Epilog

12.3K 506 77
                                    

Baru beberapa jam lalu Desna melihat mata hitam bening Seroja berkilau lebih indah dari mutiara hitam, namun sekarang mata hitam bening itu kembali redup seperti pertama kali Desna bertemu dengannya. Sejak pulang dari rumah lama Seroja, gadis itu hanya diam dan terus melamun.

Kini mereka sedang berjalan menyusuri pasar malam yang biasa diadakan di dekat rumah Pak Yana setiap minggu. Usai makan malam tadi, Anggrek mendatangi rumah dan mengajak mereka untuk jalan-jalan. Desna tersenyum melihat Seroja sudah lebih bersemangat dan tertawa saat Anggrek mengajaknya berbincang.

“Ada yang kau pikirkan?” tanya Desna ketika Anggrek memisahkan diri untuk menemui temannya.

Seroja tersenyum dan Desna tahu senyum itu sangat terpaksa. “Aku… hanya terpikir oleh bayang-bayang aneh. Tidak penting, kok.”

Mana mungkin tidak penting jika tiba-tiba saja kau jadi semurung ini, batin Desna.

Desna menghela nafas berat, merasa tidak berguna sama sekali. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah stan yang menjual pernak pernik cantik. Ketika mendekati stan itu, si penjaga yang kebetulan seorang wanita terkesiap hingga nyaris melongo menyambut kedatangan Desna.

Seroja yang tersadar Desna sudah tidak lagi berdiri di sampingnya mengerutkan dahi melihat pria itu masuk ke sebuah stan. Ia melihat Desna sedang berbincang dengan penjaga stan itu, terlihat memohon sesuatu yang lumayan serius. Penasaran, Seroja pun mendekati stan tersebut.

“Apa perlu dibungkus?” tanya penjaga stan tersebut.

“Tidak perlu.”

Setelah membayar benda yang dibelinya, Desna berbalik dan terkejut Seroja sudah berdiri di belakangnya.

“Kau beli apa?”

Desna merentangkan benda yang dibelinya dengan kedua tangan sambil mengucapkan ‘tada’. Sebuah kalung dengan dream catcher sebagai liontinnya. Jaring longgar pada lingkaran dream catcher itu membentuk pola bunga lotus dan bulu yang menggantung di bawah lingkaran adalah bulu burung merak.

Dream catcher biasanya untuk menangkap mimpi bagus sedangkan mimpi buruk akan terperangkap dalam tali temalinya dan lenyap seiring matahari terbit. Aku rasa ini juga bisa berpengaruh pada bayang-bayang aneh yang mengganggumu.”

Seroja tersenyum melihat perhatian Desna padanya. Ia sadar sudah membuat pria itu khawatir karena terus memikirkan bayangan-bayangan yang mengganggunya. Desna sudah berdiri di belakang untuk memakaikan kalung itu padanya, jemari Seroja memainkan dream catcher yang menggantung di antara dadanya.

“Terima kasih,” ucap Seroja tulus.

“Hanya dream catcher, kok.”

“Bukan dream catcher-nya, tapi perhatianmu. Terima kasih dan maaf sudah membuatmu khawatir.”

“Sama-sama. Jika sudah siap bercerita, ceritalah padaku apa yang mengganggu pikiranmu.”

“Tentu,” balas Seroja sambil mengecup pipi Desna.

Pria itu tertegun menerima kecupan di pipinya. Seroja jarang sekali mau menciumnya lebih dulu, apalagi di tempat umum seperti ini. Senyum tak lepas dari bibir tipisnya saking bahagia. Ia bahkan setengah sadar saat Seroja menariknya ke sebuah kedai kecil untuk mencari minuman hangat.

“Kau ingin minum apa?” Suara Seroja akhirnya menyadarkan Desna dari lamunannya.

“Eh? Oh? Mm… bandrek saja.”

Orang lain mungkin akan mengerutkan dahi mendengarkan pesanan Desna. Tapi Seroja sudah mengenal Desna tidak merasa bingung. Wajah Desna boleh blasteran Jepang-Indo, tapi darah mah’ Sunda asli.

Between Dark And LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang