Ketulusan yang Sebenarnya

17 2 0
                                    

Seminggu setelah kejadian itu, hubunganku dengan Fero berubah 180 derajat. Entah mengapa, aku sudah tak merasa nyaman lagi dengan hubungan ini. Fero juga tak bersikap seperti dulu lagi denganku. Ia menjadi lebih dingin, cuek, dan tak pernah peduli. Disisi lain ada Andra yang slalu care terhadapku dan slalu membuat aku nyaman. Terkadang aku berfikir untuk segera mengakhiri saja hubungan ini, Namun aku tak punya alasan yang cukup kuat untuk melakukannya. Jadi kubiarkan saja berlanjut dan tak berjalan sempurna sampai sejauh ini.

Upacara bendera dilakukan secara khidmad dan tertib dari awal hingga akhir. Tak ada satupun dari kami yang berbicara atau Bahkan mengobrol saat Upacara berlangsung. Mungkin saja kami Takut terkena teguran oleh guru kedisiplinan. Jadi kami cari aman saja, dari pada harus menambah catatan merah di lembar kedisiplinan siswa. Setelah kurang lebih satu setengah jam Upacara selesai. Hal ini menjadi suatu hal yang begitu melegakan karena kami harus diam dan berdiri memperhatikan instruksi di lapangan. Ada jeda waktu 25 menit untuk beristirahat sebelum memulai pelajaran pertama hari itu, aku mengajak Andra pergi ke Kantin sekolah. Aku sangat lapar karena memang belum sempat sarapan waktu berangkat sekolah.
"Ayo buruan ke Kantin.. keburu masuk tau. " Kataku sambil menggeret lengan Andra dengan kuat.
"Sabar kenapa sih." Kata Andra sembari tetap mengikuti langkahku yang begitu cepat.

Sampai di Kantin, aku melihat ada Fero disana. Namun anehnya ada kak Gishel dan gengnya juga disitu. Mereka seperti membicarakan hal yang Serius dan itu membuatku penasaran. Aku berniat mendengarkan pembicaraan mereka dari jauh tanpa sepengetahuan Fero.
"Lo hebat banget bisa buat Cewek bodoh itu ketipu sama drama Lo. Lo pura-pura suka dan jatuh cinta sama dia. Busyeeet... pantes banget Lo jadi aktor." Kata kak Gishel sembari tertawa senang.
"Sampai kapan gue bisa keluar dari drama ini. Gue udah capek kayak gini terus. Pacar gue juga marah-marah sama gue." Kata Fero.
"Oke Lo boleh akhiri semuanya. Toh Iqbal Sekarang udah menjauh dari si Kamelia Cewek bodoh itu." Kata kak Gishel yang mebuatku sangat terkejut.
"Tapi inget. Bayaran gue." Kata Fero tersenyum licik.
Aku sangat marah mendengar percakapan mereka. Kuremas tanganku dan bergegas menghampiri mereka tetapi Andra menahanku, dia bilang untuk menunggu geng Kak Gishel pergi dulu dari hadapan Fero.
"Oke gampang. Temuin gua nanti di tempat biasa. Gue akan kasih Bayaran Lo." Kata kak Gishel sembari pergi diikuti oleh gengnya.
Kak Gishel dan gengnya lewat di depanku dan Andra. Aku pura-pura tak melihat mereka dengan menutupi wajahku dengan topi. Setelah mereka pergi aku mengampiri Fero.
"Ohoooo.... jadi ini drama yang kamu rencanain . " Kataku dengan perasaan marah.
"Jadi kamu sudah tau. Baguslah . Aku gak capek-capek lagi mikir gimana ngasih taunya." Kata Fero.
"Kurang ajar banget kau jadi cowok. Kau fikir Amel boneka yang bisa dimainin seenaknya ha?" Kata Andra sembari menarik kerah baju Fero
"Oh.. pangerannya gak trima. Kenapa Lo mau apa ha?" Kata Fero balik menantang.
Brakkk...
Pukulan pertama Andra melayang keras di wajah Fero. Fero meringis dan hendak membalas tapi didahului Pukulan berikutnya oleh Andra. Fero terjatuh dan bangkit. Ia balas memukul Andra hingga Akhirnya membuat mereka berkelahi di Kantin. Semua anak mengerumuni kami. Aku pun berusaha melerai. Aku berhasil melerai mereka.
"Mulai Sekarang kita putus!!!" Kataku kepada Fero
"Bagus. Gue juga gak mau lama- lama sama lo tolol.." kata Fero sembari tertawa.

Aku menyuruh semua orang yang mengerumuni kami bubar dan aku pun membawa Andra ke UKS untuk mengobati Luka-Luka memarnya.
"Sakit banget ya Ndra.." Kataku sambil mengompres bekas Luka Andra, Andra meringis menahan sakit.
"Lagian Siapa suruh sih kamu berantem ha?" Kataku lagi sambil kali ini kupukul tubuhnya.
"Aduh.. sakit tau Mel." Katanya.
"Kamu kenapa sih berantem sama Fero. Tuh kan kamu jadi sakit gini." Kataku dengan mengompres lagi lukanya.
"Aku gak bisa nahan Mel. Kamu seenaknya diperlakuin kayak boneka gitu. "
"Hmmm.. makasih Ndra. Tapi aku tetep gak suka kamu berantem tau." Jawabku.
"Sorry deh.."
"Untung aja gak ada guru kedisiplinan tadi. "
"Aku gak Takut kalo ada juga. Kenapa sih kamu Takut banget sama guru kedisiplinan, toh yang salah dia kan." Kata Andra.
"Gak semua masalah bisa diselesaikan dengan cara berantem Andra.. "
"Tapi kan udah keterlaluan banget. Tonjok aja. Susah amat sih."
"Terserah ah. Kamu jangan ke kelas dulu."
"Kenapa.. aku gak mau ketinggalan pelajaran juga tau. Eh kamu gak jadi sarapan.?"
"Enggak papa aku gak jadi laper. Kamu beneran mau tetep ke kelas?"
"Iyalah."

Kami menuju ke kelas setelah terdengar bel masuk. Aku membantu Andra berjalan meski kutahu sebenarnya Andra bisa melakukannya sendiri. Tapi Andra jadi bonyok kayak gini kan gara-gara aku, dan ia juga pasti kesakitan. Walaupun ini tak membantu. Tapi aku berusaha membantu sebisaku.
Tak lama kemudian, guru pun masuk dan mulai mengajar.
"Selamat pagi Anak-anak.." sapa guru Geografi, Pak Dadang.
"Selamat pagi pak..."
"Kalian harus belajar ya, Seminggu lagi sudah Ujian Akhir. Oke Sekarang silakan berdoa."
Kami berdoa dan menundukkan kepala. Selesai berdoa kami pun memulai pelajaran pada hari itu.
"Wajah kamu kenapa Andra?" Tanya Pak Dadang ketika memperhatikan bangku kami.
"Anu pak Jatuh." Kata Andra.
"Jatuh Koq sampai bonyok kayak gitu?"
"Saya jatuhnya tengkurap sih pak.. makanya jadi kayak gini."
"Ke UKS sana!!"
"Udah pak.."
Kami pun melanjutkan pelajaran.

*^
Pulang sekolah Andra mengajakku mampir ke rumahnya.
"Yuk masuk.. Assalamu'alaikum.. Ma. Ada tamu nih." Kata Andra agak berteriak.
"Wa'alaikumussalam.." jawab Tante Icha, mama Andra dari arah dapur.
"Eh.. Ini yang namanya Kamelia?" Kata Tante Icha berjalan menghampiri kami yang duduk di kursi ruang tamu. Aku berdiri menyalami tangan beliau.
"Kamu cantik ya.." kata Tante Icha.
"Biasa aja Tante.." kataku sembari tersenyum.
"Sering-sering dong mampir kesini. Nginep sini juga gapapa."
"Kapan-Kapan aja Tan.."
"Ayo makan dulu gih . Tante udah masak ." Kata Tante Icha sembari merangkulku dan berjalan menuju meja makan. Tante Icha menyendokkan kami nasi dan lauk ke piring kami. Kami pun makan siang bersama. Di sela-sela kami makan, kami berbincang untuk menambah keakraban.
"Andra itu jarang di rumah, katanya sih gak betah sama suasana sepi." Kata Tante Icha.
"Emang iya." Sahut Andra.
"Kamu betah Mel, sebangku sama Andra di sekolah?" Tanya Tante Icha kepadaku.
"Emang kenapa Tante?" Tanyaku.
"Gapapa. Dia tu jahil lo.."
"Kalo itu saya bisa atasi Tante, Tenang aja.." jawabku sembari tersenyum.
"Waktu Andra awal masuk, Pulang sekolah dia bilang gini ke Tante ma, tadi di sekolah. Andra sebangku sama cewek. Dia cakep ma.. tapi mah galak kaya singa. Andra tanya baik-baik aja. Dianya kayak mau nerkam.. tapi Tante liat sih kamu gak galak tuh orangnya."
"Iya tuh . Andra ada-ada aja Tante. Padahal Amel biasa aja lo.." kataku sambil melotot ke Andra. Andra hanya terkekeh seperti mengejek.
"Emang bener koq Ma. Dia galak.. tuh liat pelototannya ke Andra." Kata Andra.
"Eh Enggak Tante . Aku cuma kayak liat uban tu di rambut Andra.." kataku berbohong.
"Alesan. Rambut aku kan gak ada ubannya." Jawab Andra sembari mencibir.
"Udah.. lanjutin makannya ya. Tante mau mandi. " kata Tante Icha pergi meninggalkan kami.
"Resek banget sih." Kataku ke Andra.
"Hahahahaha.." jawab Andra tertawa.

Selesai makan, aku menonton TV bersama Andra. Aku melihat foto-foto pajangan yang menempel diatas dinding. Entah itu foto Andra, adiknya, dan orang tuanya. Semua tersusun rapi dengan balutan bingkai emas cantik. Aku melihat jam di tanganku dan hari sudah menunjukkan pukul 5 sore. Aku menyuruh Andra mengantarku Pulang dan aku pun pamit kepada Tante Icha.
"Titip salam ke ibu kamu ya, kamu juga sering-sering main kesini." Kata Tante Icha.
"Iya Tante . Makasih untuk makan siangnya.. Amel pamit. Assalamu'alaikum.." kataku sembari mencium tangan Tante Icha.
"Wa'alaikumussalam.."

Dengan Montornya Andra mengantarku Pulang, hanya 7 menit saja aku sampai di rumah. Karena Memang jarak rumahku dengan Andra cukup dekat.
"Kamu jangan sedih . Cepetan move on.." kata Andra sembari mengacak-acak rambutku.
"Apaan sih. Aku Gapapa kali.." kataku mencubit lengan Andra cukup keras.
"Au.. sakit tau." Kata Andra.
"Udah . Pulang sana . Hati-hati.."
"Siap Nyonya.."
Andra mnjalankan Montornya pergi meninggalkan rumahku. Aku memperhatikannya dari belakang. Hari ini adalah hari yang melelahkan, menjengkengkal, hari yang panjang. Akhirnya aku mengakhiri hubunganku dengan Fero. Tapi aku bersyukur dan tak merasa sakit ketika harus mengakhirinya karena Memang ini keinginanku. Setelah ini, aku berjanji tak akan mudah percaya dengan orang lain lagi. Ya .. kecuali Andra. Mungkin inilah alasan Tuhan mengirimkan Andra untukku. Dan mungkin Tuhan juga ingin menunjukkan kepadaku manakah ketulusan sejati yang sebenarnya, aku bahagia karena ini semua terjadi. Tak apa satu hubunganku putus. Asalkan hubungan yang lain kuperkokoh . Itulah aku dan Andra, filosofi persahabatan kami. Aku berjanji akan slalu menjaganya dan mempertahankannya sampai nanti.


Tentang Aku, Dia, dan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang