Bab 18

6.5K 426 10
                                    

"Homepage apa ini?" tanya Hawa menatap layar laptop Jun.

"Homepage ini... memuat banyak sekali snuff video," jawab Jun sebelum menghabiskan kopinya.

"Maksudmu rekaman video yang memperlihatkan adegan pembunuhan?"

"Ya. Aku yakin kau akan tertarik jika melihat salah satu videonya.

Hawa menatap Jun tidak mengerti. Namun dia melihat salah satu videonya. Sesuai dugaan Jun, Hawa tertarik dengan video itu. Ternyata itu rekaman video pembunuhan Fleurosa Watson, artis muda yang sedang naik daun dan juga menjadi korban pertama dari pembunuhan berantai yang diselidikinya. Tangan Hawa mengepal melihat bagaimana gadis keturunan Australia itu sesak nafas setelah menyesap secangkir kopi. Apalagi saat pisau tajam yang Hawa yakin dipegang si pembunuh menyayat tubuh gadis yang sedang meregang nyawa itu. Tubuh gadis itu tidak bergerak lagi, cairan merah kental dari luka-lukanya membasahi tempat tidur.

"Aku berusaha membobol homepage itu tapi... sistemnya dijaga berlapis-lapis." Jun tersenyum sinis ke arah laptopnya. "Kurasa siapapun yang meng-upload video-video ini ada hubungannya dengan si pembunuh. Atau mungkin itu dia sendiri."

"Kau tidak bisa melacaknya? Bukannya kau hacker?"

"Ck. Aku sudah melakukan berbagai cara. Tetap kesulitan. Aku hanya berhasil membobol satu lapisan penjagaannya dan langsung saja pelacak di sistem itu melacakku. Gara-gara itu, aku harus membuat banyak IP palsu lagi."

"Kau melacak dengan menggunakan IP palsu?" tanya Hawa tidak percaya seakan Jun baru saja mengatakan hal tidak masuk akal.

"Ya. Memang kau pikir aku membobol banyak sistem komputer dengan alat pengacak kode seperti yang dilakukan pihak pemerintah? Maaf saja, aku tidak sekuno itu. Lagipula IP palsu buatanku tidak hanya satu-dua saja. Tapi ribuan."

"Bukankah itu bisa cepat ketahuan?"

"Itulah seninya, beib. Berpacu dengan waktu adalah tantangan tersendiri bagi hacker."

Hawa menggeleng-geleng heran. Dia memang tidak akan pernah mengerti kegilaan yang dimiliki oleh para kriminal.

"Aku berharap banyak darimu mengenai homepage ini, Jun."

"Tenang saja. Aku pasti akan berusaha sekuatnya."

*_*_*

Mimpi itu datang lagi. Mimpi ketika ia harus terikat di atas ranjang, tubuh telanjang yang terus menggeliat, dan panggilan jalang yang diterima. Belum lagi ketika lelaki brengsek itu mengoyak tubuhnya demi nafsu birahinya.

Jika boleh memilih, dia berharap untuk bermimpi ketika ia dihajar oleh bogem mentah ayahnya atau serangan-serangan yang diterimanya dalam pelatihan. Tapi manusia mana yang bisa memilih mimpi apa dalam tidurnya?

Ketika kegelapan itu datang, ia merasakan kehangatan melingkupi tubuh mungilnya. Belaian lembut yang menenangkannya. Perasaan yang membuatnya merasa bahwa... kehadirannya diinginkan, dibutuhkan...

Tak ada yang perlu kau takutkan, Seroja...

Kalimat itu. Kalimat yang selalu menenangkannya tiap kali merasakan kehangatan yang dulu ia yakin milik ayahnya. Namun suara yang mengucapkan kalimat itu terdengar agak serak dan... seksi.

Ia balas mendekap kehangatan itu dengan erat seakan tak ingin melepasnya. Aroma cengkeh itu begitu memabukkannya hingga mengacaukan pikirannya untuk mengingat siapa pemilik aroma itu. Satu hal yang pasti, kehangatan dan aroma itu benar-benar sudah menendang mundur setan dalam mimpinya.

Entah sudah berapa lama ia bergelung menikmati kehangatan itu hingga ia kembali ke alam sadar. Kelopak matanya terbuka perlahan, pandangannya masih buram. Tubuhnya terasa nyaman, rasanya kasur tempatnya berbaring lebih lembut dan hangat dari yang diingatnya. Ketika pandangannya sudah mulai jelas, hal pertama yang dilihatnya adalah dada bidang dibalut sweater putih yang dia jadikan bantal.

Between Dark And LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang