"Apa.. Kau sudah melihat isi mata boneka?"
Kakiku rasanya mati rasa saat mendengarnya. Momen menakutkan dalam hidupku itu telah terjadi. Dengan sangat terpaksa tubuhku berbalik dan mendapatinya dirinya yang bersandar pada gorden dapur dengan sebelah bahu.
"Aku.."Aku tercekat, berbagai alasan kemungkinan sudah tidak mempan sekarang.
"Kau.. Sudah melihatnya kan?"
Dingin dan beku. Tanganku teremas dalam genggaman, bergetar.
"Sebenarnya aku tidak tau isi mata apa yang kau maksud. Ada banyak boneka di kamarku, yang manakah yang kau maksud,"
Langkahnya mendekat dengan perlahan, matanya mengunciku.
"Boneka yang kau pikir dariku 5 Tahun lalu,"
Itu tepat. Sepertinya aku telah ketahuan.
"Lalu?"
"Lalu?" Kakinya menapak satu langkah lebih dekat lagi seiring kakiku yang berjalan mundur menyepak kaki meja. Terjebak.
"Iya.. Maksudku apa maksud isi mata boneka itu."
"Maksudnya ada CCTV terpasang di sana," katanya tidak tersenyum. Cahaya gelap memantul-mantul dari matanya. Aku tidak bisa bernapas, mencari celah untuk menyelamatkan diri.
"Kau sudah tau tapi masih bertanya?" tanyaku balik yang seakan memukulnya dengan palu. Selalu seperti aku menyakitinya berulang-ulang. Aku melihatnya dengan pedih.
Ruang gelap, namun pesona lampu menyala di pagar malah membuat hatiku lebih buruk.
"Aku tebak kau berpikir aku yang meletakkannya.."
Itu memang benar.
"Ya..," jawabku tidak melihatnya. Tubuh terlalu tinggi itu sudah berada di depanku, memegang bahu.
"Kau tidak mempercayaiku Selena?"
Aku menatapnya. Seperti hari-hari sebelum kami berbaikan, rasa horror dan kepedihan ada padaku. Aku sedih karena mengingat Kakakku yang menjadi pelaku kejahatan. Jika dia meminta untuk mempercayainya kali ini kali, kupikir sangat tidak mungkin lagi.
"Tidak.. dan tolong lepaskan aku."
Maafkan aku Kakak. Tapi aku harus melakukan ini. Agar aku baik-baik saja. Aku melihat matanya, meraba jiwa yang telah rusak itu. Bertanya kenapa Kakakku tumbuh menjadi orang yang mengerikan.
"Baiklah.. Aku ingin menjelaskan banyak hal tapi kupikir itu tidak mempan sesungguh apapun aku berusaha." Aku merasakan tangannya mengendur di lenganku. Dia berinsut mundur dan tersenyum sedih. "Kau tau Adik. Aku selalu ingin kau selamat dengan cara apapun itu," ujarnya pelan. Matanya berkaca, aku hampir simpati namun mengingat nyawaku adalah taruhannya rasa itu menghilang dengan sendirinya.
"Kau menguntitku, kau memotretku, kau melukisku, kau memasang CCTV di kamarku dan kau juga membunuh Jessie.. Apa itu seseorang yang pantas di sebut sebagai Kakak?" kataku melihat wajahnya yang terihat terkejut. Cukup aneh dia masih bisa merasakan perasaan itu disaat hatinya adalah tempat paling kejam di dunia.
"Aku tidak membunuh Jessie.. dan untuk penjelasan lainnya aku sudah mengatakan padamu itu bukan aku yang melakukan." Dia mendekat namun aku mundur, hingga membuatnya berhenti dengan sendirinya.
"Kau membunuh Jennie dan memasang CCTV di kamarku.. Aku sudah tidak mempercayaimu lagi."
"Aku tidak membunuh Jessie Adik."
"Lalu bagaimana dengan CCTV di mata boneka?"
Dia diam, aku sudah tau jawabannya.
Vas bunga sudah ada di tanganku, aku mengambilnya dengan air mata hampir mengenang.

KAMU SEDANG MEMBACA
MY BROTHER IS PSYCHOPATH
Mistero / ThrillerSelena Morry, menemukan kecurigaan aneh terhadap kakak tirinya Simon abigail, si playboy dingin yang handal. Ketika satu persatu wanita yang dibawa pulang kakaknya menghilang entah kemana dan bercak darah di dinding seperti orang terseret membuat Se...