"Kau cantik," pujian itu keluar begitu saja tanpa pikir panjang, Jimin tersipu malu. Ia menunduk, menghalangi pandangan Taehyung yang baru sadar dengan ucapannya.
"Ah, aku keceplosan. Hehe"
Jimin hanya tertawa ringan sebagai balasan. Mereka bertemu setengah jam yang lalu. Taehyung benar-benar tampak istimewa dengan balutan jas, ia elegan.
Sementara itu Jimin memutuskan untuk memakai kemeja putih polos dengan jeans yang tampak santai namun tetap manis. Bagian depan rambutnya semakin panjang, menutupi mata.
Setelah itu berbincang-bincang tentang kehidupan satu sama lain. Namun tak ada satupun dari mereka yang mengungkit tentang pernikahan Jimin dengan Jungkook sampai Taehyung berkata,
"Jimin-ah, kapan kau akan meninggalkannya?"katanya, mata sipit Jimin agak terbuka lebih lebar dari biasanya. Ia memalingkan wajah.
Taehyung tidak saharusnya membahas hal-hal sensitif seperti ini tapi mau bagaimanapun ia juga sudah tahu semuanya, maka ia pikir ini tidak adil untuk Jimin masih berada di samping Jungkook.
"Aku sedang menghitung.."
"Eh? Menghitung?"
"Hm," ia masih menunggu si mungil untuk melanjutkan kalimatnya, namun hal itu tak pernah terjadi. Jimin hanya berdehem, seolah enggan berkomentar lebih.
"Mm, aku ingin minta maaf karena mengatakan hal buruk saat sekolah dulu"
"Ah tidak apa. Kau masih mengingatnya? Aku bahkan tidak ingat lagi tentang itu. Lebih baik kita lupakan saja,"
Hening, seketika Taehyung jadi sedikit canggung karena respon Jimin yang biasa-biasa saja namun lebih dari itu ia juga merasa lega, setidaknya Jimin tak pernah menaruh dendam padanya.
"Ekhem, jadi bagaimana kalau aku menjemputmu ketika weekend? Mereka bilang akan mengadakan event untuk alumni kita lagi" Jimin menatapnya dengan wajah berpikir, jari-jari Taehyung sibuk mengetuk meja.
"Ah? A-aku harus izin dulu.."
"Kenapa? Toh, dia tidak perduli'kan?"
Deg.
Lidahnya kelu, tenggorokan Jimin mengering. Agaknya keterdiaman si mungil menyadarkan Taehyung akan apa yang ia ucapkan terdengar begitu salah.
"Ya, dia memang tidak perduli. Tapi..entah kenapa aku masih saja sangat perduli."
Gantian, hati Taehyung yang tercubit. Dua manusia dengan bobot berbeda itu sama-sama tersenyum masam untuk hal yang berbeda. Taehyung tertawa hambar, seketika mendapatkan perhatian Jimin.
"Apa cuma dia yang kau ingat? Aku tidak bersisa sedikitpun? Kau tidak perduli ya?"meskipun terdengar tenang, sejujurnya Taehyung sudah hancur dari dalam. Langit seakan runtuh ketika Jimin balas berbicara,
"Taehyung-ah, biarkan aku memilih. Jika aku tidak bisa bersamanya, bukan berarti aku harus bersamamu.."
"Baiklah, terserahmu. Kau boleh memilih dan kau juga harus membiarkanku untuk tetap memilih berada di tempat yang sama. Aku akan menunggumu, Jimin."
"Tapi--"
Diluar ekspektasi Jimin, Taehyung tak pernah berubah barang sedikitpun. Lelaki ini masih seperti dulu, lelaki yang tangguh dan pantang menyerah. Sama seperti saat ia memperjuangkan cinta Jimin untuk pertama kalinya.
Sebelum melanjutkan kalimatnya, Taehyung sudah berdiri lebih dulu. Mempersilahkan Jimin untuk ikut berdiri dengannya dan keluar dari restaurant itu.
"Mari, aku antar"
"Aku.-"
"Jangan menolak"
Greb.
![](https://img.wattpad.com/cover/158193977-288-k235494.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Half a Heart [Kookmin]
SonstigesJust Some Kookmin Story written in Bahasa. ------ Warning (bxb) Rated: T - M -Kookmin- Jungkook bukan orang yang harusnya ia impikan, sebelumnya Jimin tak pernah termakan akan kata hati namun kali ini ia kalah. Sulit untuk menentang kehendak kalbu y...