19

8.7K 841 169
                                    

[Warn: This part will contain a little bit of mature content. Read at ur own risk. You've been warn tho!]

"Satu saja Jungkook, jika kau masih membuang kesempatan yang aku berikan, siap-siap saja mati muda"

"Wow, apa benar yang baru bicara itu istriku? Jeon Jimin? Ckck sadis sekali" sang dominan terkekeh renyah, tangan Jimin yang hendak memukulnya dicekal dengan cepat. Ia malah digenggam.

"Perlu aku ingatkan? Tidak boleh melakukan kekerasan, Jimin-ah sayang.."

Cuph.

Jimin tidak berontak, karena kenyataannya sudut bibir sudah lelah harus tertarik ke atas sejak tadi. Ia bahagia. Ini tidak pernah terbayang sekalipun dalam dirinya.

Jungkook yang akhirnya menghargai dan memperjuangkan kehadirannya untuk menjadi pendamping hidup.

"Saranghae, Jeon Jimin."

"Nado"

🌻

Tok. Tok. Tok.

Gedoran keras pada pintu kamarnya memaksa Jimin untuk membuka mata dengan benar. Padahal ia hampir saja tertidur. Sial sekali.

Ia sudah diperbolehkan pulang dari dua hari yang lalu, Jungkook juga telah menyelesaikan segala kesalahpahaman. Orangtuanya bahkan memohon agar Jimin tetap berada di sisinya.

Sementara Ji-Eun kembali ke Eropa, sebelum beranjak ia sempat menyelamati Jungkook yang berhasil membuktikan bahwa rumah tangganya memang sunggulah berharga untuknya.

"Jimin-ah!! Jimin-ah!!" Suara Jungkook menggema, memompa aliran darahnya. Berpikir hal buruk telah terjadi.

Kriett.

"Ya?" Jimin menatap Jungkook khawatir. Pria itu tampak acak-acakan dengan surai berantakan. Piyama berpola garis dengan banyak bebek kuning milik Jimin masih membalut tubuh bongsor itu. Kelihatan ketat sekali pada Jungkook.

Tanpa Jimin sadari, ia baru saja menancapkan matanya pada tubuh kekar Jungkook yang terlihat menggoda.

"Min..Jimin-ah?" Pria mungil itu baru tersadar ketika Jungkook mengguncang bahunya agak kuat. Ia tersenyum kikuk.

"Eh ya?"

"K-kenapa ada suara aneh di ruang tengah? Apa rumahmu berhantu..?" Alisnya menyatu, Jimin menelisik ekspresi Jungkook tapi pria itu tampak serius dan tidak main-main.

Memang benar, Jimin hanya menyediakan sofa ruang tengah untuk Jungkook. Meskipun mereka sudah baikan, untuk tidur di atas kasur yang sama, membuat Jimin berpikir ulang. Ia belum siap.

Masih terlalu cepat.

Greb.

"Aku tidur denganmu ya?" Genggaman tangan mengerat guna meyakinkan Jimin. Binar mata penuh ketakutan, membuat Jimin spontan menganggukkan kepala.

"Gumawo Jimin-ah,"

Tanpa basa-basi lagi, ia menerobos. Jungkook langsung meloncat ke kasur milik Jimin dan bernafas lega. Ia merindukan empuknya kasur karena harus tidur di sofa selama dua hari ini.

"S-siapa bilang kau boleh tidur disana?"

"Eh?" Jungkook terduduk. Matanya meredup nyata, Jimin tertegun melihatnya. Jimin menekan jari-jarinya, menahan rasa iba pada si bongsor. Tapi ia tidak bisa.

Ia tidak ingin Jungkook merasa sedih dan ketakutan lagi, tapi Jimin juga belum siap untuk bersama dengannya. Masih ada rasa trauma yang tertinggal di hatinya.

Half a Heart [Kookmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang