"Ji-Eun.."
Senyuman masam terbit di wajah si mungil kala nama itu keluar secara tak sadar dari belahan bibir tipis milik Jungkook. Pria itu masih terlelap sambil mengigau.
Bagaimana bisa Jimin begitu percaya diri dan menganggap Jungkook sudah berbalik ke arahnya? Mengejar ketertinggalan langkahnya untuk bersama?
Hah, omong kosong.
Jimin bangkit, ia memutuskan untuk menyudahi aksi--memperhatikan pahatan sempurna wajah si bongsor dari dekat.
Bubur pereda pengar, menjadi pilihan Jimin saat ini. Ia ingin membuat Jungkook sadar dan cepat-cepat menjauh darinya. Jungkook tidak boleh membuatnya kembali bimbang.
"Kalau saja aku ini kejam, aku sudah membiarkanmu tergeletak diluar!"gumamnya bersungut-sungut. Jungkook menggeliat, kemudian melenguh tanda terusik dari tidur--yang ajaibnya terbilang nyenyak.
"Nghhh, Jimin?" Kepala disentuh sebagai alasan untuk mengecek suhu tubuh Jungkook, pria itu menyipit padanya. Jimin berdecak kesal, Jungkook demam.
Bertanya dalam hati, mengapa Tuhan senang sekali mempermainkannya. Jimin sedang diuji. Ia harus bertahan dengan Jungkook lebih lama jika seperti ini.
Tidak, tidak.
Jimin tidak mau melakukan kesalahan, ia tidak ingin salah langkah, lagi. Jadi, dengan wajah paling dingin ia menyodorkan Jungkook semangkuk bubur dan teh hangat.
"Makan, lalu pergilah.."
Reaksi pria itu tak terbaca, ia masih diam mematai Jimin. Mengerjab begitu lambat dan rahangnya terlihat mengeras menahan tekanan kekecewaan. Si mungil cukup terkesiap, namun ia kembali memungkiri.
Kaki-kaki kecil itu ia bawa untuk keluar dari kamar, sulit menahan sesak disekitar Jungkook yang dari tadi masih saja memperhatikan geraknya.
"Sebenci itu'kah kau padaku?"
Langkah tertahan. Jimin tersenyum sedih, sebatas pertanyaan saja ia sudah dibuat lemah. Namun Jungkook tak dapat menyaksikannya langsung karena pria kecil itu memunggunginya.
"Hn,"lirihnya masih dapat didengar oleh Jungkook, menusuk-nusuk hatinya. Kejadian tempo dulu berputar di bagian belakang kepala milik Jungkook.
Dimana ia tak sudi bersama Jimin, membenci si mungil dari kepala hingga ujung kaki. Tak menghargai sedikitpun perjuangan yang diberikan.
"Apa kau sedang balas dendam?"sudut bibir Jungkook naik, ia terdengar mencemooh saat ini sampai membuat hati Jimin berapi-api. Dengan cepat punggung sempit itu berbalik.
"IYA! AKU MEMANG BERNIAT MELAKUKANNYA! KAU PUAS?"teriakan itu membuat Jungkook tak berkutik, ia menghela nafas. Lalu bangkit dan melewati si mungil tanpa sepatah kata.
Jimin menarik lengannya, membuat Jungkook berharap lebih namun ia harus ditabrak lagi oleh kenyataan, bahwa itu hanyalah sebuah harapan kosong. Kantung berisi baju yang ia pakai kemarin disodorkan secara kasar. Jungkook dipaksa untuk menggengamnya.
"Jangan pernah kembali lagi,"Jungkook ingin menangis, sungguh. Ini baru ia rasakan. Pertama kalinya merasakan sakit yang berbeda. Jungkook tak pernah selemah ini.
Ia berjalan lemas, kepala berdenyut bersama dentuman sakit hati. Meninggalkan pekarangan rumah Jimin dengan langkah gontai.
"Jimin-ah, apa yang bisa kulakukan untuk membayar semua keburukanku?"
Kepalan tangannya mengerat, baru kali ini Jungkook mengalami perasaan itu--dimana ia begitu membenci dirinya sendiri untuk suatu perbuatan yang kini ia sesali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Half a Heart [Kookmin]
De TodoJust Some Kookmin Story written in Bahasa. ------ Warning (bxb) Rated: T - M -Kookmin- Jungkook bukan orang yang harusnya ia impikan, sebelumnya Jimin tak pernah termakan akan kata hati namun kali ini ia kalah. Sulit untuk menentang kehendak kalbu y...