"Hiiiih" seru Irene jijik. "Apaan sih lo" Irene memberontak.
"Ya ini kan supaya kamu ngga jatuh" kata Mino tetap bertahan menggendong Irene.
Irene mengernyit bingung. Sejak sadar dua minggu lalu, Mino berubah 180 derajat jadi baik banget ke dia. Bahkan Mino udah ngga ber lo-gue lagi.
"Gue masih bisa jalan No"
"Lama tau!" Mino terlihat ceria.
"Apaan sih lo aneh banget tau ngga" Irene masih penuh curiga. Ya gimana ya, Mino menggendongnya ala bridal style gitu.
Hari itu akhirnya Irene bisa pulang dari rumah sakit. Itupun karena Irene yang ngga berhenti merengek. Kaki Irene retak karena kecelakaan malam itu, dan itu membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sembuh. Meskipun udah bisa jalan, Irene masih butuh bantuan tongkat.
Beberapa suster yang lewat didepan mereka tersenyum ramah dan berbisik bisik. Membuat Irene malu dan salah tingkah.
"Mesra banget ya. Pacarnya romantis banget. Hati hati yaa" kata seorang suster, membuat wajah Irene semakin merah. Mino hanya tersenyum berterimakasih.
"Aku ngga sabar mau bawa kamu ke rumah" Senyum Mino yang lebar membuat Irene makin ngeri. Mino meletakan Irene perlahan di mobil.
"No, ada apa sih? Yang kecelakaan kan gue, kok kepala lo kaya abis kebentur?" tanya Irene khawatir. Mino hanya tertawa ringan.
"Song Mino!" Irene kesal.
"Just wait and see princess" jawab Mino lembut sambil mengacak pelan rambut Irene. Kebiasaan.
Irene hanya terdiam sepanjang perjalanan sambil menikmati musik yang diputar di mobil. Irene sadar, Mino jadi baik dan ramah ke dia karena merasa bertanggung jawab atas kecelakaannya. Orangtua mereka udah tau tentang kecelakaannya dan tiba di rumah sakit beberapa jam setelah dirinya sadar dari koma.
Awalnya mereka marah besar dan menyalahkan Mino. Samar samar Irene ingat saat Mino hanya tertunduk diam menerima semua omelan Momnya dan Tante Sandara. Irene ingat betapa marahnya Momnya, lalu kata kata Dadnya yang begitu bijak juga sangat menempel di ingatannya. "Irene kan udah sadar sekarang. Yang penting sekarang kita semua harus bantu Irene pulih. Ngga perlu menyalahkan siapapun"
Irene tersenyum miris menyimpulkan sesuatu. Dia akan membiarkan Mino baik padanya sampai mereka pulang ke Paris. Lalu setelahnya dia ngga akan ganggu hidup Mino lagi dan bertingkah seperti ngga pernah ada yang terjadi. Menyakitkan memang.
Mino menggendong Irene turun dan membawanya masuk kerumahnya.
"No, rumah gue yang itu" Irene menunjuk rumahnya. Dia pun heran, kok Mom sama Dadnya ngga berusaha menyambut apalagi menjemputnya.
Mino cuma tersenyum sambil menggendong Irene masuk ke dalam rumahnya. Lalu menyerahkan kruk Irene. "Iya aku tau, sekarang tutup mata kamu" perintah Mino.
"Ha?" Irene melongo kaget "Lo bener bener sakit ya No?"
"Tutup mata kamu" Mino menutup mata Irene dengan kain sebelum gadis itu menolak.
"Mino apaan sih lo? Balik ke rumah sakit gih, periksa otak lo"
Mino cuma tertawa ringan lalu menuntun Irene menuju sebuah ruangan dan membuka penutup mata Irene setelah sampai.
Irene membuka mata dan takut sesuatu yang buruk akan terjadi. Tapi pikiran hiperbolanya salah. Itu hanya kamar yang dia tempati dulu saat mereka berdua pulang dari pernikahan Wendy.
Tapi, Irene merasa tubuhnya kaku dan mulutnya membulat karena takjub saat melihat sekeliling dinding. Apa artinya ini?
"Aku ngga bisa gambar, aku cuma bisa ngefoto" jawab Mino seakan menjawab pertanyaan Irene.