Bab 23

6.3K 410 19
                                    

Desna berusaha keras untuk bersungut ria saat mendengar Damian tak hentinya menasehati sambil membebat perban di lengannya.

"Bisa-bisanya kau yang selalu waspada bisa tertimpa di tempat pembangunan. Dan lagi, sudah tahu punya maag kronis, masih saja malas makan." Damian membereskan tas dokternya. "Kalau memang kau malas masak, kau bisa pergi ke resto, kan?"

"Maaf, aku hanya sedang melamun dan... bukannya malas makan. Hanya saja tidak ada yang mengingatkanku lagi soal jam makan."

Damian melihat wajah Desna yang terlihat tirus.

"Kalau kau merindukannya, kenapa kau tidak gantungkan saja rasa gengsimu dan meneleponnya?"

"Maksudmu?"

"Maksudku... Berhentilah menjadi remaja labil yang berusaha menampik perasaan sendiri pada gadis yang jelas-jelas kau cintai." Damian memutar matanya kesal melihat Desna yang masih diam. "Ageha."

Desna langsung beringsut ke ujung sofa dengan wajah merona.

"Jangan mengelak. Aku tahu kau punya perasaan padanya. Di pesta Maximilian, kau melihatnya dengan intens seperti pemburu yang siap melahap mangsanya."

"Baiklah." Desna mengangkat kedua tangannya dengan sikap menyerah. "Aku mengaku. Kau puas?"

"Sangat," jawab Damian cepat dan tulus.

"Kau... Tidak marah?"

"Untuk apa aku marah?"

"Yah... Mengingat kau sangat mencintai Ageha dan riwayatku dengan para wanita..."

"Desna," sela Damian membuat Desna terdiam. "Aku tahu kau sangat brengsek dari semua riwayat itu. Tapi kau melakukannya pada wanita tertentu dan kau tidak pernah menyakiti secara fisik atau memaksa mereka. Kesimpulannya, kau playboy budiman yang bertanggung jawab."

"Dan... Kau tidak keberatan kalau aku dan Ageha..."

"Sama sekali tidak." Mata Damian menerawang keluar jendela, tersenyum sayang membayangkan gadis mungil itu. "Aku merasa kau memang orang yang tepat karena aku tidak hanya memikirkan kebahagiaannya. Tapi juga kebahagiaanmu."

Kelopak mata pria itu terpejam, melihat kenangan menyedihkan saat ia mengejar gadis itu. “Ketika aku sadar dari koma, aku menginginkan Ageha bukan sebagai seseorang yang ingin kulindungi. Tapi lebih kepada kepuasan dari sikap arogansiku. Untuk membuktikan pada seluruh dunia, terutama pria itu, bahwa dia milikku. Hak eksklusifku dan tak ada seorang pun yang boleh menyentuhnya.”

“Aku melupakan sumpahku sendiri bahwa aku akan melindunginya. Melupakan sumpah yang sudah kuucapkan sepenuh hati di depan nisan kakakku sendiri. Dan balasan dari sikap arogansiku itu… aku tak lagi melihat secercah cahaya yang kurindukan di matanya. Yang kulihat malah kilatan ketakutan.”

Desna hanya diam menatap sahabatnya. Sampai sekarang Damian belum mau menceritakan apa yang terjadi ketika pria itu sadar dari komanya. Saat itu Desna sedang membereskan pekerjaan pembangunan sebuah resort dan saat kembali dari pekerjaan, ia malah menemukan Damian di antara ratusan lukisan cat minyak Ageha dengan ekspresi hancur dan terluka.

Jeda sejenak. Sampai kemudian Damian memilih pamit dan Desna mengantarnya ke pintu depan.

Desna termenung di sofa. Perlahan matanya terpejam. Ia membiarkan kenangan tentang kedekatannya dengan Ageha membanjiri benaknya. Kali ini Desna tidak lagi mengelak, dia mencintai Ageha.

Pria itu tidak tahu sejak kapan perasaan ini tumbuh. Sejak ciuman itu? Sejak pertemuan pertama mereka? Atau... Mungkin sejak Damian menceritakan gadis yang selalu memenuhi buku sketsa di antara buku bisnis dan kedokteran?

Between Dark And LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang