguku. Mereka mungkin kesal karena aku terlambat begitu lama.
"Dari mana aja sih Mbak?" Tanya slah satu temanku, Arcy yang bertugas sebagai gitaris dengan raut muka agak kesal. Aku hanya tersenyum dan meminta maaf atas keterlambatanku. Tak mungkin juga aku memberitahu mereka alasan keterlambatanku. Dan aku pun juga tak tahu kenapa Fero tak menjemputku dan sama sekali tak memberiku kabar. Benar-benar menghawatirkan. Aku segera memulai latihan karena sudah begitu lama mengulur waktu. Menyanyikan 3 buah lagu secara bergantian seperti yang sudah kami rencanakan. Yakni "the day you went away", "love story", dan satu lagu indonesia tepatnya lagu yang dinyanyikan Rosa, "jangan hilangkan dia."Selesai Menyanyikan 3 lagu itu, kami break sebentar. Aku menghampiri Andra yang duduk di kursi dekat pintu studio.
"Makasih Ndra."
"Makasih kenapa?" Tanya Andra sambil menaikkan kedua Alis tebalnya.
"Udah nganterin aku dan sekaligus nemenin aku latihan."
"Ha. Kamu sakit ya Mel?" Andra malah bertanya dan memegang keningku.
"Maksudnya?"
"Udah berapa lama sih kita bersahabat. Koq kamu jadi canggung gini kayak orang asing aja. "
Aku tersentak mendengar jawaban Andra. Aku baru sadar akhir-akhir ini sikapku terlalu dingin kepadanya. Aku hanya tersenyum menanggapi Andra dan segera berlalu untuk menyambung latianku setelah beberapa saat break.*^
Selesai latihan, aku pulang bersama Andra. Tapi Andra mengajakku makan. Dia bilang sih kelaperan. Jadi kami pun berhenti di salah satu tempat makan di dekat sekolah.
"Kelaperan banget ya Ndra?" Tanyaku karena kulihat Andra begitu lahap memakannya.
"Iya. Perjuangan tau nungguin kamu latihan." Katanya dengan mulut muncu-muncu karena mengunyah makanan.
"Di telan dulu kali Ndra.. emang tadi kamu belum sarapan ya nganterin aku?"
"Belum. Gak sempet."
"Maaf ya Ndra, aku udah nyusahin."
"Hussstttt.. ngomong apa sih. Udah gapapa makan aja, aku tu senang bisa bantuin kamu, apalagi slalu bisa ada disamping kamu baik disaat kamu butuh atau Enggak. Aku udah bahagia."
"Kamu baik banget sih Ndra.."
Andra hanya tersenyum dan meneruskan makannya. Aku pun lekas makan juga.
"Cowok kamu kemana sih emang?" Tanya Andra.
"Tau tuh. Ponselnya juga gak aktif. Aku kan jadi khawatir."
"Ngapain khawatir sih, dia tu Cowok udah gedhe pula. Ngapain juga dikhawatirin."
"Tapi masa gak ngabarin aku sama sekali, ah mungkin lagi ada urusan."
"Mel. Aku kasih tau ya.. kamu tu jangan terlalu positif thingking deh. Kamu tu harus kritis tau mikirnya.. jangan-jangan dia lagi jalan sama cewek lain."
"Apa sih Ndra. Enggak lah. Nggak mungkin tau. Fero itu beda banget sama bagas. Udah ah jangan suudzon mulu."
"Enggak suudzon . Kan siapa tau aja. Kita kan gak tau Mel, apa yang ada dalam hati orang lain."
Aku terdiam, Andra bener. Selama ini aku sadar kalau aku gak pernah sekalipun curiga terhadap sikap-sikap Fero. Aku hanya nyaman selama dia baik sama aku dan aku pun gak pernah mikir yang Aneh-Aneh tentangnya. Ngapain aku jadi gini, mungkin emang bener kan Fero sibuk.Selesai makan kami segera pulang, karena hari juga semakin siang. Sesampainya di rumahku, aku ajak Fero untuk mampir karena kebetulan kak Dion, kak Fahri, dan Ibu sedang di rumah.
"Assalamu'alaikum.." sapaku saat memasuki rumah.
"Wa'alaikumussalam.." jawab mereka serempak.
"Udah pulang ?" Tanya kak Dion.
"Iya." Jawabku.
"Kenapa wajahmu jelek amat gitu.." tanya kak Dion sambil mengerutkan keningnya.
"Badmood tau." Kataku.
"Pacarnya tadi gak bisa nemenin latihan. Jadi dia kesel." Kata ibu.
"Amel udah punya pacar?" Tanya kak Fahri keheranan.
"Udah. Pacarnya keren, tampan, tapi songong." Kata kak Dion.
"Setuju kak." Kata Andra menambahi.
"Koq mau sama anak kayak gitu. Jangan-jangan kamu cuma mau karena dia ganteng aja." Kata Kak Fahri terkekeh.
"Apaan sih . Fero tu baik tau." Kataku dengan wajah cemberut.
"Iya baik... tapi kurang bertanggung jawab.. kalo ayah dirumah. Pasti ayah tambah gak suka sama anak yang gak bertanggung jawab. Gak disiplin pula." Kata ibu
"Ibu juga.. ya Ampun . Nih serumah gak ada yang suka sama Fero?"
"Enggak!!" Jawab mereka serempak.
"Yaudah deh terserah. Aku mau ke kamar aja. " Kataku berlalu meninggalkan mereka.
"Busettt... gitu aja ngambek. Tambah jelek tau." Kata Andra yang di pelototi oleh kak Fahri.
"Jangan ngomong gitu Nanti marah." Kata kak Fahri pelan sambil menepuk punggung Andra. Kak Fahri yang Awalnya gak suka sama Andra pun sekarang jadi bisa akrab. Sebenarnya aku heran, Andra pakek jurus apa sih . Sampai semua orang baik banget sama dia. Bahkan Ayahku yang belum tau Andra pun juga suka sama dia.Di kamar, aku membanting tubuhku diatas kasur , aku masih memikirkan perkataan Andra yang memang terus mengiang-ngiang di telingaku. "Kita kan gak tau Mel. Apa yang ada dalam hati orang lain." Sumpah deh Fero.. kali ini kamu buat aku super khawatir deh. Kamu kemana sih tiba-tiba aja ngilang tanpa kabar gini.
Aku mencoba sekali lagi menghubungi Fero akan tetapi tetap saja Ponselnya gak aktif. Lihat aja besok ketika aku ketemu sama kamu akan aku hajar sampai babak belur kamu Fero... karena udah buat aku gak tenang gini. Aku memutar musik sambil tiduran diatas kasur, tak lama kemudian aku pun tertidur. Semua rasa sesak dalam dadaku dan kecemasan dalam fikirku semua hanyut terbuai dalam mimpi di alam bawah sadarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Aku, Dia, dan Takdir
Romance[SUDAH ENDING] Aku Kamelia Azzahra, wanita biasa jauh dari kata sempurna. di Surabaya tempatku tinggal, aku slalu memiliki mimpi-mimpi yang besar. aku slalu bisa mencapai impian itu, tapi aku gagal memahami perasaan sahabatku sendiri. Dia adalah sah...