Bab 22

6.2K 413 8
                                    

"Mereka menyenangkan."

Suzy yang sedang melihat majalah fashion sambil tengkurap menatap Ageha yang berbaring melihat langit-langit.

"Maksudmu, tou-san dan kaa-san?"

"Yah. Ayah ibumu benar-benar menerimaku."

Ageha ingat setelah makan malam tadi, Shirou dan Mira mengajaknya berbincang. Mereka tidak berusaha untuk mengulik asal usulnya. Pembicaraan mereka kurang lebih tak jauh dari kecintaannya akan menulis dan membaca, kabar Desna, dan pembicaraan ngalor ngidul yang membuat mereka tertawa bersama.

Berkomunikasi memang bukan keahliannya. Bahkan sangat dihindarinya. Tapi sejak mengenal Desna, Ageha jadi sering berkomunikasi. Mulai pada para pekerja di Farfalla Cafe, keluarga pak Yana, dan sekarang keluarga Kujaku yang mulai kini jadi keluarganya juga.

"Mulai sekarang, kau bagian dari keluarga kami. Rumah ini selalu terbuka untukmu."

Ucapan Shirou masih terngiang di pikirannya. Tulus dan sungguh-sungguh menerimanya meski Ageha tidak menceritakan siapa dirinya.

"Sue."

"Hm?"

"Makasih, ya."

Suzy menatap Ageha bingung. "Untuk apa?"

"Menerimaku sebagai keluargamu. Jujur... Sampai sekarang aku masih tidak percaya ada yang menerimaku dengan tangan terbuka seperti ini."

"Sekarang percayalah."

Ageha tidak menolak saat Suzy memeluknya. Hangat. Ageha mulai bisa merasakannya lagi.

Lagu Chale Jaise Hawaien mengalun dari ponsel Ageha. Ada sebuah panggilan masuk dari Jun. Ia segera menekan tombol 'yes' dan mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Halo."

"Chandni..."

"Jun? Ada apa?"

Suzy melihat raut bingung di wajah Ageha. Kemudian terkejut lalu tidak percaya. Gadis itu mengakhiri teleponnya dan ponsel di tangannya jatuh.

"Ageha-chan? Ada apa? Kenapa kau pucat begitu?"

Mata Ageha berkaca-kaca. "Hana... Rumah sakit... Tertembak..."

Suzy segera berinisiatif membawa Ageha keluar. Maxen bahkan terlihat bingung mendapati Suzy berlari menuruni tangga sambil menarik tangan Ageha.

"Nona, ada apa?"

"Kami akan ke rumah sakit. Katakan pada tou-san dan kaa-san jika mereka mencari kami. Ageha, tunggu di depan. Akan kuambil mobilku dulu."

Ageha mengangguk patuh dan berlari ke depan rumah. Pikirannya kalut. Hana, sahabat sekolah yang belum pernah ditemuinya semenjak kelulusan, sedang mengalami operasi karena tertembak. Jadi memang benar ini ulah Ananda yang dendam karena kami menjebloskannya ke penjara?

Suara klakson membuyarkan lamunannya. Ageha tidak bisa mencegah mulutnya terbuka lebar saat melihat lamborghini putih dengan Suzy di dalamnya. Seingatnya, mobil Suzy adalah porsche merah.

"Salah satu kesayanganku. Hanya untuk darurat," ujar Suzy seakan tahu pikiran Ageha. "Nah, sekarang sebaiknya kau pakai sabuk pengaman. Dan beritahu aku rumah sakit mana yang harus kita datangi."

*_*_*

Menumpang sebuah mobil mewah dengan kecepatan tinggi. Rasanya seperti terbang. Atau mungkin menggunakan sihir teleportasi. Detik itu pula, Ageha bersumpah tidak akan ikut menumpang dengan Suzy – kecuali kepepet. Sejenak, Ageha terdiam melihat rumah sakit itu. Rumah sakit yang tak pernah absen dikunjunginya tahun lalu untuk menjenguk Damian saat koma. Yah, rumah sakit ini memang salah satu milik keluarga Flohr.

Between Dark And LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang