Bab 14

7.1K 443 11
                                    

Ageha sadar sedang diikuti dari belakang sejak meninggalkan rumah itu. Bahkan saat ia kembali ke café untuk mengambil motornya, Ageha mendapati Arka lewat pantulan di spion.

Lumayan manis kalau saja dia tersenyum, batin Ageha sebelum meninggalkan café.

Ia mengendarai motornya dengan kecepatan biasa dan berusaha mengabaikan keberadaan Arka dengan memikirkan menu apa untuk makan malam. Tapi begitu mengingat isi kulkas sudah sedikit, ia menepuk kepala.

"Aku lupa. Harusnya kusuruh Nii-san belanja..."

Tiba-tiba saja bayangan tentang kejadian semalam melintas di pikirannya. Buru-buru dia menggeleng untuk menepis bayangan itu. Dia harus melupakannya dan mengganggap itu tidak pernah terjadi.

Aroma manis dan buah apel menyambut Ageha saat tiba di rumah. Suara-suara percakapan di dapur membuatnya mengendap-endap perlahan.

"Rasanya ini masih lebih baik dibanding dua hasil sebelumnya." Itu suara Desna.

"Nggak gosong dan nggak setengah matang. Berarti ini berhasil!" Itu suara Anggrek.

"Tila juga mau dong!" Rengek seorang anak kecil yang Ageha yakin adalah Atila, adik Anggrek.

Ageha keluar dari persembunyiannya dan terkejut melihat keadaan dapurnya telah kacau balau. Pecahan kulit telur berserakan, tepung terigu bertebaran, peralatan masak yang kotor.

"Dapurku!"

Mereka bertiga menoleh ke arah Ageha. Tampang mereka yang kacau karena tepung mengurungkan niat Ageha yang hendak mengomel, malah membuat Ageha ingin tertawa. Dua loyang pie di meja dan seloyang pie di tangan Desna yang kelihatannya baru keluar dari oven menarik perhatiannya.

"Kenapa kalian buat pie sebanyak ini?"

Anggrek memandang Desna dan Ageha bergantian.

"Uhm, aku pulang dulu kak Desna, teh Ageha. Yuk, Tila."

"Tapi kue..."

Ageha melihat Anggrek membujuk adiknya untuk pulang. Tatapannya kembali teralih pada Desna yang kelihatan salah tingkah.

"Ng... Kata seseorang, kau suka apple pie. Jadi kubuatkan."

"Arigato, Nii-san."

Keduanya nampak canggung. Bayang-bayang saat di kolam renang semalam kembali memenuhi benak mereka. Tak ingin terus terjebak dalam rasa canggung, Ageha berjalan mendekati rak dan meraih cangkir teh.

"Nii-san mau teh apa? Darjeling? Melati? Chamomile?"

Tak ada jawaban dari Desna. Ageha berjinjit untuk meraih teh melati di rak. Ia tertegun saat merasakan Desna memegang bahunya dari belakang.

"Chibi..."

Itu panggilan yang biasa Ageha terima. Biasanya Ageha akan mengomel sambil menatap tajam Desna. Tapi saat mendengar suara Desna lebih lembut dari biasanya, gadis itu merasa tubuhnya bergetar.

"Apa, Nii-san?" Tanya Ageha dengan suara yang dia usahakan ketus. Tapi yang keluar malah suara mencicit karena nafasnya tercekat.

Desna mulai menopangkan dagunya di bahu Ageha, membuat gadis itu geli dan ingin meronta.

"Aku...," ucap Desna pelan, dapat Ageha rasakan kulit pipi lelaki itu menyentuh pipinya. Kulit Desna begitu lembut hingga Ageha menutup mata karena malu, "...maaf. Aku sudah berjanji akan menjagamu sebagai keluarga. Dan yang kulakukan semalam... benar-benar tidak pantas dilakukan oleh seorang kakak..."

Nada suara Desna terdengar frustasi. Mengingatkan Ageha pada Damian saat lelaki itu mengatakan maaf.

"Bisakah kita anggap sebagai ketidaksengajaan?"

Between Dark And LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang