Sapaan mentari tak digubris, Jimin memilih untuk tetap di atas kasurnya. Padahal hari baru saja dimulai, tapi ia sudah merindukan malam.
Entah sejak kapan, tanpa Jimin sadari ia mulai menyukai ketenangan di tempat gelap, suasana hening, tenang dan damai membuat jiwanya kian tentram.
Jadi ia memutuskan untuk tidur saja, berbaring dalam diam, sesekali mencari posisi nyaman guna menghindari rasa bosan. Bahkan untuk sekedar sarapan, Jimin tak punya niat. Hatinya sudah runtuh, semangat hidup tak lagi utuh.
Cit.
"Aku bisa gila.."satu lirihan lolos dari bibir si mungil. Decitan kasur terdengar setelah akhirnya ia terduduk. Jimin menyingkirkan selimut dari atas tubuhnya. Ia bangkit dan beranjak ke kamar mandi.
'Tidak boleh begini, jangan hancur Park Jimin' batinnya. Mata yang berembun, sisa-sisa tangisan tadi malam, diusap kuat.
Maka tekadnya kembali tersusun, namun dahi berkerut. Kepala pusing menjadi kendala ketika lantai dingin menyapa telapak kakinya yang telanjang.
Sebelah tangan meraih sisi wajah, Jimin berjongkok. Detakan jantung memenuhi ruang kepala, tipikal efek samping yang ia dapat bila menangis terlalu lama. Si mungil menutup mata untuk tenang dan bernafas.
Ketika menyentuh dahi, Jimin sadar, ia demam. Beberapa detik setelah merasa lebih baik, ia kembali tegak dan melanjutkan rencana untuk membersihkan diri.
Selesai dengan sarapan, Jimin kembali ke kamar. Ia berbaring lagi sebab tidak tahu hendak melakukan apa. Ia sudah berusaha mencoba semuanya, dari mulai menonton televisi, membersihkan rumah, membaca novel, merapikan kebun. Membosankan.
Detikan jarum jam memasuki gendang telinganya, begitu sepi padahal malam belum menyapa. Jimin diam, pikirannya mulai melayang, namun ia langsung menentang. Pria kecil itu mendesah keras.
"Hhh, biarkan aku tenang.."
Begitulah, meskipun tak ada yang benar-benar menggangunya hari ini, Jimin masih saja merasa terusik. Sejun tidak menemuinya lagi, tidak ada kabar. Paman Yoo sibuk dengan pekerjaannya, sementara itu Jeon Jungkook..sudah berhenti.
Jimin merasakan matanya panas, ia akan kembali menangis dalam waktu dekat jika tidak berlari menuju shower dan membasahi tubuhnya. Ia berusaha kuat bernafas dengan benar.
"Berjuang apanya.."
"Omong kosong, tidak bisa dipercaya. Hh"
Beginilah cara Jimin menghabiskan waktunya hari itu, ia benar-benar sakit. Jauh di lubuk hatinya, meronta. Memanggil nama lelaki itu. Jimin malu. Tidak seharusnya. Kenapa hanya ia yang menderita?
Kenapa cuma dirinya?
Ia bergelung lagi di dalam selimut setelah mengenakan piyama lengkap. Tepat saat jam menunjuk pada angka delapan malam, Jimin bangkit mendengar ketukan di pintu rumahnya. Terdengar tak sabaran.
TOK TOK TOK.
Ia menyahut lemah, meskipun hati berdebar. Suara gaduh membuat Jimin mempercepat langkah kakinya. Ketika pintu terbuka, wajah asing tertangkap dalam penglihatan.
Greb.
"JIMIN, KAU HARUS IKUT AKU! "
"S-siapa?"
🌼
Sendi-sendinya melemas, Jimin setengah sadar di atas mobil bernuansa hitam itu. Pria dominan yang duduk disebelahnya menatap jalanan dengan gusar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Half a Heart [Kookmin]
RandomJust Some Kookmin Story written in Bahasa. ------ Warning (bxb) Rated: T - M -Kookmin- Jungkook bukan orang yang harusnya ia impikan, sebelumnya Jimin tak pernah termakan akan kata hati namun kali ini ia kalah. Sulit untuk menentang kehendak kalbu y...